Bagian 5 (2)

2.4K 137 9
                                    

Ninda mengernyitkan dahinya bingung, saling melempar pandangan pada Diandra di sebelahnya.

"Maksud kalian apa?! Kalian bukan polisi yang bisa nawan orang sesuka hati!" seru Meta.

"Bisa aja." kata orang itu. "Sintya Kharisa yang menyerahkan dirinya sebagai taruhan. Benar begitu, Dikta?"

Dikta yang sedari tadi berdiam di samping Yoga, menjawab, "Bukan! Bukan itu maksud gue! Gue bahkan nggak tau kalian dendam apa sama geng SMP kita!"

Orang itu berdecih. "Gue gak peduli. Yang jelas, kalian berdua itu, katanya pasangan paling langgeng, ya? Dua tahun pacaran. Hm.. taruhan yang bagus."

"Tunggu. Gue gak ngerti kalian ngomong apa!" sela Yoga.

"Jadi gini. Geng Lucon SMP kalian, udah nerima ajakan tawuran kita. Dan sebagai tawanan, gue culik mereka berdua, dengan nge-LINE Sintya sebagai ketua geng kalian, siapa itu namanya?" tanya orang itu pada Robert.

"Riyan."

"Oh iya itu. Bener kan, Sintya?"

"Jadi?! Lo?!" Sintya tampak terkejut. "Gue ketipu!"

Chiara mengepalkan tangannya. "Lo siapa sebenernya?!"

"Gue?" Orang itu menunjuk nametag di kemeja seragamnya. Alan Akash Wiranaga.

Chiara menghela nafas. "Oke! Lo mau apa? Gue sama temen-temen mau masuk kelas!"

"Bodo amat."

Meta mendelik geram. Dia maju selangkah dan menampar cowok itu.

"Lo berani banget, Met!" puji Diandra. Meta tersenyum. "Orang nggak punya perasaan kayak dia ngapain ditakutin."

Ninda menyenggol Dikta. Mereka saling tatap beberapa detik, dan entah kenapa, Dikta paham maksud tatapan Ninda. Dikta meraih ponselnya, kemudian maju menghadap Alan.

"Oke. Gue bakal telpon Riyan. Lo tunggu aja, Lucon bakal balas semua perbuatan lo!" Kemudian dia keluar gedung.

Alan menatap tajam Meta, yang nyalinya kini agak menciut melihat tatapan itu. "Lo nyari mati, hah?!"

Kemudian, teman-teman Alan menyerang Meta. Meta menutup matanya, namun Chuara menangkis serangan-serangan itu dengan jurus karatenya. Ninda menarik Meta menjauh, sementara Yoga dan Diandra membantu Chiara menghadapi kakak kelas sialan itu.

Diandra menendang tulang kering salah satu anak SMA itu hingga dia nengkleng dan melompat-lompat kesakitan.

Yoga menatap kakak kelas yang bersiap memukulnya dengan jahil. Dia mengeluarkan buku kecilnya dan menyetop gerakan kakak kelas itu dengan tangannya. "Eh, Kak, kan udah SMA, nih. Aku tanya pelajaran SMP, ya. Fungsi vakuola pada sel tumbuhan itu apa? Hayo, nanti ujian lupa loh."

Kakak itu mengerjap-ngerjap. "Eh, apa ya? Gue juga lupa. Apa sih apa?"

"Menyimpan cadangan makanan," jawab Yoga enteng. "Pinter kan gue? Apalagi buat ngelabuin lo," dan Yoga meninju perut kakak itu hingga dia jatuh ke belakang. Yoga tertawa puas dan lanjut menangkis serangan yang lain dengan pertanyaan biologinya.

Meta dan Ninda bergabung. Mereka membantu Chiara yang kini sedang saling dorong dengan Alan. Chiara memang kuat, dia menahannya dengan tangguh.

Tiba-tiba, Meta dan Ninda memekik, sebab kedua tangan mereka ditarik kebelakang oleh lawan dan mereka terantuk dinding.

Chiara kehilangan konsentrasinya. Alan dengan mudah mendorongnya ke belakang, menguncinya di dinding. Alan tertawa kemenangan, bersamaan dengan tidak ampuhnya jurus Yoga sehingga cowok itu ditarik ke arah teman-temannya.

Diandra memekik, menendang-nendang orang yang kini menggendongnya sebab badannya yang mungil.

Kelima anak itu dikumpulkan dan diikat di dinding, bagai tawanan para penculik.

"Ini akibat dari ngelawan senior!" cecar Alan, diikuti tawa meremehkan di belakangnya.

Kelima anak itu sudah pasrah ketika Riko merangsek maju dan menghajar Alan. "Mati lo ngiket cewek gue!"

Abi, Dikta, dan beberapa guru mulai datang. Alan dan kawanannya kini panik, ketahuan oleh guru-guru SMP. Dikta menjaga pintu, sehingga kawanan berandal itu tidak bisa kabur. Di sampingnya, Sintya masih terlihat takut, namun lebih tenang.

Bu Gipta menatap tajam siswa-siswanya yabg berani keluar tanpa ijin, terutama Sintya dan Dikta.

"Kalian semua, ikut saya ke kantor BK."

Mampus.

Sekretaris VS Berandal [Completed]Where stories live. Discover now