Bagian 3

2.8K 150 3
                                    

Sintya dan Ninda duduk bersebelahan di ruangan BK. Masing-masing mengepalkan tangan di pangkuan, duduk menunduk melirik satu sama lain dengan tatapan sinis.

Bu Dian menggeleng-geleng melihat kelakuan anak didiknya. Syukur tadi Bu Gipta meminta ijin permisi, sehingga kedua anak ini tidak ditangani olehnya. Kalau sampai ditangani olehnya, bisa berabe. Apalagi masalahnya sangat tidak berfaedah.

Masalah pacaran.

Anak-anak labil, sih.

Bu Dian berdehem. "Kenapa kalian bertengkar seperti tadi?"

Sintya dan Ninda tidak menjawab.

"Kalian bisu? Kenapa saya bertanya kalian tidak menjawab?"

"Saya menegur Sintya agar tidak pacaran di dalam kelas, Bu. Tapi dianya nyolot, ngebentak saya,"

"He, saya nggak nyolot, ya! Yang nyolot itu dia, Bu! Dateng-dateng, bukannya nyuruh baik-baik malah langsung ngebentak. Lalu ngatain saya cabe,"

"Dia juga ngatain saya item, jelek, Bu. Saya niatnya nyuruh dia keluar dari kelas soalnya dia asyik pacaran sambil mesra-mesraan gitu. Kan saya jijik liatnya. Apalagi ini jam sekolah,"

Bu Dian mengangguk-angguk. "Sudah, kalian jangan bertengkar gara-gara itu saja. Sintya, kenapa kamu pacaran di kelas lain ketika jam pelajaran? Lalu juga kenapa kamu mengatai Ninda seperti itu?"

Sintya menghela nafas kasar. "Ya, suka-suka saya dong, Bu. Lagian nggak ada peraturan kalau saya nggak boleh masuk ke kelas lain. Saya juga nggak pacaran, dia aja yang nuduh,"

"Lo nggak usah ngebela diri, Sin! Gue liat dengan mata kepala gue sendiri, lo kesipu-sipu gitu trus si Dikta lagi ngegodain lo sambil megang dagu lo. Apa itu nggak pacaran namanya?"

Sintya diam. Tak mampu mengelak lagi.

"Kalau begitu, Sintya. Kamu dapat surat peringatan. Memang kamu pacarannya sama Dikta. Ibu yakin yang ngajak itu Dikta tapi kamu mau-mau saja. Harusnya kamu bisa menolak, Sintya. Ini surat peringatan kamu."

Sintya menerima surat itu dengan cemberut.

"Nah, Ninda. Kamu boleh keluar. Tapi, jangan sekali-sekali ulangi. Menegur teman dengan sopan." ucap Bu Dian. Ninda mengangguk.

Keluar dari ruangan BK, Ninda dan Sintya bertatapan sinis, sebelum akhirnya kembali ke kelas masing-masing.

***

"Tio, kita mau kemana?"

Meta sedang duduk di atas motor milik Tio. Di belakang mereka, mengikuti Abi dan Diandra dengan motor pula. Sedangkan di depan mereka, Chiara, Riko, Tara, Genta, dan Yoga menaiki mobil milik Yoga.

Pastinya Yoga jadi nyamuk+supir di sana :v.

"Ke makamnya Tasya. Udah lama kita nggak kesana. Tasya pasti kangen sama kita semua,"

Meta membeku sejenak, mengenang sosok Tasya di pikirannya. Matanya menyayu, menerawang ke depan.

Motor Tio berhenti di depan pemakaman umum. Meta turun dari motor tersebut dan menunggu teman-temannya.

Chiara melangkah masuk ke dalam pemakaman, sebab dia adalah yang paling berani berinteraksi dengan makhluk-makhluk seperti itu.

Err... Ya Chiara bilang dia bisa berinteraksi. Meski gak tau bener atau nggak.

Riko di samping Chiara, merangkulnya berjalan. Tio dan Meta mengikuti dari belakang mereka. Sedangkan Abi dan Diandra, berjalan di paling belakang bersama Yoga.

Diandra menggenggam erat buket bunga mawar merah yang sempat dibelinya tadi. Ia ingat, Tasya sangat menyukai bunga ini.

Mereka berjalan dalam hening, namun mereka melihat seorang gadis berambut pendek, sedang menenangkan seorang gadis yang nampaknya menangisi Tasya.

***

Sekretaris VS Berandal [Completed]Where stories live. Discover now