Bagian 7

2.2K 128 1
                                    

Dikta berjalan dengan lesu ke kelasnya. Sampai di kelas, yang dia lihat adalah pemandangan ketua dan wakil kelas dikerubungi teman-temannya. Dia melirik bangkunya, dan teman duduknya, si Sekretaris Kelas, duduk manis sembari menulis absen.

"Lah ini jam istirahat, toh?" gumam Dikta pelan. "Kok pada ngumpul trus nggak ada guru,"

Dikta berjalan menuju bangkunya, bersiap mengerjakan soal hukuman yang menurutnya suangat banyak itu. Ninda hanya meliriknya sekilas, lalu kembali fokus ke absen.

"Kok bisa lo berdua dipanggil BK?"

"Catatan baru 9A, nih. Rekor-rekor!"

"Ha? Rekor apaan, dah?"

"Rekor, soalnya for the first time in forever, Yoga dan Chiara dipanggil BK, karena ada masalah!"

"Oh, iya iya!"

"Jadi, kok kalian berdua masuk BK?"

Yoga dan Chiara, yang kini didudukkan sebangku oleh teman-temannya, saling lirik, bingung harus menjawab apa.

"Mereka nyelametin gue sama Sintya dari kakak kelas SMA brengsek di gedung depan. Makanya masuk BK," jawab Dikta. Sontak kerumunan itu menoleh padanya dan menyerocoskan pertanyaan.

"Lo sama Sintya? Kok bisa?" tanya Tifa. Dia salah satu sahabat dekat Sintya di 9A.

"Ya lo tanya sendiri ajalah sama temen lo yang satu itu. Bisa-bisa aja dia ngajak Dikta ke gedung depan, malah gampang banget ketipu sama Kak Alan." jawab Ninda enteng, sambil tetap fokus pada lembaran kehadiran di depannya. "Murahan,"

Tifa melotot. "Dia nggak murahan, Nin! Dia ketipu! Dan Dikta ini pacarnya, wajar dong dia ngajak Dikta buat ngelindungin dia!"

"Ya, tapi kan pada akhirnya Dikta juga dapet masalah gara-gara dia," balas Ninda. Tifa terperangah, lalu mendatangi meja Ninda dengan sangar.

"Maksud lo apa hah?! Kenapa lo jadi mojokin Sintya gini?! Dia gak salah, oke?! Dia ngajak Dikta itu wajar! Lo cemburu, hah?! Dasar jones!"

Ninda berhenti menulis, lalu menatap Tifa yang meledak-ledak di depannya. Ketika itu, Chiara dan Yoga terbebas dari perhatian teman-temannya. "Gue nggak cemburu!"

Tifa terkekeh sinis. "Lo pasti cemburu Sintya deket sama Dikta, kan? Makanya, lo nyuruh Dikta biar manggil guru-guru, kemudian menghakimi kalian, dan ujung-ujungnya menyalahkan Sintya, iya?!"

Ninda bangkit berdiri, lalu menuding Tifa. "Jaga ucapan lo!"

"Apa?! Yang gue bilang bener, kan?! Lo sengaja, kan?! Hah?! Ngaku!"

"Tifa! Lo nggak bener nuduh Ninda kayak gitu!" Potong Yoga. Tifa menatap Yoga tak percaya.

"Lo kok jadi belain dia, sih?! Bukannya lo juga temennya Sintya? Harusnya lo belain Sintya, dong, kenapa malah dia?"

"Ini bukan masalah siapa temen siapa, gue ngebela yang bener sesuai dengan apa yang gue liat! Dikta sendiri yang manggil guru! Bayangin kalo guru nggak dateng, gue, Chiara, Meta, Diandra, sama Ninda nggak bakalan balik ke kelas!" bantah Yoga.

"Tau, ah! Emang, cewek-cewek model kayak gue, selalu salah di mata kalian!" ucapnya lalu melenggang pergi dengan angkuh sambil menghentakkan kakinya.

Ninda menetralkan nafasnya, kembali duduk dan berusaha tenang. Sekilas, dia menatap Chiara, dan ditatap balik oleh gadis itu.

Chiara, dalam sekali lihat mampu menentukan apa seseorang itu bohong atau jujur, sebagai efek dari six-senses nya.

Dan kali ini, Chiara tahu, Ninda berbohong, atau jujur. []

***

Sekretaris VS Berandal [Completed]Where stories live. Discover now