Bagian 19

1.9K 108 5
                                    

Ninda masuk ke kamar dan mulai guling-guling tidak jelas di kasur. Dia mengingat sikap-sikap Dikta kepadanya sejak tadi.

"Iya ya? Gue sama elo aja deh Nin,"

"Gue cuma mau mastiin elo aman,"

"Gue peluk juga ntar lo!"

Dan yang paling meresahkan, tadi Ninda mendengar Dikta mengatakan sesuatu tentang menjadikan Ninda pacarnya.

Oh wow! Bisakah mempercayai hal itu?

Ninda sendiri tidak percaya. Seorang berandal seperti Dikta mengatakan hal itu? Lada sekretaris menyebalkan seperti Ninda?

Omong-omong pacar Dikta, dia jadi ingat tentang Sintya. Apa Dikta sudah mulai melupakan Sintya?

Oh, jika benar, Ninda pasti bakalan dituduh sebagai PHO. Dan dia tidak mau seperti itu. Jadi, dia membuka aplikasi LINE dan me-chat Dikta.

Ninda : Jauhin gue. Jangan ngasi harapan.

***

Besoknya, adalah hari tersial bagi seorang Ninda. Dia terlambat, dan guru yang mengawasi kali ini adalah Pak Dobel yu dobel plus n, Pak Wawan!

Dia dan beberapa siswa lainnya, diceramahi panjang lebar tentang pentingnya disiplin. Oh ayolah, dia terlambat baru satu kali!

Ninda akhirnya berjalan masuk ke kelasnya setelah mendapat penjelasan tentang disiplin dari guru laknat itu.

Ninda mengetuk pintu kelasnya, dan ternyata belum ada guru. "Lah, nggak ada guru?"

Shalin, gadis mungil yang duduk di pojok depan kelas menggeleng, "Belum Nin."

Ninda mengangguk lega, dia kembali berjalan ke bangkunya dan sudah mendapat ledekan.

"Sekretaris telat, eh?"

Ninda tak menggubris itu.

Yoga terlihat berjalan ke depan kelas sambil membawa kertas. "Teman-teman, tolong dengarkan!"

Suasana masih saja riuh. Yoga mengetuk papan tulis berkali-kali.

"Getok lagi Yog! Biar bolong sekalian tuh papan!" seru Dikta.

Suasana yang tadinya hening, kembali riuh lagi oleh tawa.

Ninda berdecak. "Diem napa sih lo?!"

"Lah gue ngapain emangnya?" tanya Dikta sambil memasang wajah sok polos.

Ninda berdecak sekali lagi. "Tau ah!"

Dikta memasang wajah bingung. Baru kemarin gadis di sebelahnya ini tersenyum karena perlakuan manisnya, dan sekarang jutek seperti ini?

Dikta memutuskan untuk memperhatikan Yoga yang sedang susah payah mendiamkan kelas 9A.

"Woy anjir diem dulu! Heh, Nanda, Mika! Jangan lari-lari! Woy! Ah, Chiaraaaa!!" teriak Yoga frustasi.

"Ck." Chiara bangkit berdiri dan berteriak sangat kencang. "WOY 9A DIEM KAGAK LU PADA?! GUE GETOK PAKE SAPU, NIH?!"

Sontak semua diam. Chiara tak pernah main-main dengan ancamannya.

"Bu Gipta sama Pak Arian udah otw ke sini buat diskusiin ini semua, termasuk Riko dan--" ucapan Chiara terpotong karena sorakan teman-temannya.

"Cieeee Rikooo!!!"

"Aseeek kuirr!!"

"Chia nanti ada Riko jan galak-galak!"

"HEH!!!" seru Chiara. Dia memandang kelas itu dengan wajah garang. Dan semua tunduk begitu saja.

"Udah Yog. Umumin aja. Lagian lo ketua kelas napa gak bisa diemin kelas uncel kayak gini," kata Chiara. Dia berdiri di samping Yoga.

"Oke jadi gini. Riko sama beberapa perangkat kelas 9D bakal kesini buat rapat. Sebentar lagi, kelas 9 harus mengadakan Pagelaran, dan ada kolaborasi antara 2 kelas. 9A dan 9D sepakat, buat bikin drama musikalisasi dan puisi. Ceritanya dibikin sama Chiara, puisinya juga. Chiara juga bakal bacain puisinya." jelas Yoga.

"NGGAK BISA GITU, DONG!" teriak Tifa. "Gue juga mau bikin naskah ceritanya!"

"Emangnya lo bisa?!" lawan Meta.

"Lo tuh ya, ngeremehin gue! Viewers cerita gue di wattpad lebih banyak ketimbang Chiara tau! Kan artinya cerita gue lebih bagus!" kata Tifa menyombongkan diri.

"Bener tuh, kata Tifa. Chiara yang baca dikit," timpal Melly. Dia sekongkol dengan Tifa.

"Tapi, menurut gue, ceritanya Chiara lebih bagus. Dia cuma kurang bisa promote ceritanya aja. Gue setuju Chiara yang bikin." kata Dian. Yang lain mengangguk saja, sebab sebenarnya cerita Chiara sudah sering masuk koran.

Yoga menghela nafas. "Iya gue juga setuju. Jadi sepakat Chiara bikin naskahnya? Kalo gitu, Tifa bikin puisinya, gimana?"

"Gue nggak bisa bikin puisi!" amuk Tifa.

"Ya udah jangan. Gue aja." celetuk Chiara.

"Oke; sementara perannya ini yang tetap dulu. Chiara cuma manggung pas musikalisasi puisi. Dramanya tentang tari-tarian salsa. Ninda tokoh utama." kata Yoga menunjuk Ninda. Ninda mengangguk.

"KOK BISA NINDA?!" protes Tifa. "NGGAK ADIL!"

"CUMA GUE YANG BISA SALSA!" kata Ninda.

"GUE JUGA BISA!" kata Tifa.

"Kalo gitu buktiin!" tantang Meta. "Jangan OmDo! Omong Doang!"

"Oke, gue buktiin!" Tifa bangkit dan mulai berputar-putar, mencoba menari salsa. Tapi yang dia lakukan hanyalah putar-putar layaknya modern dance.

"Heh somplak, itu modern dance!" geram Yoga. Dia tidak tahan dengan sikap Tifa.

"Intinya gue bisa!" tentang Tifa.

"Udah! Gue ketua kelas, dan gue putuskan untuk milih Ninda!" kata Yoga final.

"Lo bangsat! Lo temen gue bukan sih?!" tanya Tifa dramatis.

"Gue temen elo, tapi juga temen Ninda." jawab Yoga enteng.

Tifa mengalihkan pandangan ke Dikta. "Dik, lo dukung gue kan?"

"Iya," jawab Dikta. "Gue dukung Ninda!"[]

Sekretaris VS Berandal [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang