Part 28

16.1K 919 8
                                    

Jujur yah reader's author lagi pusing nih mikirin gimana endingnya nanti

Salam membaca dari author😉.

Setelah Hao Zi melahirkan para pangeran perhatian raja semakin menjadi ia melupakan bahwa ada Selir Paw.

Ingin rasanya Selir Paw membunuh Hao Zi sendiri namun apa daya mungkin dia yang akan dibunuh Hao Zi, dia bukan lah wanita biasa yang mudah untuk dikalahkan.

###___

Semenjak hidup di istana Hao Zi jarang melakukan rutinitas seperti di pergurannya dulu ia merindukan latihan, lomba, taruhan dengan teman-temannya ia merindukan masa itu.

Namun sekarang jangankan berkunjung ke perguruan berlatih saja Hao Zi sudah sangat jarang apalagi mengingat keadaannya yang sudah menjadi seorang ibu.

Hao Zi dan Raja menggedong para pengeran sambil berjalan-jalan menikmati udara sejuk yang membuat pikiran menjadi tenang.

Saat melewati area latihan langkah Hao Zi terhenti ia memperhatikan para prajutit yang tengah berlatih pedang dan juga memanah.

Raja memberikan Pangeran Yun kepada pelayan yang memang bertugas untuk mengasuh mereka, hal itu juga dilakukan pada Pangeran Ryu yang tengah digendong Hao Zi.

Hao Zi tampak bingung melihat raja yang menyerahkan para pangeran kepada pelayan.

"Ada apa yang mulia" Hao Zi bertanya dengan tampang kebingungan.

"Tidak papa aku ingin mengajakmu ke suatu tempat" raja menarik tangan Hao Zi menuntun Hao Zi untuk ikut dengannya.

Kebingungan dan rasa penasaran Hao Zi makin besar saat ia memasuki kamarnya menuju ke sebuah lukisan, raja membuka lukisan besar yang ada dikamar Hao Zi itu menampakkan sebuah lorong yang sedikit gelap hanya ada cahaya remang-remang dari obor yang terpasang di dinding lorong itu.

Pandangan raja tertuju  pada Hao Zi kemudian menatap jalan itu seperti menyuruh Hao Zi untuk masuk namun Hao Zi tampak enggan dan menggeleng.

Raja membuang nafas jenuh ia mendekati Hao Zi lalu meraih tangannya menariknya masuk ke jalan tersebut.

Walaupun Hao Zi tau tentang jalan rahasia ini namun ia tidak pernah memikirkan untuk memasukinya padahal ini berada di kamarnya.

Tidak ada suara yang keluar dari mulut mereka hanya ada suara kaki yang melangkah sampai suara kaki itu hilang yang berarti mereka berhenti.

"Kenapa berhenti yang mulia?" Hao Zi yang tampak masih kebingungan bertanya saat melihat raja berhenti, ada dua jalan didepannya yang berarti lorong ini berujung pada dua tempat.

"Lorong yang kiri ini menuju ke kediamanku"

"Kemudian yang satu itu?" Tanya Hao Zi lagi yang tampak masih bingung.

"Itu dia yang ingin aku tunjukkan padamu" ucap raja Hwang menatap Hao Zi penuh arti karena jerah melihat tingkah Hao Zi raja kembali menarik tangan Hao Zi agar ikut dengannya.

Cukup lama mereka berjalan beradu dengan gelapnya suasana di lorong ini hingga dari kejahuan terlihat cahaya dari ujung lorong itu adalah akhir dari jalan ini.

Mereka keluar dari lorong itu yang terlihat seperti mulut gua, Hao Zi berdecak kagum melihat apa yang ada didepannya.

Sebuah padang rumput dengan hembusan angin sepoi yang menyejukkan, ada beberapa pohon yang cukup besar namun tidak banyak sepertinya pohon itu digunakan untuk berteduh.

Mata Hao Zi terpejam menikmati hembusan angin yang menerpah dirinya, hingga ia merasakan sebuah tangan kekar melingkar indah di perut rampingnya.

Raja mengecup singkat pipi Hao Zi yang masih terpejam "Bagaimana?"
Tanya raja.

"Indah dan menyejukkan tempat apa ini?" Ucap Hao Zi balik bertanya.

"Aku juga tidak tau! Aku tidak sengaja menemukannya saat bermain dengan Panglima Feng waktu itu umur kami masih sekitar 6 tahun" jelas Raja, Panglima Feng dan raja Hwang memang sudah bersahabat sejak kecil karena Panglima Feng adalah anak dari Panglima kerajaan pada masa itu sekarang dialah yang menggantikan ayahnya.

"Apa ada orang lain yang tau tempat ini?" Kembali Hao Zi bertanya.

"Selain kau, aku dan Feng tidak ada lagi yang tau mungkin ini adalah jalan melarikan diri yang dibuat oleh raja terdahulu" Hao Zi mengangguk paham.

"Mau melakukannya disini" bisik raja ditelinga Hao Zi, sontak Hao Zi menjauhkan diri.

"Yang mulia jangan macam-macam ini tempat terbuka" satu alis raja terangkat melihat tingkah Hao Zi yang tiba-tiba menjauh.

Raja mendekati Hao Zi kemudian mencubit pipi Hao Zi gemas "memangnya apa yang kau pikirkan apa kau pikir aku akan melakukan itu denganmu sekarang, hah sekarang terbukti siapa yang mesum"

Mendengar hal itu wajah Hao Zi langsung berubah merah karena malu dengan dirinya yang berpikir ke arah lain raja semakin gemas melihat Hao Zi ia kembali mencubit lembut Hao Zi tapi kali ini hidungnya.

"Dasar gadis kecil!" Gumam raja berlalu ke sebuah gazebo kecil yang terletak tidak terlalu jauh.

Mendengar hal itu membuat Hao Zi kembali mengingat paman dan sepupunya, mereka selalu memanggil Hao Zi seperti itu yang sering kali membuat Hao Zi marah dan mengamuk ia merindukan hal itu.

Raja mengambil dua pedang yang tidak bersarung kemudian melempar salah satunya ke arah Hao Zi, dengan sigap Hao Zi menangkap pedang itu Hao Zi tampak bingung untuk apa pedang ini.

"Mari kita lihat sehebat apa kemampuanmu Nona" ucap raja menggoda Hao Zi.

"Anda menantangku yang mulia? Bagaimana jika aku menang"

"Jika kau menang maka aku yang kalah tapi itu tidak akan terjadi" Hao Zi memukul pelan keningnya jerah dengan cara berpikir raja.

"Maksudku bukan itu yang mulia, apa yang akan kudapat jika aku menang"

"Apa yang kau inginkan?" tanya raja cepat.

"Jika aku menang anda harus mengabulkan keinginanku begitu pun sebaliknya bagaimana" tanya Hao Zi dengan tegas dan menantang.

"Baik, disini tidak ada aturan kita bebas melakukan apapun" sambung raja dan Hao Zi hanya mengangguk paham.

Mereka berdua bersiap dengan posisi masing-masing, Hao Zi memasang kuda-kuda sedangkan raja bersiap dengan posisi menyerang.

Suara dentingan pedang beradu memecah keheningan di tempat ini disaksikan pepohonan, rerumputan dan angin.

Dengan nafas yang menggebu mereka melerai diri namun tetap dalam posisi siaga, raja kembali menyerang Hao Zi dengan lihai Hao Zi menghindar ia memiringkan badan kemudian menjulurkan kaki kanannya kedepan membuat raja tersandung hampir tersungkur.

Sedetik kemudian raja membalikkan badan dan mendapati mata pedang Hao Zi yang sudah tertuju tepat dilehernya.

Hao Zi tersenyum puas melihat wajah raja yang pasrah "aku menang".

"Kau curang kenapa kakimu ikut campur" papar raja tidak terima.

"Anda sendiri yang mengatakan kita bebas melakukan apapun dan tidak terikat peraturan jadi terserah saya yang penting saya menang" Hao Zi semakin melebarkan senyumnya saat raja tidak mampu melakukan apapun untuk menolak.

********
Tidak ada revisi saat menulis cerita ini yah reader's jadi mohon maafkan apabila terdapat typo berupah kesalahan penulisan, tanda baca dan lain-lain.

Terima Kasih😘.

My Perfect Empress Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang