Part 8

14.8K 1K 14
                                    

Bel pulang sekolah telah dibunyikan semejak tadi. Banyak para murid dari berbagai kelas berhamburan menuju gerbang utama sekolah, begitu juga denganku. Aku keluar dari kelas usai berpamitan dengan teman-teman, lalu beranjak menemui Kak Calvin yang sudah standby di depan gerbang sekolah. Kak Calvin memang sempat menghubungiku bahwa hari ini ia akan menjumputku pulang.

Sesampainya di rumah, aku menjatuhkan diri ke atas kasur yang empuk. Ah, masa bodo! Aku tidak peduli dengan sepatu tali yang masih bertengger manis di kakiku. Badanku rasanya sudah remuk semua.

"Ck! Bikinin gue makan dulu! Baru lo boleh tidur." Kak Jessie menampar pelan betisku, membuatku sedikit meringis. Ngilu. Padahal aku baru saja memejamkan mata.

"Ah, elah! Nggak ngeliat kalo gue lagi capek? Gue capek! Mau tidur. Lo beli makan di luar aja, gih," balasku dengan muka kesal. Enak saja, memangnya aku babunya? Enak sekali menyuruh sesuka hatinya.

"Gak mau. Gue males jalan kaki!"

"Ya udah, lo masak sendiri aja! Kenapa pake ribet banget, sih! Gue mau tidur! Ngantuk!" ucapku finaldengan nada ketus.

Tok ... tok ... tok ....

Aku bisa mendengar baik bahwa ada seseorang yang mengetuk pintu rumahku. Aku juga merasakan keheningan di dalam atmosfer kamarku. Ah, mungkin Kak Jessie yang membukakan pintunya.

"El, ada tamu noh, di depan. Namanya Abay. Dia bilang sih, mau ketemu sama lo! Udah sono, cepet temuin orangnya. Abis itu bikinin gue makan," cerocos Kak Jessie.

Aku menggerutu pelan dengan kedua mata yang masih tertutup saat suara Kak Jessie terdengar kembali.

"Astaga! Tadi Kak Jessie yang nyebelin, sekarang Abay! gak pada tau apa kalo gue lagi capek banget!" gerutuku kesal seraya melangkahkan kedua kaki ke ruang tamu.

⭐⭐⭐

Pemandangan pertama yang kulihat saat membuka pintu adalah wajah Abay yang tengah melemparkan senyumnya. Alih-alih terpesona, aku malah ingin sekali mencakar wajah itu sembari mengumpat karena ia telah berani mengusik ketenanganku saat ini.

"Kenapa, sih?" tanyaku ketus pada Abay tanpa basa-basi. Meski begitu aku tetap mempersilahkan ia untuk masuk dan duduk di ruang tamu.

"Ya, elah! Lo marah terus sama gue. Lagi PMS, ya?" Abay duduk di salah satu sofa yang menganggur.

"Et! Gue tuh, lagi mau tidur! Capek abis pulang sekolah. Badan gue sakit semua rasanya, tapi lo sama Kak Jessie malah ganggu!" Aku menatap Abay kesal.

"Ya udah, gak jadi. Gue mau balik aja."

Abay segera berdiri dari sofa, ada sedikit raut sebal yang tersirat di wajahnya. Laki-laki itu melangkahkan kakinya menuju depan pintu. Namun, aku teringat sesuatu hingga akhirnya menahan ia itu untuk pergi.

"Eh, Bay, tunggu dulu." Aku mengejarnya beberapa langkah, lalu menggenggam lengan tangannya.

"Hmmm?" Abay berdekhem pelan wajahnya menoleh sedikit ke arahku.

"Kalo misalnya ada orang yang nginep di sini, apa orang itu bisa keluar lagi dari rumah ini?" tanyaku ragu-ragu. Jujur, hati dan egoku mengatakan tidak. Namun, tetap saja aku ingin tahu jawabannya langsung.

Penghuni Lantai 4 [TAMAT!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang