Part 31

9.2K 524 6
                                    

Abay mengatur setiap helaan deru napas yang ngos-ngosan. Aku mengelap keringat di wajah dengan punggung tangan.

"Bay, lo kenapa pakai narik-narik gue segala?! Gue kan, udah bilang kalo gue mau ngomong sama anak kecil itu." Aku bertanya padanya, sewot. Ralat, lebih tepatnya protes. Aku tak terima dengan perlakuan Abay yang menarik tanganku lancang.

"Ella Jasmine Parikesit! Lo gak denger emangnya kalo tadi anak kecil itu nyuruh lo buat pergi? Lo budek? Kurang denger? Atau gimana? Emangnya lo mau mati di tangan dia?!" cerocos Abay bertubi-tubi, emosinya naik pitam.

"Gue ...." mulutku batal berkicau kala mendengar suara dari lantai 5. Padahal aku dan Abay sedang berada di depan teras rumah.

"El, di rumah lo lagi ada apaan?"

Aku mengangkat bahu.

"Ayo kita liat!" Aku memegang tangan Abay, mencekalnya dengan kuat.

⭐⭐⭐

Aku membuka knop pintu rumah, pemandangan pertama yang kusaksikan adalah Kak Calvin tengah berdebat dengan Kak Jessie.

Aku tak banyak aksi, hanya membatu di tempat, begitu juga Abay. Ia pasti sangat bingung dengan pemandangan pecah belah ini. Abay memberikanku kode lewat tatapan mata, aku menanggapinya dengan kata nanti sebab mustahil bisa menjelaskannya sekarang.

Perdebatan tak berakhir dengan baik. Kak Jessie merampas kunci mobil di atas meja dengan amarah yang berkobar, ia juga sempat melirik ke arahku kemudian pergi begitu saja.

Brak!

Suara pintu terbanting begitu keras, membuatnya menimbulkan suara bising.

Sekarang mataku mengamati Kak Calvin yang duduk di sofa. Aku menggoyangkan lengan Abay, menyuruhnya ikut duduk di sofa.

"Udah, biarinin aja, Kak." Aku menasehati Kak Calvin, disertai seulas senyum tipis.

Kak Calvin menanggapi dengan helaan napas pendek. Sepertinya ia terlalu malas untuk membahas pertengkarannya bersama Kak Jessie.

"Kakak cuma nasehatin Jessie biar dia gak mai ke club malam lagi. Tapi setiap kali kakak debat sama Jessie pasti Jessie yang selalu menang."

"Udah, Kak. Gak usah terlalu dipikirin. Lo juga tau sendiri Kak Jessie keras kepala."

Kak Calvin mengangguk lesu. Ia menyisir rambutnya ke belakang.

"Lo siapa? Pacarnya Ella?" Kak Calvin menatap Abay dengan pandangan menyelidik. Ia baru sadar jika aku membawa seorang teman ke rumah.

Oh, sialan! Kenapa Kak Calvin bisa melontarkan pertanyaan gamblang itu kepada Abay?

Aku melotot. "Kak Calvin, lo apa-paaan, sih!"

"Eh? Engg ... bukan, Kak. Saya Abay, temennya Ella," sahut Abay sopan meski nada yang diucapkannya lumayan kaku.

"Oh, gue Calvin, kakak pertamanya Ella. Ngomong-ngomomg, pemandangan yang kurang enak diliat tadi gak usah lo pikirin, ya."

Abay langsung mengangguk sambil tersenyum, menunjukan deretan gigi berwarna putih tulang.

"Gue kira lo pacarnya Ella, hahaha ... eh, tapi gak papa kalo lo beneran jadi pacarnya. Soalnya pas gue liat-liat, lo ganteng juga." Lagi-lagi Kak Calvin berbicara seenaknya. Ia mengecek penampilan Abay dari ujung rambut sampai ujung kaki.

Penghuni Lantai 4 [TAMAT!]Where stories live. Discover now