Part 18

11.3K 723 21
                                    

"Kak Jessie." Aku memanggil namanya kaku. Air mukaku malah semakin panik. Bagaimana Kak Jessie bisa tiba di gudang ini lebih dulu? Bukankah aku sudah berlari sekuat tenaga untuk menghindar dari Kak Jessie saat ia sedang memekik kesakitan?

Aku segera berbalik arah dan lekas menuju pintu gudang. Bukannya membaik, situasi malah semakin memburuk. Hanya satu cara yang terpikirkan di otakku, lari.

Brak!

Sialan! Pintunya terkunci! Bagaimana ini?!

Cklek!

Cklek!

Cklek!

Cklek!

Tanganku berusaha membuka pintu, mengakalinya dengan segara cara. Nahas, pintunya tetap tidak bisa terbuka. Aku tak tahu harus bagaimana di situasi genting seperti ini. Pikiranku yang panik membuat otakku mati ide.

"Jika kamu tetap memaksa untuk membuka pintu itu, maka kematian akan datang sekarang di hadapanmu sendiri." Kak Jessie berbisik serak di telingaku. Deru napasnya membuatku takut.

Tidak!

Itu bukan Kak Jessie! Melainkan sosok lain yang berhasil mengendalikan tubuhnya. Aku yakin itu.

Mulutku tetap tidak menyahuti ucapan iblis yang kini ada dalam tubuh Kak Jessie. Tanganku masih berusaha sepenuhnya untuk membuka pintu, apa pun caranya harus berhasil!

Aku mulai merasakan sesuatu. Tangan Kak Jessie meraba leherku. Sebisa mungkin aku tak meladeninya.

Cklek!

Cklek!

Cklek!

Tanganku yang masih sibuk berkutat dengan pintu kini terhenti dan berpindah tempat memegang tangan Kak Jessie yang berada di leherku.

"AAA! Lepasin ... gue! AAAA!" Aku meronta sedikit terbata, berusaha mengusir tangan Kak Jessie yang mencekik leherku. Sesak sekali rasanya.

Bukannya melonggar, cekikan Kak Jessie malah semakin menjadi ketika dilawan. Dapat kurasakan tenaganya semakin kuat.

"Aaa ... hhh ... hhh ... hhh ... tolong ... lepas ...." Aku tak menyerah. Meski lelah, tanganku memukul-mukul lengan Kak Jessie.

"Diam, percuma saja jika kamu berusaha melepaskan diri. Bukankah tadi sudah aku peringatkan untuk tidak mencoba membuka pintu itu? Sekarang nikmati permainanmu!"

Tangan Kak Jessie berpindah tempat, sekarang ke rambut berwarna cokelat keritingku. Dia menarik dan menjambaknya tanpa peduli suara rintihanku yang merasa kesakitan. Kak Jessie menarik rambutku ke belakang, lalu ia mendorong ke depan hingga berkali-kali wajahku terkena benturan pintu gudang.

Brak!

Brak!

Brak!

"Ah! Sakit!" Aku memekik keras, rasanya kepalaku seperti ditusuk-tusuk oleh benda tumpul.

Pelipisku rasanya nyeri sekali, hingga secara tak sengaja aku memegang ujung pelipisku. Darah. Ada darah segar berwarna merah mengalir dari pelipisku.

Penghuni Lantai 4 [TAMAT!]Where stories live. Discover now