Part 14

12.6K 791 19
                                    

Mataku mengerjap kala mentari pagi yang melintas di sekitar wajahku, itu membuatku sangat jengkel. Aku terpaksa membuka kedua mata dan menguceknya. Ada Kak Jessie yang sedang membuka jendela kamarku. Kali ini aku enggan mengeluarkan tenaga untuk protes dan hendak tidur kembali. Biarkan saja sejenak ... tak lama lagi ia pasti akan mengamuk padaku untuk dibuatkan sarapan.

"Hmmm ...." Aku mencari posisi yang enak di kasur.

"Ck, sialan! Kenapa Kak Jessie rusuh banget, sih! Gak tau apa kalo hari ini tuh ...." Aku menjeda kalimat, berusaha mengingat sesuatu.

"ASTAGA!" Aku yang mendadak jadi heboh sendiri, membuat Kak Jessie bingung. Sial! Aku baru ingat bahwa hari ini nenek Ana akan mengajakku dan Abay pergi ke suatu tempat.

"Berisik!" protes Kak Jessie.

"Kak! Sekarang jam berapa?" tanyaku disertai rasa panik yang melanda, bahkan aku tidak menggubris ucapan Kak Jessie seperti biasanya.

Kak Jessie melirik jam biru yang dikenakannya. "Jam 10, dan lo tidur lama banget, kayak orang gak hidup!" sarkas Kak jessie. Tanpa basa-basi bertanya tentang sikapku yang panik ia langsung pergi dari kamarku.

"Astaga! Waktu gue tinggal 10 menit lagi. Mati gue! Aduh ... kenapa gue lupa masang alarm, sih!" umpatku pada diri sendiri.

Aku terburu-buru mengambil handuk dan mengunci pintu kamar mandi. Setelah selesai mandi aku bergegas menuju lemari dan mencari pakaian. Akibat tidak punya waktu banyak untuk memilih aku pun menarik pakaian yang ada di lemari sekenanya. Baju kotak-kotak berbahan kasar warna biru dongker yang tidak dikancing dengan dalaman baju warna hitam dan celana levis bewarna senada dengan bajunya. Aku merampas tas lempang bewarna cokelat di meja. Setelah siap, aku bergegas turun ke lantai 2.

"Gue mau pergi dulu, Kak. Ada urusan. Kalo lo laper di kulkas ada makanan cepat saji!"

"El, tapi itu sendalnya ...."

"Apa lagi sih, Kak?! Udah, gue buru-buru nih, palingan nanti gue pulang sore. Oke, dah!" Aku memotong cepat kalimat Kak Jessie tanpa menatap wajahnya, tak peduli apa yang hendak ia ingin ucapkan.

⭐⭐⭐

Tanganku memencet bel lantai 2 berkali-kali, setelah 2 menit lamanya akhirnya orang yang kutunggu keluar.

"Kamu sudah siap, Ella?" tanya nenek Ana. Ia mengamati penampilanku dari atas sampai ke bawah.

"Sudah, Nek! Apa aku terlambat?" tanyaku panik.

"Hanya sedikit. Santai aja, Nak. Itu nggak jadi masalah kok. Lagian tadi nenek juga beres-beres dulu." Nenek Ana tertawa ringan.

Itu membuatku cukup lega, tapi Abay yang berdiri di samping nenek Ana membuatku risi karena dari tadi ia tak berhenti menahan tawa sembari melirik ke arahku. Kenapa laki-laki itu bersikap aneh? Apa yang salah denganku?

"El, lo udah siap? Yakin pingin pergi kayak gitu?" tanya Abay, tawanya pecah.

Aku memasang wajah bego. Masih tak peka mengapa ia tertawa.

"It ... itu ... lo pake sendal jepit, hahaha. Lo pingin pergi pake sendal gituan?" Abay menunjuk sendal yang membungkus kedua kakiku, membuat arah mataku merosot ke bawah lantai.

Penghuni Lantai 4 [TAMAT!]Where stories live. Discover now