Part 25

9.6K 602 20
                                    

Kak Calvin menancapkan gas mobilnya, perlahan jarak mobil Kak Calvin semakin jauh meninggalkan perkarangan Black Pearl Residence. Padahal aku yang mengajaknya keluar, tetapi Kak Calvin bilang ia yang akan menentukan tempatnya.

"Kak, kita mau ke mana?" tanyaku, menoleh ke arah Kak Calvin yang kini mengendari mobilnya.

"Kafe Biru." Jawaban yang keluar dari mulutnya sangat singkat, padat, dan jelas. Aku hanya mengucapkan kata 'oh' sebagai balasannya.

Tak ada obrolan ringan di mobil, aku sendiri juga bingung ingin membicaran apa dengan Kak Calvin. Yang sejak tadi terpikirkan di otakku hanya satu orang, Kak Jessie.

30 menit kemudian aku dapat melihat papan yang ada di balik kaca mobil Kak Calvin, Kafe Biru. Yups! Sesuai dengan namanya, kafe ini menyedian berbagai macam nuansa yang berhubungan dengan warna biru. Bahkan lampu kafe di sini pun biru warnanya.

Aku membuka pintu mobil, disusul oleh Kak Calvin. Kedua kakiku mulai melangkah masuk ke dalam kafe. Mataku menatap awas sekitar, mencari bangku kosong yang pas untuk aku duduki. Hari ini kafenya terlihat ramai. Banyak pengunjung yang datang untuk berbincang, nongkrong, dan menyelesaikan tugas kuliah mereka. Rasanya aku sedikit kesulitan untuk menemukan bangku kosong.

"Kak, duduk di situ aja, mau gak?" tunjukku pada kursi yang berada di dekat jendela sambil menarik ujung baju Kak Calvin.

"Boleh juga."

Aku menggeser kursi yang ada di sebelah kiri, sedangkan Kak Calvin memilih duduk di hadapanku.

Kak Calvin menepuk tangannya untuk memanggil seorang waitress. Tak butuh waktu hingga 1 menit, waitress itu segera datang menuju meja kami seraya berlarian kecil membawa menu makanan di tangannya.

"Silahkan di pilih menunya, Kakak." sambut waitress itu dengan senyum ramah. Ia memberikan menu makanan kepadaku dan Kak Calvin. Aku tersenyum, membalas sapaan ramahnya.

"Saya ingin satu kopi hitam tanpa gula dan roti bakar selai nanas seporsi," ucap Kak Calvin lalu menutup buku menu yang ada di tangannya.

"Eummm ... saya pesan seporsi salad buah dengan segelas jus stroberi," timpalku.

Waitress itu tersenyum ramah kembali, tangan kanannya bergerak cepat mencatat pesanku dan Kak Calvin dengan pena hitam.

"Baik. Saya ulang sekali lagi, ya. Satu kopi hitam tanpa gula, seporsi roti bakar selai nanas, seporsi salad buah dan segelas jus stroberi. Ada lagi yang ingin dipesan, Kakak?" ulangnya sopan.

Aku dan Kak Calvin menggeleng serempak.

"Mungkin cukup itu aja dulu, Kak. Kalau nanti ada tambahan akan kami kasih tau," kata Kak Calvin.

"Baiklah, silahkan ditunggu hidangannya." Waitress itu pun pergi meninggalkan meja milikku dan Kak Calvin.

"Mau ngomong apa?" tanya Kak Calvin tiba-tiba.

"Eh? Itu ... anu ...."

"Ella, langsung to the point aja! Ini pasti tentang Jessie, kan?"

"Iya, Kak."

"Jessie kenapa lagi? Dia berulah sama lo? Apa dia semakin jail sama lo, heh?" tanyanya bertubi-tubi.

"Kak, kebiasaan lo. Kalau mau nanya satu-satu dulu," balasku sabar.

Kak Calvin menunjukkan deretan gigi putihnya yang rapi. "Hehehe ... maap."

"Itu ... gue rasa Kak Jessie mulai ...." Kak Calvin menaikkan satu alisnya, ia menunggu jawabanku yang menggantung.

"Mulai apa?" tanyanya tak sabaran.

"Kak Jessie mulai minum lagi." sambungku pelan. Raut wajah Kak Calvin sontak berubah drastis setelah aku memberitahu hal itu padanya.

"Dari mana lo bisa tau, El?"

"Akhir-akhir ini Kak Jessie pulang selalu larut malem, Kak. Alesannya sih, dia bilang sama gue mau kerja kelompok di rumah temennya, kalau gak main ke rumah temen. Tapi gak masuk akal, masa iya kerja kelompok dari malem sampai jam 3 pagi?" Aku berkata jujur, memberikan alasan logis padanya.

"Sebentar, makanan kita mau dateng." Kak Calvin memperingati.

"Silahkan disantap menunya." Waitress itu berbeda dari yang tadi, tapi sapaan mereka sama ramahnya. Aku mengucapkan terima kasih atas pelayanannya yang nyaman.

"Terus? Dari mana lo tau Kalo Jessie selalu pulang jam 3?" Kak Calvin melanjutkan pertanyaannya saat waitress itu meninggalkan meja kami. Ia melahap sepotong roti bakar pesanannya.

"Tiap jam 3 pagi selalu ada yang getok pintu gue, ternyata pas gue buka itu Kak Jessie. Dia jalannya persis banget kayak orang lagi mabok kalau pulang larut malam, ngomongnya juga suka ngaco. Gue pernah nyium bau alkohol dari mulutnya waktu dia lagi ngeracau." Aku memberi informasi lengkap.

Kak Calvin terdiam mencerna penjelasanku. Wajahnya seperti orang tengah berpikir.

"Kalo lo gak percaya, lo buktiin sendiri aja, Kak." Aku menantangnya. Lagi pula untuk apa aku berbohong? Berbohong tentang Kak Jessie benar-benar tidak ada manfaatnya, itu hanya akan membuang waktu.

"Gimana cara buktiinnya?"

Aku mendekatkan diri ke Kak Calvin, membisikkannya sesuatu. Kak Calvin meresponnya dengan mengacungkan kedua jempol.

"Ya udah, dimakan dulu makanannya, nanti keburu dingin."

"Salad emang dingin, Kak! Masa panas sih, emangnya sup."

Mata Kak Calvin menyipit, ia tertawa lebar. Namun, tawanya cepat berganti menjadi wajah datar. Aku yang menyadari perubahan raut wajahnya mengamati dengan bingung. Tatapan matanya juga berganti, kali ini tidak ke arahku melainkan ke arah di belakangku.

Aku menoleh ke belakang. Tidak ada hal ganjil di sana. Orang-orang yang tengah duduk menikmati makanannya, berlalu lalang, ditambah dengan 3 waitress yang sibuk mencatat pesanan para pelanggan. Itu pemandangan yang normal.

"Kak, lo gak papa, kan?" Aku mencoba menyadarkan Kak Calvin, mengibas-ngibaskan tanganku di depan wajahnya.

"Eh?" Kak Calvin tersentak dari lamunannya, ia menatapku campur aduk, antara terkejut dan takut.

"Ck! Lo ngeliat apa, Kak? Serius amat."

"Bukan apa-apa," balasnya tegas. Sorot matanya kini berusaha sibuk di segelas cangkir kopi hitam miliknya.

Tak lama mata Kak Calvin mencuri pandang ke belakangku lagi. Aku sangat bingung, kenapa ia bertingkah aneh? Aku mengikuti gerak-gerik mata Kak Calvin, tetapi aku memang tidak melihat apa-apa di belakang.

"Kak Calvin!" bentakku dengan nada yang kurang sopan padanya.

"Eh? Iya, kenapa?" jawabnya panik.

"Lo lagi liat apa, Kak? Aneh banget." Aku mencibir, tanganku mengambil potongan salad dengan sendok.

"Engg ... eng ... enggak! Gue gak ngeliatin apa-apa!" bantahnya tak mau kalah.

"Jangan bohong. Dari tadi mata lo ngelirik ke belakang gue terus. Emangnya di belakang gue ada apa?"

"Gak ada apa-apa, Ella."

Baru saja aku ingin protes, tapi Kak Calvin sudah mengalihkan pembicaraan.

"Lo libur berapa lama?" Huf! Jika sudah seperti, apa pun yang ditanyakan Kak Calvin menurutnya itu wajib dibahas. Pada akhirnya aku hanya bisa mengalah.

Kami pun berbincang-bincang masalah sekolah sembari menghabiskan menu yang tadi kami pesan.























































Follow Ig : oh.arabicca

See you😘

Penghuni Lantai 4 [TAMAT!]Where stories live. Discover now