Part 15

12.6K 786 23
                                    

Aku memasuki rumah mewah tingkat 5. Canggih sekali! Padahal tanganku belum menekankan belnya, tapi perlahan pintunya sudah terbuka, seakan tahu bahwa ada orang yang ingin masuk ke dalam.

"Wih! Keren banget!" Abay berdecak kagum sesekali mengelus-ngelus pintu yang terbuat dari kaca itu.

"Dih, gue tau keren, tapi lo gak usah norak kayak gitu juga kali! Najis!" umpatku judes setengah jijik melihat kelakuannya yang di luar nalar.

Nenek Ana menepuk dahi melihat kelakuan Abay.

Kami bertiga menginjakkan kaki di dalamnya. Sangat keren! Ada banyak sekali berbagai lukisan kuno, juga barang-barang langka yang sangat mahal harganya. Tangga yang berada di dalam rumah itu bahkan bukan berasal dari keramik, melainkan dari kaca bening sehingga terlihat transparan. Benar-benar mahakarya yang sangat cantik.

"Eh? Eliana? Apa kamu sudah lama menunggu?" tanya seseorang yang tak kukenali, bahkan aku tak sadar jika orang itu sudah berdiri di depan nenek Ana. Sepasang bola mataku sangat asyik melihat pemandangan yang ada di dalam rumah, mataku dalam sekejap langsung tersihir.

"Tidak, Wel. Aku baru saja masuk ke dalam rumahmu," sahut nenek Ana sambil tersenyum.

"Baiklah, kalau begitu mari kita mengobrol di ruang tengah." Orang asing itu merangkul pundak nenek Ana. Abay menepuk pundakku lalu berjalab mengekori.

Aku yang tersadar ikut mengekori dengan kedua mata menyipit, wajah orang asing itu membelakangiku, aku jadi tidak tahu tentang rupanya. Tanganku menarik lengan tangan Abay untuk mengikuti nenek Ana dan orang asing yang berjalan bersamanya.

Kami sampai di ruang tengah. Di sini ruangannya tak kalah indah indah, pemandangannya begitu tenang memanjakab mata. Di ruang ini ada beberapa sofa warna abu-abu yang empuk, juga meja yang terbuat dari kaca bening dengan ukiran bermotif geometris, terdapat pula televisi sebesar layar kaca bioskop, dan masih banyak lagi. Aih ini rumah atau apa?

"O iya, Wel. Perkenalkan, ini Ella dan yang ini Abay. Astaga, aku lupa mengenalkannya padamu tadi." Nenek Ana menyentuh pundakku dan Abay secara bergantian.

"Salam kenal. Kamu cantik sekali, Nak. Kamu juga tampan." Orang asing itu menjabat tanganku dan Abay.

"Perkenalkan, namaku Welli Ankey Abrisciaus, kalian bisa memanggilku nenek Welli." lanjutnya memperkenalkan diri.

"Namaku Ella Jasmine Parikesit," kataku sopan.

"Ah, nama yang sangat indah."

"Namaku Abay Dilliyan Manansala."

"Namamu juga indah, Nak."

Setelah kami berkenalan dengan orang yang sekarang aku panggil menggunakan sebutan nenek Welli ... karena memang usianya dan nenek Ana tidak beda jauh, nenek Welli memanggil seseorang pelayam untuk datang menghampiri kami.

"Iya, nyonya? Ada yang bisa saya bantu?" tanya orang yang memakai seragam serba putih. Mungkin ia adalag koki di rumah ini.

"Kalian ingin makan apa hari ini?" nenek Welli bertanya ramah kepada kami.

"Aku seperti biasanya. Kamu tau, kan?" kata nenek Ana.

"Macaroni schotel rasa keju dengan greentea ice?" tebak nenek Welli sambil tersenyum, sesekali menaik-turunkan alisnya. Hmmm ... sepertinya mereka adalah teman akrab.

Penghuni Lantai 4 [TAMAT!]Where stories live. Discover now