Part 33

9.4K 548 12
                                    

Sesampainya di rumah, aku langsung memutar knop pintu agar akses masuk tertutup, kemudian menuju ke tempat tidur dan menghempaskan tubuhku di kasur yang empuk. Aku merentangkan kedua tangan lebar-lebar, melakukan perenggangan pada tubuh.

Ekor mataku melirik ke arah jam dinding yang menempel di kamar. Sudah tengah malam, tapi mataku sulit diajak tidur. Baiklah, mungkin memainkan ponsel sejenak bisa menjadi obat tidur yang ampuh. Aku mencari benda pipih berlogo apel itu dan memainkan game online.

Bukannya tidur, perutku malah lapar. Aku menghentikan permainan dan turun dari ranjang, berniat ke dapur.

Ctek!

Lampu dapur menyala. Aku mengangkat jari telunjukku hingga menyentuh bawah dagu, menimang-nimang masakan apa yang akan kubuat untuk mengusir lapar. Bayangan semangkuk mi rebus yang nikmat dikonsumsi selagi hangat terlintas dalam benakku begitu saja. Hmm ... sepertinya makanan sederhana itu bisa menghentikan suara gonggongan yang ada di perutku malam ini.

Aku mencari panci, memasak air hingga mendidih, lalu mengobrak-abrik isi lemari makanan untuk mencari mi rebus. Setelah beberapa kali menelusuri berbagai loker, akhirnya aku menemukannya.

Tak butuh waktu hingga 5 menit, mi rebus telah matang. Aku menyajikannya di mangkuk dan menuang air putih dingin ke dalam gelas, lalu membawanya ke meja makan. Sebelum makan aku berdoa terlebih dahulu.

"Aduh, panas!" Aku sedikit berteriak.

Aku lupa jika mi itu baru saja diangkat dari panci. Ck, ini semua gara-gara perutku! Tak mau sabar menunggu, aku langsung meniup-niup mi itu agar cepat dingin. Sebenarnya meniup-niup makanan dilarang, jika makanan masih panas harusnya dibiarkan saja hingga sendirinya dingin atau di kipas-kipas menggunakan kertas. Tapi, dalam kasus sekarang perutku sudah meronta. Persetanan dengan kesehatan!

Bez!

Baru saja aku meniup mi sebanyak 2 tiupan, tiba-tiba lampu dapur mati. Aku beranjak bangun dari kursi, memeriksa colokan lampu dapur. Kupikir mungkin listriknya koslet.

Ctek!

Ctek!

Lampunya tidak menyala. Apa mungkin colokan kabelnya rusak? Sepertinya besok pagi aku akan mencari tukang untuk memperbaikinya.

"Sshhh ...." Aku tidak tahan ingin buang air kecil.

Akhirnya aku batal kembali ke meja makan dan lekas menuju ke kamar mandi. Begitu usai, perutku masih berbunyi. Wajar saja karena aku sama sekali belum menyentuh mi rebus itu.

Aku kembali menuju meja makan. Sesampainya di sana aku melongo, kaget dengan pemandangan yang ada di depanku.

Mi rebus itu sudah tumpah, mangkuk beserta gelasnya pun percah berkeping-keping, kursi dan meja makan yang semula nampak rapi kini terlihat berantakan.

Siapa yang melakukan hal ini? Aku merasa sangat marah. Bagaimana tidak? Aku belum membawa mi itu masuk ke dalam perut, dan sekarang aku tambah lapar! Haruskah aku memasaknya dari awal?

Dengan perasaan dongkol aku bertekuk lutut untuk membersihkan pecahan mangkuk dan gelas yang berserakan di lantai. Tanganku tak bergerak memunguti pecahan sesaaat kala aku menyadari ada sebuah tulisan bercak darah di meja makan. Aku menyipitkan mataku dan mengerutkan dahi untuk membacanya sebab tulisannya sedikit tidak jelas.

"Ikuti aku, Abay." Aku membaca kalimat itu.

"Ikuti aku, Abay?" ulangku menyerupai nada bisikan. Apa maksud dari tulisan ini?

Aku tak mengurus tulisan bercak darah itu lebih jauh dan mulai membersihkan pecahan beling yang berada di lantai kembali. Namun, ini kedua kalinya aku melihat tulisan bercak darah. Bibirku mengejanya lagi.

Penghuni Lantai 4 [TAMAT!]Where stories live. Discover now