Part 36

8.5K 523 5
                                    

Tubuhku menegang begitu mendengarnya. Kalimat inilah yang sedari tadi tidak aku harapkan.

Jika kalian bingung mengapa hanya Kak Jessie yang dicap sebagai pengikut sekte setan? Karena pada saat kami berdua tiba di tingkat 3, lebih tepatnya masuk ke dalam ruangan misterius yang berisi sesajen di dalamnya. Aku menoleh ke arah Kak Jessie yang sedang berdoa pada sat itu. Aku yang masuk karena dipaksa tanpa sadar mengikuti gerakannya, menutup mata dan menempelkan kedua telapak tangan di kening.

Namun, sebelum telapak tangan itu menempel di keningku dan berdoa, tiba-tiba saja ruangan itu bergetar hebat seperti gempa bumi. Aku yang meyadarinya langsung membuka kedua kelopak mata lalu menarik Kak Jessie untuk menjauh dari ruangan itu. Kesimpulannya adalah ... aku tidak sempat berdoa.

Aku sudah menduga fakta ini sebelumnya. Namun, aku tetap menepis pemikiran jelek itu lantas meyakinkan diri bahwa kerjadian waktu itu tak akan berdampak buruk bagi kami berdua.

"Te-terus, itu artinya Kak Jessie harus ngasih tumbal?" tanyaku ragu.

"Kakek gak tau, Neng. Kakek gak dapet semua informasi lengkap sebelum kakek memundurkan diri."

Aku tertunduk lemas sambil memainkan jari-jari jentikku.

"Misi, Kek. Keran air yang di sebelah sana sepertinya rusak," kata seorang lelaki yang seumuran dengan papaku.

"Oh iya, baik, nanti akan saya perbaiki. Terima kasih memberitahu saya." Kakek Letra tersenyum ramah.

"Sama-sama. Mohon maap kalau saya sudah mengganggu percakapan kalian berdua." Lelaki itu balas tersenyum ramah ke arah kakek Letra dan ke arahku. Aku menanggapinya dengan senyum tulus.

"Neng Ella, kakek mau lanjut kerja dulu. Kalo eneng Ella mau tanya-tanya ke kakek lagi,dateng aja ke taman. Biasanya kakek udah dateng dari jam setengah enam pagi sampe jam lima sore. Kalau kakek gak ada, eneng Ella bisa tanya ke penjaga taman di situ." kata kakek Letra sambil menunjukan pos security yang ada di samping taman.

⭐⭐⭐

"Dor! Jangan ngelamun!"

Aku membalikkan tubuh menghadap ke belakang, refleks memuncratkan air yang ada di mulutku.

"Ellaaa!" sungut Abay kesal. Ia membersihkan mukanya yang basah akibat air dari mulutku.

Aku terkekeh melihatnya menderita.

"Lo ke mana aja? Pergi ke toilet lama banget."

"Toiletnya penuh, jadi gue harus ngantri." Abay menyingkirkan sisa bulir air dari wajah.

"Ah! Rusuh banget lo, El! Muka gue yang ganteng jadi kotor, nih."

"Lagian siapa suruh lo bikin gue kaget dari belakang? Makan tuh, jail!" Aku sangat puas bisa mengejeknya.

"Huh!" Abay mendengus kesal.

"Ella! Abay!" Seseorang memanggil kami dari jarak jauh.

"Siapa?" tanyaku.

"Mesya manggil, ayo kita ke sana." Abay langsung pergi menyusul tanpa menungguku. Mungkin ia masih tak terima atas reaksiku barusa. Tapi itu bukan salahku! Lagi pula kenapa ia berniat jahil padaku?

Aku mencari tong sampah di sekitar, membuang botol air mineral yang tak lagi berisi lalu mengikuti langkah Abay.

Dam!

Anak kecil itu duduk di samping ayunan Lisa.

"Sini, El. Duduk. Lo mau duduk di mana? Samping ayunan gue? Apa di bawah kayak mereka?" tawar Lisa seraya menunjuk ayunan kosong di sampingnya dengan dagu.

Sebenarnya ada penghuni tak kasat mata yang sedang mendudukinya, hanya saja Lisa tidak menghetahuinya.

Aku menggeleng kecil tatkala anak kecil itu menyayat sebagian tubuh boneka beruangnya. Aku bergedik ngeri dan langsung menjatuhkan diri di bawah rerumputan.

"Gue duduk di sini aja," kataku.

Lisa mengangguk dan meminjam bola basket Kak Calvin untuk dipegang.

"Eh?" Lisa membuka percakapan setelah mendapatkan bola basket Kak Calvin. Aku dan teman-teman heran.

"Lo nyium bau asep sajen di sekitar sini?" lanjut Lisa. Tak kusangka ia akan bertanya seperti itu.

"Masa, sih? gue gak nyium bau apa-pa" elak Abay.

"Beneran, Bay. Gue gak boong! Coba deh, lo semua ngendus pelan-pelan." Lisa membela diri, meyakinkan bahwa aroma yang ia tangkap adalah asep.

"Ah, engga kok, Lis. Perasaan lo aja kalih," ujarku.

"Iya, Lis. Gue gak nyium apa-apa tuh, timpal Mesya

"Ih! Kalian kenapa pada nyebelin banget, deh? Gue gak boong! Gue serius."

Aku melirik ke samping ayunan Lisa, tempat di mana anak kecil itu duduk. Ia tak lagi merusak boneka beruangnya, tapi gunting itu masih berada di tangannya.

Aku berhenti melirik anak kecil itu dan memalingkan wajah ke arah Lisa.

"Zoey, Kak Calvin, lo berdua nyium bau asep sajen, kan? " Lisa bertanya ke Kak Calvin dan Zoey karena hanya mereka berdua yang belum berkomentar.

"Eh?" Zoey tak tahu bagaimana harus menanggapi pertanyaan Lisa.

"Gak tau," kata Kak Calvin singkat.

Aku dan Abay melongo, sesekali sambil melirik.

"Loh? Kok gak tau?" tanya Lisa heran.

"Ya, gue emang gak tau! Lagian ngapain sih, lo pake nanya sama gue!" Nada Kak Calvin mendadak tinggi seakan membentak Lisa. Yang mengajukan tanggapan terkejut, wajahnya berubah menjadi pucat dan takut.

Tanpa merasa bersalah Kak Calvin beranjak dan meninggalkan kami. Ia juga mengabaikan bola basketnya yang berada di kedua telapak tangan Lisa.

"Kakak lo itu lagi PMS, El? Padahal gue cuma nanya." Lisa memeluk bola basket Kak calvin.

"Emang lo beneran nyium bau asep, Lis?" Mesya bertanya.

"Ck! Ngapain gue boong, gak ada gunanya." Lisa mencebikkan bibir kesal.

"Biasanya kan, kalau bau asep sajen kayak gitu ada hantu tandanya." Mesya memancing topik.

"Hahaha, hantu?" Lisa tertawa, sekilas melirik jam di tangannya.

"Masih pagi, mana ada hantu? Hahaha, udah modern gini masih aja lo percaya sama hantu. Lagian kalo beneran ada kenapa hantu itu gangguin kita? Emangnya kita buat kesalahan?" Lisa tertawa cekikikan seorang diri. Beginilah cara Lisa menanggapi perkataan seseorang jika membahas masalah hantu.

Aku mengamati anak kecil yang duduk di samping ayunan Lisa.

Deg!

Anak itu mengacungkan guntingnya ke udara. Tatapan matanya sangat marah ketika Lisa berbicara seperti itu.

"Hahaha ... ya udah, gue mau ke toilet dulu." Lisa berdiri dari duduknya, ia melempar bola basket Kak Calvin ke arah Mesya.

"Eh, gue ikut. Sekalian Pingin cuci muka," celetuk Zoey membuntuti langkah Lisa.

Begitu Zoey dan Lisa menjauh, kami bertiga berbarengan melihat ke arah anak kecil itu.

"Manusia itu!" ucap anak kecil itu dengan suara parau, guntingnya diacungkan ke udara, ia meremas gagang guntingnya.

"Lihat saja nanti!" lanjutnya.

"Aku akan membalasnya!" Anak itu tersenyum singkat, bukan senyuman tulus, melainkan senyum kebencian yang ditunjukkan untuk lisa.

Anak kecil itu tertawa menyeramkan.

"Bersiaplah untuk bermain denganku. Malam ini!" serunya penuh amarah.

"AHAHAHAHA! AHAHAHAHA!" Ia mengakhirinya dengan tertawa keras.







































Follow Ig : oh.arabicca

See you😘

Penghuni Lantai 4 [TAMAT!]Место, где живут истории. Откройте их для себя