1. Selamat Datang

920 81 2
                                    

'Seorang siswi SMP tewas mengenaskan saat menyeberang jalan.'

'Tragis, gadis ini tewas mengenaskan saat akan mendaftar sekolah.'

'Tak hati-hati menyebrang jalan, bocah SMP tertabrak truk.'

•••

Entah di koran atau di notifikasi ponselnya, akhir-akhir ini Zea kerap kali mendapat atau melihat berita tentang Fanya. Dia ingin sekali bisa memutar waktu dan menarik teman bodohnya itu agar tidak menyeberang dulu. Oke, dia tahu kalau Fanya memang sangat menyukai lelaki tampan tapi hey, kenapa sampai tidak memperhatikan sekelilingnya.

"Bodoh!" Zea mengusap wajahnya kasar. Akhir-akhir ini dia semakin kesal karena melihat apa yang dulu tidak bisa dia lihat.

Dia memang telah diterima di SMA Anagata akan tetapi rasanya agak aneh kalau tidak mendengar curhatan Fanya atau suara cempreng nan melengking gadis bertubuh tinggi itu. Tak terasa tangannya sudah mengepal dan dia menggigit bibirnya begitu ingatan terakhir akan Fanya menghampirinya lagi. Ingatan sialan yang baru saja berhasil dia enyahkan dan sekarang, dia mati-matian berusaha agar terlihat biasa saja.

"Halo! Melamun terus nanti kerasukan lho!" Seorang lelaki seumuran dengannya menepuk bahu Zea. Menyadarkan Zea bahwa dia tengah berada di perpustakaan yang terasa penuh dan panas.

"Hah? Biasanya perpustakaan sepi ya," gumam Zea yang masih bisa didengar oleh lelaki di sebelahnya.

"Ya ampun sepi banget. Pasti lancar nih Wi-fi perpustakaan." Perempuan berseragam OSIS yang sering Zea lihat saat Pengenalan Lingkungan Sekolah duduk agak jauh dari mereka. Suaranya yang keras masih bisa didengar Zea dan membuat gadis itu mengernyit bingung.

Hell, jelas-jelas hampir semua bangku di sini penuh.

"Hafeez Rajata! Jangan menggoda anak orang," ujar lelaki dengan mata sipit dan raut muka judes.

"Apa sih, sana pergi!" usir Hafeez kepada Riki yang tiba-tiba datang.

"Dasar bocah." Riki mengacungkan jari tengahnya sambil berjalan keluar dan dibalas juluran lidah oleh Hafeez.

"Zea Mays? Namamu sepertinya tidak asing. Ah, Zea mays kan bahasa latinnya jagung." Mendengar namanya disebut, Zea menoleh dan mendapati lelaki berhidung mancung dengan alis tebal tengah menopang dagu menatapnya.

Zea menaikkan alisnya heran. Bagaimana lelaki itu bisa tahu namanya?

"Ah, kita satu kelas bahkan satu gugus. Kau lupa? Atau aura keberadaanku sangat tipis?" Hafeez terkekeh pelan lantas mengambil koran di meja belakangnya.

"Apakah kau yang dihukum joget di depan kakak kelas karena tidak membawa perlengkapan saat itu?" tanya perempuan tersebut, dia menatap Hafeez kembali untuk memastikan bahwa dia memang yang pernah dihukum waktu itu.

Hafeez mengangguk pelan, ia masih fokus membaca berita di koran itu. "Yeah lupakan hal memalukan itu. Perempuan itu harusnya hati-hati saat menyeberang jalan," komentar lelaki itu kemudian dia membalik halaman koran itu untuk mencari judul yang menarik untuk dibaca. Barangkali ada komik lucu di sana atau apa pun itu yang menghibur.

Mata Zea membulat kaget begitu sebuah kepala yang tersenyum lebar dengan mata melotot muncul di depannya. Perempuan itu hampir menjerit namun tangannya langsung dia gunakan untuk membungkam mulutnya, tentu saja dia tidak mau dikatai aneh. Wajahnya memucat, ia menunduk agar matanya tidak melihat sosok itu lagi.

"Hey, kau kenapa?" Hafeez menyenggol lengan Zea karena perempuan itu menunduk sambil membekap mulutnya.

Zea mendongak, kepala itu sudah tidak ada lagi. Ia menghela napas lega dan menoleh menatap Hafeez. "Aku sedang berlatih bernapas."

"Ke kelas yuk." Lelaki itu menarik kerah belakang seragam Zea agar perempuan itu berdiri.

Kelas? Bahkan tadi Zea ke perpustakaan karena sedang tidak ingin di kelas. Dia langsung disambut oleh seorang wanita gemuk yang melayang ketika memasuki kelas. Ia juga melihat anak laki-laki yang mungkin berumur lima tahun sedang duduk di meja guru sambil bertepuk tangan, alasan dia bertepuk tangan saja Zea tidak tahu. Perempuan itu memukul Hafeez yang masih menarik kerah seragamnya hingga lelaki itu mengaduh pelan.

"Lepaskan, nanti seragamku bisa sobek!" Zea menatap tajam lelaki di sampingnya yang memasang wajah seakan tadi dia tidak melakukan apa pun.

Hafeez langsung menarik tangannya menjauh dan bersiul sambil matanya mengamati sekitar. "Bagus, kau bisa mendapatkan seragam baru." Lelaki itu menaikkan alis kanannya sambil tersenyum lebar, membuat Zea merinding dengan ekspresi muka lelaki itu.

"Jauh-jauh sana!" Zea mendorong lengan Hafeez agar lelaki itu menjauh lantas berjalan menuju kelas.

Di depan laboratorium fisika, bulu kuduk perempuan itu meremang kemudian dia menoleh ke belakang namun hanya ada Hafeez yang sedang bersiul dengan dua tangan dimasukkan ke saku celana. Ketika dia menatap ke dalam laboratorium fisika yang sepi, ia langsung disuguhi dengan pemandangan yang membuat matanya melotot. Sesosok nenek bergigi keropos sedang membelai rambut anak yang tadi pagi bertepuk tangan di meja guru. Zea langsung menggelengkan kepalanya dan mencubit tangannya sendiri, berharap ia tidak bisa melihat hal yang dulu tak bisa dilihatnya.

"Kenapa berhenti?"

Zea hanya diam dan tidak menanggapi pertanyaan Hafeez. Ia melanjutkan perjalanan ke kelasnya dengan cepat karena melihat beberapa makhluk aneh bersliweran di sekitarnya. Bahkan beberapa detik yang lalu ada yang berbisik lirih mengucapkan 'halo, selamat datang' kepadanya.

"Selamat datang di X IPA 1!" Wanita gemuk itu lagi-lagi menyambutnya di depan pintu masuk kelas.

Zea meliriknya sekilas namun tidak berniat membalas apa yang dikatakan Wanita gemuk itu. Saat akan melangkah masuk, Wanita itu menghadangnya sambil kedua tangannya berada di pinggang. Ia menatap Zea tajam kemudian memutari perempuan itu beberapa kali.

"Kau bisa melihatku, Nak? Astaga akhirnya ada yang bisa melihatku selain dia." Wanita itu tersenyum begitu lebar kemudian menepuk pipinya sendiri. "Panggil aku Bibi Selene, oke!"

Perempuan berseragam osis itu memutar bola matanya malas dan mengangguk pelan agar obrolan ini tidak berlanjut lagi.

"Kau ini suka sekali melamun ya." Hafeez berdiri di sampingnya, menyenggol lengan Zea agar perempuan itu minggir sedikit.

"Manusia menyebalkan!"

•••

HUEHEHEHE
Akhirnya kesampean juga nulis cerita ini. Btw alurnya agak beda dan ada tambahan tokoh juga. Semoga suka yaaa:')

Jangan lupa vote dan comment biar aku semangat nulisnya huehehehe.


31 Desember 2018

Aku Bisa Melihat MerekaWhere stories live. Discover now