26. Mantra Pengejut Manusia

404 58 20
                                    

Sesosok pria berpakaian serba hitam dengan wajah gosong membuat Zea membulatkan matanya dan langsung menghirup oksigen di sekitarnya sebanyak-banyaknya. Pria itu menatapnya tajam seolah dia baru saja melakukan sesuatu yang menyinggung pria itu. Kini mata pria itu berubah menjadi abu-abu, bagaimana bisa?

Ketika pria itu mendekatinya yang kini membeku di depan pintu kamarnya, Zea mendadak gemetaran. Kakinya tidak singkron dengan otaknya yang memerintahkan untuk berlari.

"Kau tidak menyelesaikan misi yang kuberikan? Padahal hanya satu misi itu saja lalu aku akan memaafkan kau di masa lalu."

Zea melongo, dia bahkan sepertinya tidak pernah mengusik pria itu. "Memangnya apa salahku padamu?"

Pria itu menunjuk wajah gosongnya kemudian menatap Zea dingin. "Kau melakukan ini padaku."

"Astaga, aku bahkan tidak pernah membuat masalah denganmu," sangkal Zea ketika pria itu seolah mengatakan bahwa dia penyebab dari luka itu.

Belum juga Zea melontarkan penolakan atas tuduhan itu, pria berpakaian serba hitam itu menghilang. Entah mengapa sekarang dadanya begitu sesak dan ia membutuhkan oksigen yang lebih banyak. Tubuhnya yang sangat lemas ia paksa memasuki kamar dan berbaring di kasur. Tangan kirinya juga terasa sangat sakit padahal ia tidak melakukan sesuatu yang melukai tangannya.

"Zea, ayo berangkat!" seru Ory sembari membuka pintu kamar adiknya.

Ia melihat adiknya yang sedang menyelimuti tubuhnya yang sudah memakai seragam. "Kau sakit?" tanyanya kemudian menyentuh dahi adiknya yang panas.

"Aku baik-baik saja. Kau berangkat saja, pagi ini kau ada les kan?"

Ory menggeleng, perempuan itu mengambil handuk kecil miliknya dan membawa sebuah baskom berisi air. Ia lantas mengompres Zea lalu berjalan ke dapur untuk membuatkan susu cokelat panas dan roti selai. Ory juga mengambil obat penurun demam dan memberikannya pada adiknya.

"Aku berangkat dulu. Kalau butuh sesuatu kau bisa menelponku. Cepat sembuh ya," ujar Ory setelah mengelus rambut adiknya pelan.

Zea mengangguk pelan kemudian memejamkan matanya. Ia sungguh pusing dan merasa begitu dingin ketika berusaha mengingat apa yang ia lakukan di masa lalu. Bahkan ia sangat ingat jika ia baru bertemu pria itu saat dia bisa melihat hantu. Berarti pria itu bukan manusia melainkan makhluk aneh yang bisa ia lihat.

Lalu mengapa dia mengatakan hal itu padaku?

Semakin berusaha mengingatnya, kepala Zea malah makin sakit. Akhirnya gadis itu memilih untuk tidur saja tanpa meminum susu ataupun memakan obat dan roti yang disiapkan kakaknya.

Ponselnya yang terus menerus berbunyi membuat pening Zea bertambah. Perempuan itu melepaskan kain yang melekat di dahinya kemudian mengambil ponsel di meja belajarnya. Banyak sekali pesan dari satu kontak saja.

Zea hanya membacanya, tidak berniat membalas. Ia memang tidak mematikan wifi ponsel jika sedang di rumah. Ketika hendak mematikan ponselnya mendadak ponselnya berdering dan menampilkan nama orang yang tadi mengirimnya pesan spam.

"Halo," ujar Zea pelan.

"Kau tidak berangkat sekolah? Kenapa? Ada apa denganmu?" tanya orang di seberang sana.

Zea menghempaskan tubuhnya di kasur kemudian menyelimuti dirinya sendiri hingga sebatas dagu. "Sakit," balasnya singkat.

"Sungguh? Tunggu, aku mau bolos saja lagipula pelajaran membosankan."

"Cih, tidak penting sekali. Bye." Zea memutus sambungan telepon itu lantas melempar ponselnya ke sampingnya. Ia malas sekali dengan benda itu, orang lain, bahkan ia juga sedang malas berpikir.

Aku Bisa Melihat MerekaOnde histórias criam vida. Descubra agora