16. Mirip dengan Buah Berduri

491 53 14
                                    

Bel istirahat berbunyi. Zea langsung keluar kelas dengan membawa botol minum. Dia merasa kelasnya begitu pengap sejak kedatangan beberapa hantu yang entah dari kelas mana. Apakah hantu juga bernapas? Sepertinya tidak.

Perempuan itu duduk di bangku sendirian sementara beberapa kawannya menuju kantin. Ada juga yang sedang bernyanyi-nyanyi di depan kelas. Dia tidak terlalu peduli dengan mereka karena terlalu malas beranjak dari bangku itu. Ia membuka tutup botol itu kemudian meminum isinya hingga tinggal setengah.

"Hai."

Zea mendongakkan kepalanua untuk melihat yang menyapa. Dia lelaki dengan seragam lusuh dan wajah begitu pucat serta sepertinya lelaki itu seumuran dengannya.

"Halo," jawab Zea seadanya. Lelaki itu tersenyum masam. "Ada apa?" tanyaku.

"Aku Darren. Kau Zea 'kan?" Lelaki bernama Darren, bukankah namanya mirip buah berduri?

Zea mengulurkan tangannya hendak menyalami Darren akan tetapi lelaki itu menghindar. Perempuan itu menyipitkan matanya kemudian menghela napas ketika sadar jika lelaki di depannya bukan manusia.

Darren tersenyum manis hingga menampakkan lesung pipinya saat Zea menatapnya. Sepertinya nanti Zea perlu membandingkan mana yang lebih manis antara senyum Darren dan cokelat

"Aku seumuran denganmu, ngomong-ngomong," ujar Darren dengan tenang sembari mendudukkan diri di samping Zea.

Perempuan itu hanya mengendikkan bahu tidak peduli kemudian sibuk menatap hantu-hantu yang berlalu lalang. Sepertinya melihat hantu beraktivitas lebih menarik daripada melihat manusia beraktivitas. Yah, walaupun ada beberapa hantu bertampang menyeramkan yang langsung membuat Zea memalingkan wajah.

"Jagung, bicara dengan siapa dari tadi?" Hafeez lagi. Dia duduk di tempat yang tadi ditempati Darren.

"Lho dia ke mana?" gumam Zea ketika tidak mendapati adanya Darren di sampingnya

Kok bisa duduk padahal ada Darren di sana? Darren bergeser sedikit. Dia tersenyum kemudian lenyap.

"Namaku Zea, bukan Jagung," desis Zea begitu sadar Hafeez baru saja memanggilnya dengan sebutan 'Jagung'.

Hafeez memutar bola matanya malas lalu menyambar botol minum Zea dan meminum isinya hingga habis, membuat si pemilik melotot tidak terima. Perempuan itu menerima botol kosong tersebut dengan cemberut tanpa protes. Dia masih ingat lelaki itu memberinya air mineral beberapa kali.

"Aku tiba-tiba merasa haus sekali. Asal kau tahu, manusia tidak akan bisa menyentuh hantu," bisik Hafeez begitu pelan di dekat telinga Zea, membuat perempuan itu merinding sejenak.

Zea bergeser agak menjauh sambil menatap Hafeez yang terlihat menyeramkan saat ini. "Tidak tanya." Dia menjulurkan lidahnya mengejek Hafeez.

"Ngomong-ngomong, tadi kau berbicara dengan siapa?" Hafeez menyisir rambutnya ke belakang dengan tangan. Setelah itu dia menatap Zea lagi, namun tetap saja ada beberapa helai rambut yang menutupinya.

"Sepertinya kau perlu potong rambut. Lihatlah sepertinya matamu akan tertutupi dengan rambutmu. Aku takut nanti kau akan menabrak sesuatu saat sedang berjalan," cerocos Zea setelah mengamati pergerakan Hafeez.

"Kau lumayan cerewet juga." Lelaki itu akhirnya mengeluarkan permen mint dan memberikan dua buah ke Zea.

Zea membuka bungkus permen itu kemudian memasukkan permen berbau mint itu ke mulutnya. "Biasa saja. Tadi itu Darren, hantu yang mengaku seumuran denganku. Entahlah dia tiba-tiba datang dan mengajakku berkenalan."

Lagi-lagi kalimat panjang yang diucapkan oleh Zea membuat Hafeez sedikit heran. Alasannya sederhana, Zea biasanya tidak banyak bicara.

"Aku sudah tahu. Dia tidak seumuran dengan kita, kurasa jika dia masih hidup dia seumuran dengan Orion." Lelaki itu menatap Zea yang mengernyit bingung seperti sedang memikir.

Tentu saja Zea sedang memikir, darimana Hafeez dapat informasi sepertinya itu? Apa dia sangat niat mengumpulkan informasi mengenai hantu-hantu di sekolah ini? Zea rasa Hafeez terlalu malas untuk melakukan itu.

"Kok kau bisa tahu? Kalau sudah tahu kenapa tanya?"

"Ya karena aku tahu dan agar tidak salah mengenali kalo itu Darren." Jawaban Hafeez barusan langsung saja membuat Zea menjitak kepala lelaki itu. Jika punya batu di tangannya mungkin dia akan melempar ke hidung Hafeez.

Hafeez terkekeh pelan melihat ekspresi Zea. "Tentu saja aku tahu karena aku ada di sana saat kecelakaan itu terjadi. Yah aku tidak bisa berbuat apa pun saat itu."

"Jika dia seumuran dengan Orion, berarti dia seumuran dengan kakakku. Eh, kecelakaan apa memangnya?" Zea menatap Hafeez serius. Perempuan itu menautkan alisnya ketika Hafeez tidak kunjung menjawab.

"Kadang ada sesuatu yang tidak harus kau ketahui," bisik Hafeez dengan nada rendah lalu meninggalkan Zea sendiri di depan kelas.

Lagi-lagi Zea merinding mendengar suara Hafeez yang seperti ini. Ada apa sih dengan lelaki itu?

•••

"Kakak, belikan aku boneka baru." Sesosok anak kecil yang tadi Zea temukan menangis di dekat rumahnya kini merengek dengan tatapan memelas.

"Apa? Aku tidak akan melakukannya karena aku benci boneka," desis Zea kesal lantaran gadis kecil itu membawa boneka panda lusuh yang sudah dijahit di beberapa bagian.

Okey, Zea sempat berpikir apakah boneka itu roh boneka panda? Astaga itu aneh sekali bukan, mana mungkin boneka punya nyawa.

"Belikan aku boneka!" Anak itu menatap mata Zea dengan tajam namun tidak membuat Zea ketakutan.

Zea justru memutar bola matanya malas. "Adik kecil, sebaiknya kau kembali ke alammu." Perempuan itu langsung memasuki rumah namun tetap saja hantu cilik itu mengikuti dia.

Ah terserah, aku tidak peduli.

"Zea! Ini aku, Darren." Zea langsung membuka matanya yang hampir terpejam karena sangat mengantuk. Bahkan ia masih terduduk di sofa ruang keluaga.

Ia mengerjapkan matanya beberapa kali dan benar saja dia melihat Darren berdiri di depan televisi. "Kenapa kau bisa ada di sini?"

"Bisakah kau menolongku?" Darren menatap Zea dengan sorot mata putus asa, membuat perempuan itu tidak tega.

"Menolong bagaimana?"

"Bisakah kau menyampaikan pesan ini kepada ibuku? Katakan padanya bahwa aku tidak sakit lagi dan jangan menyalahkan diri sendiri. Kumohon, Ze, tolonglah aku. Agar aku bisa pergi dengan tenang." Lelaki itu menyatukan kedua tangannya kemudian mendekat ke Zea.

"Ibumu? Aku saja tidak tahu dia yang mana." Perempuan itu menghela napas kemudian menguap dan menepuk-nepuk dahinya sendiri

"Ini alamatnya." Lelaki itu menunjuk kertas yang terletak di meja.

Zea mengambil kertas itu dan membaca sekilas. Alamatnya dekat dengan sekolah, mungkin tidak ada salahnya membantu Darren agar lelaki itu kembali dengan tenang. Bukankah itu juga misi Nightmare? Setelah Zea membaca kertas itu, Ory duduk di samping Zea tiba-tiba.

"Baru pulang ya?" tanya Ory sambil mengambil remote televisi dan menyalakannya.

"Hmmm," gumam Zea sedikit malas, dia bahkan belum sempat menyerbu Darren dengan berbagai pertanyaan dan Oryza malah datang.

Darren sontak langsung membulatkan matanya. Lelaki itu langsung menghilang dari sana.

Sebenarnya kenapa?

•••

Huehueee akhirnya Darren ama Abel muncul 😂
Nahloh beda kan dari versi cerpennya. Semoga suka:)

Aku Bisa Melihat MerekaDonde viven las historias. Descúbrelo ahora