21. Mau ke Taman Kota denganku?

398 62 20
                                    

Pagi ini Zea berangkat sekolah diantar  kakaknya. Dia mengenakan masker berwarna abu-abu yang tentu saja dia gunakan untuk menutupi memar di pipinya. Lehernya masih agak sakit karena cekikan semalam. Dia juga memakai jaketnya karena dipaksa Ory.

Zea juga mengikat rambutnya ekor kuda. Ia turun dari motor ketika Oryza memberhentikan motornya di depan gerbang sekolah. Gadis berwajah agak judes itu mengelus rambut adiknya.

"Hati-hati," ujarnya lalu melajukan motornya meninggalkan Zea yang masih melambaikan tangan.

Gadis bermasker abu itu melangkahkan kakinya memasuki sekolahan. Menyusuri koridor kelas sebelas yang agak ramai agar cepat sampai kelas. Dia dikejutkan dengan kehadiran hantu cilik yang selalu memegang boneka, siapa lagi kalau bukan Abel. Hal itu membuat Zea berhenti berjalan.

"Kakak, kenapa tidak mengajakku tadi?" tanya gadis cilik itu kemudian menggembungkan pipinya.

Andai saja Abel masih hidup mungkin Zea dengan senang hati akan mencubit pipi Abel. "Minggirlah. Aku tidak suka kau berada di sekitarku," ujar Zea dengan nada tajam dan tatapan menusuk.

Buru-buru Abel bergeser agar Zea lewat. "Kau bisa melewatiku kalau mau."

Zea menoleh karena hantu cilik itu mengucapkan kata itu setelah dia berjalan beberapa langkah. Namun kemudian sisi tidak pedulinya keluar. Dia hanya mengendikkan bahu tidak peduli. Lagipula jika diladeni terus hantu itu akan menyebalkan seperti Fred. Saking fokusnya memikirkan beberapa hantu yang mengganggu hidupnya, Zea tidak sadar jika telah menabrak punggung seseorang.

"Bisakah kau melihat saat berjalan?" Suara lelaki yang tidak dia kenal langsung membuat Zea tersadar dari lamunannya.

Ia mendongak menatap lelaki yang menjulang begitu tinggi. Hidungnya begitu mancung, barangkali lebih mancung daripada hidung Hafeez. Wajah lelaki itu terlihat tidak begitu suka ketika Zea menatapnya.

"Maaf, saat berjalan aku lebih suka bernapas. Jangan lupa bernapas ya, ehm Kak Adnan." Gadis itu barusan melirik name tag lelaki itu kemudian lagi-lagi mengendikkan bahunya tidak peduli dan berjalan ke kelasnya.

Memasuki kelas, Zea langsung disambut dengan teriakan melengking Dea memanggil namanya. "Zea aku ada kabar bahagia! Nanti aku akan mentraktirmu makanan kantin!"

"Ada apa memangnya? Sampai histeris." Gadis berkucir kuda itu memutar bola matanya malas. Semakin ke sini, dia jadi melihat sosok Fanya di diri Dea.

Dea berjalan mendekati bangku Zea dan berbisik, "Aku sudah jadian dengan Gian."

Zea tersenyum lebar di balik maskernya. "Nanti belikan aku jajanan yang banyak ya!" seru gadis itu girang.

"Makanan saja kau langsung tertarik," ujar Dea sembari terkekeh dan melirik Gian yang sedang tertidur di bangku paling pojok.

Zea meletakkan tasnya di meja kemudian kepalanya dia letakkan di sana. Gadis itu masih belum melepas jaket, ia sungguh ingin tidur saat ini. Jika hari ini tidak ada ulangan pelajaran Ppkn mungkin dia tidak berangkat. Masih bergelung dengan selimut dan bermesraan dengan kasur.

"Kau berangkat ternyata. Kukira tidak berangkat," ujar suara serak yang sudah terlalu sering Zea dengar.

Mendadak ia merasa mual karena mengingat kejadian berdarah semalam. Ia menutup matanya, tidak mau bertatapan dengan Hafeez. Beberapa saat kemudian ia merasa ada yang mencubit hidungnya, membuat Zea membuka mata dan langsung bertatapan dengan mata hazel Hafeez.

"Kau sakit?" tanya Hafeez sambil meletakkan punggung tangannya di dahi Zea.

"Tidak, aku baik-baik saja," ujar Zea mantap, nada suaranya terdengar berbeda di telinga Hafeez. Perempuan itu menjadi agak ramah.

Aku Bisa Melihat MerekaTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon