6. Cicak-cicak di Dinding

546 57 7
                                    

"Apa maumu?" tanya Zea sebal. Bagaimana tidak? Dia risih sekali melihat hantu itu karena sering tersenyum begitu lebar.

Fred tersenyum lagi, astaga Zea benar-benar merasa sangat ingin menendang hantu itu dari hadapannya sekarang juga. "Kau," jawabnya singkat sembari memutar mengelilingi Zea beberapa kali. Hal itu membuat perempuan itu merinding.

Zea menggigit bibir agar tidak terlalu merinding karena hantu sialan itu malah terus menatapnya lekat. "Tidak jelas sekali! Pergi sana jangan menggangguku."

"Tapi, kau tidak ingat dulu kau sangat tergila-gila padaku?" Fred mengangkat kedua alisnya sembari masih menatap Zea untuk menunggu jawaban perempuan itu. Aha, sepertinya perempuan ini memang benar-benar lupa kenangan mereka.

"Kau gila ya? Bahkan melihatmu saja membuatku ingin menampar ginjalmu. Aih, aku ingat pasti kau sudah tidak memiliki ginjal karena telah membusuk." Zea mencengkeram roknya, perempuan itu menatap hantu berpakaian lusuh itu dengan tatapan menantang. Sungguh, sebenarnya dia masih memiliki beberapa kalimat tajam yang menusuk untuk hantu menyebalkan di depannya itu.

Hantu itu bertepuk tangan lantas menatap sekeliling. "Aku lupa kalau kau sudah berbeda. Kata-katamu lebih menusuk. Untung saja aku tidak memiliki hati."

"Otakmu mungkin juga sudah lenyap karena kau menjadi hantu," gerutu Zea sebal. Oh ayolah dia sangat ingin menghajar hantu menjengkelkan ini agar tidak bertemu dengannya lagi.

"Ayolah ikut denganku. Kau pasti akan bahagia," bisik Fred lirih di telinga kiri Zea, perempuan itu langsung mengelus telinganya lantas mengelus tengkuknya.

"Ikut ke mana, eh?"

"Bersamaku. Kita akan seperti dulu lagi!" Dia tertawa senang, empat detik kemudian tawa itu lenyap.

Digantikan dengan senyuman kala itu, senyuman di tengah jerit orang-orang karena tewasnya perempuan yang mirip dengan Zea.

"Oh kumohon jangan senyuman itu lagi," ujar Zea pelan sambil berbalik dan berjalan menuju kelas, menahan agar melangkah tanpa menoleh.

"Hey mau ke mana?" Tiba-tiba saja Fred sudah di depannya. Astaga Zea benar-benar tidak ingat kalo Fred itu bisa muncul di mana pun.

Lho kok dia jadi ingin memiliki kemampuan seperti itu?

Tidak penting, sekarang Zea hanya ingin ke kelas untuk menyumpal telinganya dengan earphone karena sialnya benda itu masih di tas. Perempuan itu lantas mengacuhkan hantu tersebut dan berjalan ke kelasnya dengan tergesa. Kan tidak lucu kalau Fred menghadangnya lagi dengan senyuman yang membuatnya merinding.

Ketika Zea tiba di kelas, siswi yang tengah sibuk berdandan di dekat kaca kelas langsung menoleh. "Oi Zea, dari mana? Untung saja Bu Anjar sedang ke ruangannya untuk mengambil laptop," ujar Riana setelah selesai memoles bibirnya dengan lipbalm.

"Kantin," jawab Zea singkat. Perempuan itu lantas menuju bangkunya kemudian mengeluarkan seperangkat alat berperang. Ya, dia tahu kalau sebentar lagi pasti Bu Anjar akan mengajarkan materi Kimia yang kemarin beliau janjikan di grup LINE.

"Nanti kalau aku tidak paham ajari ya." Manda yang duduk di depan Zea tiba-tiba menghampiri Zea dengan tatapan memelas.

"Okey." Zea mengangguk sembari mengacungkan jempolnya hingga membuat Manda tersenyum bahagia.

'Tuinggggg'

Bunyi ponselnya membuat Zea mengumpat dalam hati lantas menatap orang sekelilingnya yang nampak cuek melakukan kegiatan masing-masing. Syukurlah tidak menjadi hal yang memalukan. Dia lantas menjadikan ponselnya hening setelah itu membaca pesan sialan yang membuat ponselnya berbunyi.

Hafeez Rajata: Ini aku. Kalau ada sesuatu bilang saja ke aku.

Zea Mays: Harus ya? Maaf, Anda siapa saya?

Hafeez Rajata: Calon temanmu

Zea Mays: Tidak peduli

Hafeez Rajata: Sialan dasar Jagung

Zea menoleh ke bangku di belakangnya namun Hafeez tidak ada, hanya ada tas serta sebuah buku di mejanya. Perempuan itu lantas mengendikkan bahu dan tanpa sengaja menatap Hafeez tengah duduk di pojok ruangan dengan ponsel di tangan.

Merasa sedang ditatap, lelaki itu menyisir rambutnya yang menutupi mukanya dan menatap Zea. Dia menaikkan sebelah alisnya lantas berdiri dan berjalan menuju bangku lantaran Bu Anjar sudah memasuki ruangan dengan membawa sebuah laptop berwarna biru muda di tangan kirinya.

"Baiklah Ibu akan mengajarkan kalian materi baru seperti yang Ibu janjikan di grup," kata Bu Anjar seraya membuka laptopnya lantas menatap seorang murid yang mengangkat tangan.

"Lain kali jangan janji-janji lagi ya Bu." Gian-lah yang mengangkat tangan sekaligus mengucapkan kalimat itu.

Bu Anjar menatap Gian heran kemudian berkata, "Kenapa Gian? Kau tidak suka?"

"Katanya kalau kebanyakan janji bisa membuat orang lain baper, Bu!" ujar Riki yang sengaja duduk di bangku paling depan dekat pintu masuk. Sebenarnya bocah itu duduk di deretan sebelah Hafeez.

"Kalian ini ada-ada saja." Bu Anjar terkekeh pelan kemudian lanjut memainkan laptopnya mencari materi yang hendak dia ajarkan. Materi itu dia share ke grup LINE agar muridnya bisa mempelajarinya kembali di rumah.

Setelah membagi materi, Bu Anjar lantas menjelaskan panjang lebar mengenai materi itu. Sesekali dia juga menanyai apakah ada yang masih belum paham. Well, seperti biasa, tidak ada yang mengangkat tangan padahal lihat saja nanti kalau sudah diberi tugas mereka mendadak kesal karena tidak paham dengan materinya.

"Cicak-cicak di dinding. Diam-diam merayap, datang seekor nyamuk."

Suara nyanyian lelaki membuat konsentrasi Zea menjadi rusak. Perempuan itu mencari dari mana asal nyanyian itu. Teman-temannya nampak tidak ada yang sedang menyanyi karena saat ini juga dia masih mendengar lagu itu.

"Cicak-cicak di dinding. Diam-diam merayap, datang seekor nyamuk. HAP lalu ditangkap."

Perempuan itu merasa kepalanya ada yang meniup setelah lagu itu terdengar kembali, hingga membuatnya mendongak dan mendapati Fred tersenyum ramah kepadanya.

"Mari berteman. Aku tidak akan menyakitimu," ujar Fred seraya berpindah ke depan Zea lantaran kasihan melihat Zea harus mendongak.

"Hah?" Zea menatap hantu tersebut heran. Dia mengedipkan matanya beberapa kali kemudian mengelus tengkuknya.

"Aku anggap itu persetujuan darimu."

"Hey, sialan!" Hafeez berteriak kesal membuat pandangan satu kelas termasuk Bu Anjar tertuju pada lelaki itu.

"Ada apa Hafeez Rajata? Kau mengataiku?" Bu Anjar yang sebelumnya duduk di kursi guru sekarang berjalan ke bangku Hafeez.

•••

Hore aku update lagi hehehee. Semoga suka yaaa

Makasih udah mau baca

Aku Bisa Melihat MerekaWo Geschichten leben. Entdecke jetzt