23. Pukulan Dalam

347 61 19
                                    

"Pstt. Bisakah kau diam dulu," ujar Hafeez yang sedang berusaha membobol pintu belakang sebuah rumah. Ini sudah 10 menit ia melakukan usaha agar bisa memasuki rumah itu namun tak bisa.

Zea akhirnya menepuk Hafeez dan menyuruh lelaki itu untuk bergeser. "Minggir," ujarnya.

Gadis itu menggunakan jepit rambutnya untuk membuka pintunya. Setelah beberapa kali mencoba, akhirnya berhasil. Hal itu membuat hantu yang dari tadi berceloteh kini berseru senang.

"Kau berbakat dalam hal membobol rumah orang, Jagung."

"Tunggu, bukannya Bella bisa memasuki rumah ini tanpa menggunakan pintu ya?" tanya Zea heran.

"Entahlah dia kadang memang seperti itu." Hafeez kemudian memasuki rumah berbarengan dengan Zea. Tak lupa ia juga menutup pintu rumah itu.

Mereka berjalan mengikuti Bella hingga tiba di sebuah kamar luas. Kamar bernuansa biru, ada beberapa foto lelaki yang Zea tebak pasti menempati kamar ini. Zea berjalan mendekati beberapa foto di dinding. Tidak ada yang istimewa dari foto itu.

Tunggu, dia menangkap benda mencurigakan di tempat sampah. "Ini apa?" Gadis itu menunjuk botol-botol berbau alkohol.

"Edwin memang pemabuk." Bella sekarang tengah duduk di kasur seraya memandangi foto mantannya. Dia sungguh menyukai Edwin, hingga membuatnya begitu bodoh.

"Zee, bisa kau pasang benda ini di tempat tersembunyi namun strategis untuk menangkap suara?" Hafeez menyerahkan sebuah benda hitam yang merupakan perekam suara.

"Okey." Gadis itu menelusuri kamar tersebut dan memilih bawah almari untuk menempel benda itu.

"Sekarang aku akan menempel kamera pengintai ini. Bisakah kau cari tempat yang pas?" Lelaki itu menunjukkan benda kotak kecil yang dia modifikasi sendiri menjadi kamera pengintai.

"Bagaimana jika di pojok ruangan? Sepertinya kotak itu pas karena warnanya biru." Zea sekarang mengamati Hafeez yang sedang menyuruh Bella untuk meletakkan kamera itu di sudut ruangan atas dekat dengan jendela.

Sangat pas sekali untuk melihat seluruh kamar. Hafeez menatap laptopnya puas kemudian mengambil surat dan foto yang tadi dia siapkan dengan Zea. Ia tahu Edwin akan kencan dengan beberapa wanita hari ini sehingga mantan Bella itu pasti akan pulang malam.

"Oh iya, dulu saat aku masih bersama dia, aku selalu merekam momen bersama. Aku memberikan flashdisk pada Edwin agar dia menontonnya. Namun sepertinya lelaki itu tidak menonton video bersama." Bella menunduk sedih namun kemudian menatap foto Edwin tajam, seolah itu adalah sosok nyata Edwin.

"Apa ada kemungkinan dia masih menyimpan flashdisk itu?" tanya Hafeez yang sekarang sedang menatap kamar itu untuk mencari sesuatu yang mencurigakan atau setidaknya yang menarik perhatiannya.

"Ya, coba kau cari di kotak yang dia letakkan di kolong tempat tidur." Hantu itu masih duduk dengan tenang di lemari.

"Ada, Feez!" seru Zea antusias ketika dia menemukan sebuah flashdisk di kotak itu.

Hafeez langsung menerima flashdisk itu dan memasukkannya ke laptopnya. Ia menyalin beberapa video dari flashdisk itu kemudian menyuruh Zea mengembalikan kotak itu lagi. Lelaki itu masih mengotak-atik laptopnya, sesekali ia juga memperhatikan gerak gerik hantu di sekitarnya yang nampak heran dengan mereka.

"Pergi kalian!" ujar Bella kesal ketika datang beberapa hantu ke kamar itu. Ternyata seruan Bella yang bernada dingin itu amat ampuh, hantu-hantu penasaran tadi langsung pergi dari kamar itu.

"Beres. Nanti malam biar aku yang mengurusnya. Ayo, Jagung," kata Hafeez saat ia selesai membereskan peralatannya.

Lelaki itu menarik Zea untuk pergi dari sana. Mereka menaiki angkot untuk ke Taman Kota lagi karena sepeda mereka Hafeez titipkan pada temannya yang tinggal dekat dengan Taman kota. Hafeez melirik tajam dua orang lelaki seumurannya yang menatap Zea.

Aku Bisa Melihat MerekaWhere stories live. Discover now