17. Susu Kotak

411 58 12
                                    

Setelah turun dari bus, Zea langsung berjalan menuju rumah makan yang terletak di dekat sekolahnya. Dia sengaja datang pagi-pagi agar bisa bertemu dengan Ibu Darren serta karena ingin cepat-cepat menyelesaikan permintaan hantu itu. Perempuan itu berdiri di depan rumah makan bercat biru dan di depannya terdapat banyak tanaman bunga. Jam menunjukkan 6:15 dan rumah makan itu sudah buka, Zea tidak bisa membayangkan jam berapa mereka bangun.

Sebenarnya Zea sering melewati rumah makan itu namun dia tidak begitu memperhatikannya. Ini adalah kali pertama dia menginjakkan kakinya di sana. Dia langsung disambut oleh pelayan wanita dengan senyum secerah hari ini.

"Bolehkah saya bertemu Ibu Irina?" tanya Zea dengan wajah dia buat super polos.

Pelayan itu mengernyit heran kemudian mengangguk. "Itu Ibu Irina, sepertinya suasana hati dia hari ini kurang baik," ujar pelayan itu seraya menunjuk wanita yang duduk di meja pojok.

Wanita berumur sekitar empat puluhan itu duduk sembari menopang dagu dengan raut wajah sedih. Matanya menatap jalanan, seolah berharap ada seseorang yang datang. Zea menatap Darren yang sedari tadi mengikutinya, lelaki itu mengangguk sementara Zea langsung menelan ludah. Astaga dia sangat gugup, bagaimana jika Ibu Darren galak?

"Permisi, Ibu Irina." Zea langsung menahan napas ketika wanita itu menoleh dengan wajah heran.

"Ya, ada apa? Jika mau memesan bisa pesan kepada pegawai saya." Dia kembali menatap kosong jalanan dalam diam.

Zea menghembuskan napas kemudian mengangguk yakin. Dia harus bisa. "Saya teman Darren, dan saya ke sini berniat menyampaikan pesan dia."

Ibu Irina langsung menoleh dengan raut penasaran. Dia mempersilakan Zea untuk duduk. "Ah, kau ternyata temannya."

Darren yang dari tadi berdiri di samping Zea, kini membisikkan kata-kata untuk diucapkan pada ibunya lewat perempuan itu.

"Saya teman Darren. Daren menitip pesan untuk disampaikan kepada Anda. Dia berkata agar Anda tidak merasa bersalah lagi karena ini sudah terjadi. Darren sudah tidak kesakitan lagi. Dia ingin Anda mengikhlaskannya agar bisa pergi dengan tenang." Zea menelan ludahnya setelah mengucapkan pesan Darren.

"Kau teman sekolah dia? Bagaimana kau bisa mendapat pesan seperti itu?" Wanita berpakaian hitam itu menatap mata Zea untuk mencari kebohongan di sana akan tetapi tidak ada. Perempuan itu terlihat sungguh-sungguh.

"Saya bisa memiliki kemampuan aneh. Sekarang Darren ada di samping kanan saya. Saya tahu Anda pasti paham dengan kemampuan aneh itu," ujar Zea seraya melirik Darren yang masih tersenyum di samping kirinya.

Ibu Darren menatapku tak percaya. "Bagaimana bisa?" Ia menyeka air matanya sembari menatap samping kiri gadis SMA itu. Kosong, tentu saja.

Aku tersenyum kecil. "Darren ingin Anda tidak mencemaskannya lagi, saya harap Anda mengerti maksud perkataan saya barusan. Maaf tidak bisa lebih lama di sini, saya harus ke sekolah." Zea melirik jam dinding hijau yang terdapat di sana. Ternyata dia sudah sepuluh menit berada di sini.

Ibu Irina mengangguk, kemudian tersenyum tulus. "Terima kasih. Siapa namamu?"

"Zea. Ah, sama-sama, Ibu Irina."

Lega rasanya setelah dia menyampaikan pesan Darren kepada Ibu Irina. Ia bisa melihat saat ini Darren tersenyum senang dan menghilang. Zea langsung tersenyum kepada Ibu Irina dan berjalan keluar dari rumah makan yang sudah mulai didatangi beberapa pelanggan itu.

"Huah aku lelah sekali!" Dea langsung merangkul Zea yang baru datang dan memaksa perempuan itu untuk ke kantin.

"Aku belum meletakkan tas, Dea!" seru Zea dengan wajah cemberut.

Aku Bisa Melihat MerekaWhere stories live. Discover now