14. Sosok Serba Hitam

444 58 8
                                    

Zea sudah turun dari motor Hafeez dan menyerahkan helm yang ia ketahui milik Orion. "Terima kasih."

"Ya sama-sama. Apa tidak apa-apa kau yang melanjutkan mewarnainya? " tanya Hafeez aku sembari menaikkan kaca helmnya.

Perempuan itu mengangguk mantap dan terlihat terlalu bersemangat. "Tentu saja. Sana pulang, ini sudah sore nanti orangtuamu khawatir."

Hafeez tersenyum kemudian melambaikan tangannya dan melajukan motornya meninggalkan Zea yang memegang lukisan mereka dengan gemetar. Astaga kenapa Fred muncul tiba-tiba dengan wajah menyebalkannya. Sialnya tangan Zea jadi gemetar karena tatapan Fred dan senyuman hantu sialan itu.

Dia menghela napas sebal kemudian memasuki halaman rumahnya dan langsung melihat ibunya yang sedang duduk di teras rumah dengan setumpuk buku di meja dan sebuah buku yang dibaca. Sebuah cangkir yang Zea yakin merupakan teh panas diletakkan di dekat tumpukan buku itu. Sepertinya Zea tidak yakin jika dia menyapa ibunya saat ini Ibu akan menyambutnya mengingat wanita berambut cokelat itu sangat serius jika sudah membaca buku.

"Aku pulang!" ujar Zea kepada ibunya.

Ibunya langsung menutup buku yang dia baca dan menatap putrinya. "Ah kau sudah kembali. Ibu memasakkan nasi goreng untuk kalian. Ory sudah makan tinggal kau yang belum. Makanlah lalu istirahat," ujar wanita itu sambil tersenyum.

Saat Zea akan memasuki rumah, Leena, ibu Zea, mencegahnya dengan berkata, "Tadi itu Hafeez? Dia baik kan kepadamu?" tanya wanita bermata senada dengan rambutnya itu.

Zea menganggukkan kepalanya. "Dia baik padaku walaupun kadang memang sangat menyebalkan," jawab Zea jujur. Ayolah dia paling tidak bisa berbohong pada ibunya.

"Jangan kebanyakan nonton Anime ya. Pastikan kau belajar. Nanti malam kau mau ikut belanja bulanan tidak denganku? Oryza harus fokus dengan belajarnya." Wanita itu menyenderkan punggungnya ke kursi kemudian menatap halaman rumah yang hijau.

Yah karena Oryza sudah kelas 12 jadi sekarang Zea yang harus menemani ibunya. Zea mengangguk kemudian sebuah ide muncul di otaknya. "Tapi, Bu. Nanti belikan ayam goreng ya hehehe."

Leena terkekeh kemudian berujar, "Baiklah baiklah." Wanita itu kemudian melanjutkan kegiatan membaca bukunya dengan raut wajah sangat datar sementara Zea memasuki rumah.

"Hahhh lelah sekali!" seru perempuan itu sembari melepas sepatunya kemudian melemparnya ke pojok kamar.

Dia mengambil peralatan menggambar miliknya yang dia letakkan di kolong tempat tidur. Entahlah Zea tidak tahu kapan terakhir kali menggunakan alat-alat itu. Dia mencampur warna cat air kemudian melanjutkan mewarnai gambar batiknya yang seperempat bagian yang belum terkena warna. Ini karena Zea tadi melihat jam menunjukkan pukul setengah lima dan langsung memaksa Hafeez untuk mengantarnya pulang.

"Heh bukankah tadi ibumu menyuruhmu makan?"

Suara Fred membuat Zea kaget sehingga ada warna yang keluar garis. Fred sialan. Untung saja dia bisa mengatasinya karena warnanya terang. "Jangan menggangguku dulu hantu sialan!"

Fred memutar bola matanya malas kemudian melayang sambil bersedekap. "Kita teman. Ingat itu."

Zea mendongak dengan kuas yang sudah dia beri warna setelah mendengar ucapan itu. "Memangnya sejak kapan aku menganggapmu teman?" tanya perempuan itu dengan nada sarkas.

Hantu itu menyeringai kemudian menyenggol kuas Zea sehingga mengenai wajah perempuan itu. "Brengsek," desis Zea kesal kemudian melempar kuas itu asal dan mengambil kuas lagi.

"Kau sangat berbeda sekali daripada yang dulu. Bersikap manislah padaku."

"Aku ingin melenyapkanmu." Zea berujar sambil mewarnai gambarnya dengan tenang.

Fred masih tersenyum. "Kau tidak akan bisa."

Setelah mengatakan itu, Zea hendak melempar paletnya namun syukurlah Fred langsung menghilang. Jika tidak kan dia harus mengepel kamarnya karena terkena cat air. Suasana menjadi lebih tenang tanpa Fred namun entah mengapa Zea merasa agak aneh dengan kamarnya. Perempuan itu mengendikkan bahunya tidak peduli dan melanjutkan mewarnai lagi.

Setelah selesai mewarnai, Zea meletakkan gambarnya itu di dekat meja belajar agar cepat kering. Ia lantas meninggalkan kamar untuk mengisi perutnya yang sudah berbunyi sedari tadi karena belum makan.

"Belum makan?" tanya Ory setelah meminum air putih di botol minumnya.

"Aku baru selesai menyelesaikan tugas menggambar," ujar Zea kemudian dia meraih sepiring nasi goreng di meja kemudian memakannya.

"Memangnya harus dikumpulkan besok ya sampai mukamu ada cat airnya juga." Ory menguap kemudian duduk di depan Zea dan meminum air putihnya.

"Tidak juga. Aku malas menumpuk tugas hingga menggunung."

"Orang lain malas mengerjakan tugas dan kau malah malas menumpuk tugas hingga menggunung. Semangat!" seru Oryza seraya berjalan menuju kamarnya sendiri, meninggalkan Zea yang terbengong dengan sikap kakaknya.

Ini Oryza kakaknya kan?

•••

"Ibu aku ingin susu yang rasa cokelat!" seru Zea ketika Leena sedang berjalan menuju ke deretan susu kotak.

"Baiklah ambil yang cokelat serta rasa vanilla untuk kakakmu sekalian." Wanita itu mendorong trolinya meninggalkan Zea yang masih sibuk mengambil beberapa susu kotak.

Zea langsung memasukkan susu kotak yang dia pilih ke troli kemudian menemani ibunya berkeliling lagi mencari entah itu bumbu masak ataupun detergen dan sebagainya. Karena merasa sangat bosan, Zea menatap sekeliling supermarket yang mereka kunjungi.

Walaupun supermarket itu ramai, ia beberapa kali melihat sosok yang tidak wajar dan sadar jika beberapa sosok itu bukan manusia. Ketika ia hendak menyusul ibunya yang sudah sampai di deretan sabun mandi, Zea dihadang oleh seorang lelaki dengan pakaian serba hitam seperti yang dia lihat di sekolah beberapa waktu yang lalu. Sosok hitam berwajah setengah gosong itu tersenyum miring dan menampakkan giginya yang tajam-tajam.

"Zea kemari kau mau ibu yang memasak ayamnya atau beli ayam goreng saja?" Suara Leena menyelamatkan Zea. Perempuan itu berlari kecil menghampiri ibunya yang tengah melihat-lihat daging.

"Beli saja tidak apa-apa. Bukannya besok Ibu mengajar bela diri lagi ya?" Zea menoleh dan masih melihat sosok itu yang kini menatapnya tajam dengan mata gelapnya. Apa salahnya astaga?

Leena mengiyakan ucapan Zea. Wanita itu mengambil beberapa sabun batang dan memasukkannya ke troli. "Ayo pulang. Aku merasa kau tidak nyaman ditatap lelaki aneh itu," bisik Ibunya. "Sepertinya ayahmu juga sudah menjemput kita."

Zea menatap ibunya heran. Mengapa ibunya bisa tahu kalau dia ditatap lelaki itu?

"Aku tidak kaget kalau kau bisa melihat makluk yang tidak bisa dilihat manusia normal." Leena mengusap rambut putrinya. "Ayo membayar ini lalu pulang."

Jadi selama ini ibunya tahu kalau dia bisa melihat hantu? Bagaimana bisa?

•••

Jangan lupa vomments ya kawan hhehehee

Ide oh ide kemana kamu woiii:(( habis UKK kok ide jadi ilang gini sih. Maaf ya kalo part ini kurang:((

Makasih udah menyempatkan waktunya buat baca cerita ini

23 Mei 2019

Aku Bisa Melihat MerekaWhere stories live. Discover now