32. Tidak Terlihat

275 56 20
                                    

Hafeez memasuki kelas dengan jaket denim yang ia sampirkan di bahunya. Lelaki itu nampak menjitak kepala Riki yang menggodanya hingga ketua kelas itu balas menjitak lelaki itu.

"Aku sedang malas, Rik. Jangan menggangguku dulu," ujar Hafeez ketika melihat Riki yang melipat tangan di depan dada dengan mulut terbuka seperti hendak berbicara.

"Kapan kau tidak malas, tolol?" tanya Riki dengan nada sarkas.

Hafeez tidak menanggapi ucapan Riki karena ia tahu ujungnya pasti main game bersama. Lelaki itu berjalan menuju bangkunya dengan santai untuk meletakkan tasnya yang terlihat amat enteng. Bisa Zea tebak kalau tas itu isinya hanya satu buah buku dan ponsel. Setelah dia meletakkan tasnya dengan agak kasar di bangku, ia berjalan melewati Zea untuk keluar kelas.

Tanpa menoleh atau menyapa.

Zea tetap di bangkunya dengan tenang sembari menikmati camilan yang dia bawa dari rumah. Ia begitu menikmati interaksi beberapa hantu di kelasnya.

Seperti Bibi Selene yang kini sedang bercanda dengan hantu anak kecil, wanita penjaga toilet yang sekarang terlihat mengobrol dengan hantu lain. Ternyata tidak buruk juga interaksi mereka. Makin ke sini Zea jadi makin terbiasa dengan keberadaan hantu di sekitarnya.

Bibi Selene menghampiri Zea yang masih menikmati snack. Wanita itu berputar tiga kali mengelilingi Zea kemudian tertawa pelan. Inilah yang membuat Zea agak malas dengan Bibi Selene karena perempuan itu selalu saja memutarinya beberapa kali sebelum mengajaknya berbicara. Ritual yang aneh dan agak mengganggunya.

"Kau tidak merindukanku? Kita jarang mengobrol lagi ya," ujar hantu wanita itu seraya duduk di bangku depan Zea yang kosong.

"Tidak," balas Zea singkat. Ia sejujurnya agak malas mengobrol hari ini. Suasana hatinya kurang baik.

Ia jadi ingat semalam ibunya pulang pukul delapan. Zea bertanya dari mana dan ibunya mengatakan kalau ia baru saja menemui kawannya. Yang membuat Zea curiga adalah ketika ibunya mengatakan bahwa kawannya itu wanita. Lho padahal Zea melihat ibunya dengan seorang pria.

Gadis itu menggelengkan kepalanya untuk menepis beberapa pikiran aneh yang terlintas di otak tentang ibunya dan pria itu. "Harusnya aku tidak memikirkan itu. Toh juga bukan urusanku," gumamnya pelan lantas mengendikkan bahunya tidak peduli.

"Apa? Kau memikirkan apa? Ayo beritahu aku barangkali bisa kujadikan bahan bergunjing dengan kawan hantutuku," bisik Bibi Selene dengan raut wajah antusias yang menurut Zea menyebalkan.

Zea melirik tajam Bibi Selene yang berdiri di sampingnya. "Apakah Bibi tidak bisa diam?" tanyanya malas, tatapannya kemudian ia alihkan ke hantu lelaki kecil yang kini menatap dia tajam.

"Kau ini, untung saja aku menyukaimu karena kau manusia yang bisa melihat hantu dan temanku mengobrol," ujar Bibi Selene dengan raut wajah agak kesal karena Zea menyuruhnya diam.

Gadis itu mendengus sebal lantas bediri dan menghampiri Dea yang duduk di teras kelas. "Dea. Aku bosan sekali."

Dea menoleh, kemudian perempuan itu menepuk tempat kosong di sebelahnya. "Mari menerawang masa depan di sini."

Setelah duduk di samping Dea, gadis berambut sepunggung itu meletakkan punggung tangannya di dahi Dea. Tujuannya adalah untuk mengukur kenormalan temannya itu.

"Tidak panas, kau ini kenapa?"

"Aku sedang bertangkar dengan Gian," balas Dea lesu. "Aku sedang menerawang apakah dia akan memutuskan hubungan kami atau bagaimana," lanjutnya.

"Konyol sekali. Tenanglah, nanti kau bisa membicarakan masalah itu dengan Gian. Jangan sedih seperti ini, mending kau traktir aku saja." Zea menepuk pundak Dea agar temannya itu agak tenang.

Dea menjitak kepala Zea kemudian mencubit kedua pipi gadis yang memasang wajah polos itu. "Kau ini makanan terus. Heran aku. Sudahlah aku mau menenangkan diri dengan menonton idolaku."

"Cih lebih baik aku keliling sekolahan saja," desis Zea seraya beranjak meninggalkan kelasnya untuk berjalan-jalan.

Perempuan itu tersenyum sebentar ketika melihat Hafeez yang berjalan dari arah berlawanan. "Oi Feez!" seru gadis itu sembari melambaikan tangan pada Hafeez.

Lelaki itu diam dan tidak merespon sapaannya. Bahkan ketika melewatinya, mata lelaki itu tidak meliriknya.

Zea mencengkeram rok sekolahnya. Hafeez yang seperti ini membuat dirinya agak kesal dan moodnya tambah menurun.

"Hai adik kelas menyebalkan." Seorang lelaki tinggi dengan hidung begitu mancung menunduk agar tingginya sejajar dengan tinggi Zea.

"Hai Kakak kelas sok akrab," balas Zea, nada sarkas yang ia lontarkan begityukental hingga membuat lelaki itu berdecak kesal.

"Tidak sopan sekali," ujar Adnan seraya menatap name tag di seragam Zea. "Ohh, namamu Zea. Kau masuk daftarku."

"Daftar apa?" tanya gadis itu. Ia mengendus ada yang mencurigakan dengan kakak kelas bernama Adnan ini.

"Wah kau cantik juga."

Zea mendengus pelan lantas berjalan melewati Adnan sambil menggerutu sebal. Ia memikirkan mengapa Hafeez tidak menyapanya atau mengajaknya berbicara. Apakah dia ada salah dengan lelaki itu?

"Aku bisa gila," desis Zea sebal ketika ia memasuki kantin. Gadis itu menarik napasnya dalam-dalam dan mengendikkan bahunya.

"Aku tidak peduli dengan dia!" serunya penuh keyakinan kemudian ia membeli sebotol air mineral dingin untuk mendinginkan otaknya.

Di sana, di sudut kiri kantin, seorang siswa yang mengenakan topi putih menatap Zea dalam diam.

Saat Zea balik menatapnya, siswa bertopi putih itu langsung membuang muka.

"Dia siapa? Orang aneh," gumam gadis itu.

•••

Akhirnya bisa update hue:(( Aku lagi sibuk nonton drakor sama ngegambar 😂 awto lupa wattpad plus males nulis deh

Btw gimana part ini menurut kalian?

Pendek dulu ya, aku lagi buntu nih. Sebenernya males nulis tapi demi kalian yang selalu nyemangatin aku nulis, aku up dah hehehee.

Jangan keroyok aku karena bikin Hafeez kek gitu 😂

Uhuy ada cluenya lhooo part ini

Aku Bisa Melihat MerekaHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin