15. Misi Pertama

484 60 9
                                    

Semalaman Zea hanya tidur sebentar karena memikirkan tentang lelaki berpakaian serba hitam yang ikut memasuki rumahnya. Ah bahkan lelaki itu berdiri mengamati Zea berjam-jam dengan tatapan tajam hingga membuat Zea merinding dan selalu mengalihkan pandangannya ke ponsel. Ketika ibunya mengetuk pintu menyuruhnya tidur, sosok itu lenyap seketika.

Hal itu membuat pagi ini wajah Zea kusut serta kantung matanya menjadi sedikit gelap.

"Hoi! Pagi-pagi sudah mau tidur saja." Lelaki dengan rambut acak-acakan seperti biasanya membuat Zea kaget.

Perempuan itu mendongak kemudian memutar bola matanya malas. "Apa?" tanyanya kesal. Ayolah dia sangat ngantuk dan semoga saja jam pelajaran pertama ini kosong.

"Sepertinya kau semalaman tidak tidur ya. Kenapa?" Lelaki itu duduk di bangkunya sendiri lalu dia menarik bangku di sebelahnya untuk meletakkan kakinya.

"Semalam ada lelaki berbaju hitam dengan muka gosong di kamarku." Perempuan itu menghela napas panjang kemudian mengambil ponsel di tasnya.

"Dia tidak melukaimu, kan?" tanya Hafeez seraya menendang bangku yang semulanya dia gunakan untuk menaruh kakinya.

Zea menoleh kemudian menggeleng pelan. "Hanya saja aku merasa aneh. Seperti akan terjadi sesuatu."

Hafeez menepuk kepala Zea beberapa kali kemudian berkata, "Sudahlah jangan terlalu dipikirkan. Kau ke UKS saja sana."

"Malas sekali. Nanti di sana banyak hantu."

Lelaki itu tersenyum jahil. "Apa perlu kutemani?" Dia menarik-narik kerah seragam Zea hingga membuat perempuan itu menoleh dengan wajah sebal.

"Tidak perlu. Lagipula lebih baik di kelas saja," ujar perempuan itu seraya memejamkan matanya dan berharap saat membuka mata dia menjadi manusia normal yang tidak bisa melihat hantu atau apalah itu.

"Feez, tadi malam kenapa kau tidak online? Sepi sekali tidak ada yang aku ajak main game." Riki menggerutu kesal lalu duduk di mejanya. Ingat, meja, bukan di kursi.

"Aku semalam bekerja." Lelaki itu mengucek matanya kemudian mengacak rambutnya lagi.

"Kali ini siapa yang kauretas, eh?" Riki mengernyit penasaran.

"Tidak penting juga. Hanya suruhan orang yang sedang cemburu dengan kekasihnya," jawab Hafeez tenang. Dia sungguh tidak habis pikir dengan orang yang menyuruh dia untuk meretas akun sosial media yang isinya saja jelas-jelas tidak penting. Ah asal mendapat uang, mengapa tidak?

Riki turun dari meja karena ada beberapa siswa yang menegurnya. Dia bahkan baru ingat kalo dirinya adalah ketua kelas. "Pfttt, lelaki yang curiga dengan kekasihnya?" Riki tertawa terbahak-bahak.

"Yang penting kan dapat uang," ujar Hafeez seraya tersenyum miring. Dia memang mendapat uang saku dari ayahnya akan tetapi jika bisa menghasilkan uang sendiri, mengapa tidak?

"Well yeah, kau bisa membelikan aku bakso atau soto di kantin."

Hafeez berdecak kemudian meposisikan dirinya senyaman-nyamannya untuk tidur. "Iya aku belikan. Tapi pakai uangmu." Lelaki itu memejamkan matanya. Dia tahu dari Riki jika jam pelajaran pertama ini guru tidak hadir atau memberi tugas.

Sungguh nikmat bisa tidur lagi.

•••

"Hafeez? Kenapa kau ada di sini juga?" Perempuan berkucir kuda itu menatap lelaki yang sekarang juga kebingungan.

Beberapa detik kemudian dua orang lelaki lain juga muncul di depannya. Terjatuh dengan posisi yang bisa membuat orang tertawa. Namun ini bukan waktunya tertawa karena mereka terjebak bersama di tempat asing.

Aku Bisa Melihat MerekaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang