BONUS CHAPTER

337 28 14
                                    

Zea baru saja selesai tertawa setelah hampir lima menit tertawa hanya karena Hafeez. Hanya karena melihat Hafeez yang kewalahan dikelilingi adik kelas mereka dan melambaikan tangan kepadanya ia sampai tertawa terbahak-bahak lima menit. Belum lagi ekspresi kesal Hafeez karena adik kelas mereka yang tak kunjung menyingkir.

Gadis itu melangkah mendekati kerumunan itu sehingga beberapa adik kelas yang mengetahui jika dia mendekat mendadak menjadi diam. Sebagian dari mereka sudah menyingkir sendiri melihat raut wajah datar Zea dan aura menyeramkan dari gadis mungil itu.

"Ayo ke kantin!" seru Zea dengan riang dan wajah yang sangat ceria. Membuat adik kelasnya terheran dengan perubahan kakak kelas mereka itu.

Ia merangkul tangan Hafeez kemudian menepuk jidat lelaki itu karena masih menatapnya kesal. "Kenapa kau tertawa sementara aku kesusahan," ujar Hafeez dengan kesal.

Zea mengendikkan bahunya tak peduli. "Lucu melihat ekspresimu. Kenapa mereka mengerubungimu?"

"Mungkin karena aku tampan. Biasa lah mereka meminta nomor ponselku atau id line," jawab lelaki itu dengan santai.

Zea melotot lantas berjinjit untuk mencubit hidung Hafeez. "Kau memberikan nomermu?"

Lelaki itu memilih berjalan sehingga gadis di sampingnya itu ikut berjalan. "Tentu tidak. Aku malas sekali mendadak jadi pusat perhatian setelah naik ke kelas sebelas."

"Cih sombong sekali," gumam Zea yang langsung membuat Hafeez meletakkan tangan di kepala gadis itu dan menjitaknya.

"Ups maaf!" seru lelaki itu seraya berlari kecil menghindari Zea yang sudah berkekspresi kesal karena jitakan di kepalanya itu.

Terjadilah kejar-kejaran seekor tikus dan anjing, eh maksudnya kejar kejaran antara dua orang itu yang menyebabkan adik kelas mereka yang sedang di koridor mengernyit heran. Beberapa ada juga yang bersorak kegirangan ketika melihat Hafeez. Akhirnya sampai di depan kantin, Hafeez berhenti, menyebabkan dirinya langsung terkena pukulan di bagian lengannya. Astaga gadis ini masih saja menyukai kekerasan.

"Ampun, ampun. Mari kita berdamai," ujar Hafeez diiringi cengiran tanpa dosa lelaki itu.

Zea menggembungkan pipinya kesal dan pada akhirnya berhenti memukuli lelaki itu. "Kemarin kau jadi menemui hantu penjaga perpustakaan?" tanya Zea.

"Ya dan memusnahkannya tentu saja karena dia telah mengganggumu." Lelaki itu menghela napas dan mencoba untuk tak mengingat kejadian dua hari yang lalu, tepatnya ketika selesai libur dan mulai berangkat sekolah.

Saat itu dia sedang asyik bermain game di kelas sepulang sekolah bersama Riki dan Gian. Sebenarnya Zea juga mau ikut namun Riki tak mengizinkan karena gadis itu tak begitu pandai bermain game yang mereka mainkan. Akhirnya Zea hanya menonton tiga pria yang fokus bermain game itu, sebenarnya dia bisa saja menyuruh kakaknya untuk menjemputnya atau pulang dengan menaiki bus namun tadi Hafeez sudah bilang mau mengantar dan membelikannya es krim.

Karena bosan menunggu tiga manusia menyebalkan itu selesai memainkan game, akhirnya dia berjalan keluar kelas dan menuju perpustakaan yang terlihat ramai padahal sudah pulang sekolah. Ah mungkin ada beberapa anak atau adik kelas yang mau meminjam ataupun mengembalikan buku pelajaran, pikirnya saat itu. Zea memasuki perpustakaan dengan santai kemudian menghubungkan ponselnya dengan wifi yang ada di sana. Lumayan kan hemat kuota.

Dia memilih menonton anime yang kemarin ingin dia tonton akan tetapi terhalang kuota internetnya yang telah habis. Saking menikmati menonton anime, ia sampai tak mendengarkan ucapan seseorang dari luar yang ternyata akan mengunci pintu perpustakaan itu. Ketika ruangan perpustakaan mendadak menjadi gelap, baru lah Zea sadar dan menghentikan acara menonton animenya.

Gadis itu melihat sekelilingnya yang tak ada manusia melainkan beberapa hantu menyeramkan penjaga perpustakaan. Entahlah dia sekarang malah merasa merinding dan agak mual karena mencium aroma busuk bercampur amis.

"Halo gadis manis!" sapa sesosok hantu pria yang berwajah menyeramkan dan hanya memiliki satu mata karena matanya yang kanan bolong. Zea tak membalas sapaan itu dan hanya berdiri dari tempatnya duduk.

Ia menuju pintu perpustakaan dan mengetuk pintu itu dengan keras sambil berteriak minta dibukakan. Apalagi bau anyir darah yang menyengat membuatnya pusing dan mengingat kejadian menyeramkan yang pernah terjadi padanya. Zea menunduk kemudian jatuh terduduk setelah melihat adanya darah yang tiba-tiba keluar dari rak buku sejarah. Ia makin menunduk karena merasa banyak yang mengamatinya. Dia mengambil ponsel di sakunya dengan gemetar dan langsung menelpon Hafeez, yah hanya lelaki itu yang sekarang ada di pikirannya.

"Kau ke mana Jagung?" tanya sebuah suara dari teleponnya itu, terdengar cemas dan sedikit kesal.

"Perpustakaan. Aku takut, di sini banyak darah. Mereka menatapku," bisik Zea, ia sebisa mungkin tak menangis karena hantu di depannya itu sudah menatapnya penuh ejekan.

"Kau terkunci?" tanya Hafeez dengan penuh emosi.

"Tolong aku."

Baterai ponselnya habis. Gadis itu hanya menggigit bibir ketika beberapa hantu berwajah menyeramkan menertawakan dirinya dan menatapnya. Ini seperti dia mengulang peristiwa ketika dikejar berandalan itu, Zea sungguh menyesali keputusannya menginjakkan kaki di perpustakaan.

"Aku yakin takkan ada yang bisa menolongmu. Bagaimana jika kau bergabung menjadi bagian dari kami. Sangat mengasyikkan lho aku akan sangat baik padamu!" lelaki dengan mata bolong itu terus mengatakan kalimat itu. Berkali kali hingga kepala Zea pening mendengarkannya.

"Zea kau baik-baik saja?" tanya sebuah suara dari luar. Zea tahu benar itu adalah suara lelaki yang tadi dia telepon.

Gadis itu tak menjawab. Bibirnya terlalu gemetaran bahkan hanya untuk mengucapkan dua kata bahwa dia baik baik saja. Tapi tentu saja itu kebohongan, nyatanya dia tak baik baik saja sekarang. Hantu di depannya makin mendekat dan Zea makin menunduk.

"Ssst, sudah. Mereka sudah pergi, maafkan aku." Lelaki bermata hazel itu merengkuh perempuan yang masih menunduk di dekat pintu perpustakaan itu.

Mengingat kejadian itu membuat Hafeez menyesali kebodohannya membiarkan Zea menunggunya bermain game. Lelaki itu duduk di depan Zea serata meletakkan dua buah susu kotak rasa pisang di sana dan beberapa makanan ringan yang Zea sukai.

"Wah banyak sekali. Kau yakin tidak rugi ke kantin denganku?" tanya Zea yang sekarang matanya berbinar senang menatap makanan dan susu kotak di meja itu.

Lelaki itu terkekeh melihat Zea saat ini. "Aku lebih rugi jika mengajak Riki dan Gian."

"Ngomong-ngomong, kemarin Adnan bilang kalau dia suka padaku lho," ujar Zea ketika Hafeez baru saja menelan roti, membuat lelaki itu tersedak.

"Si Keparat itu, aku akan memotong kepalanya menjadi enam bagian," desisnya ketika melihat Adnan yang memasuki kantin.

"Santai, lagipula aku langsung bilang kalau aku suka pada diriku sendiri. Hebat bukan?" tanya Zea dengan bangga, membuat Hafeez mendengus kesal dan mengacak rambut perempuan di depannya itu.

"Besok lagi kau harus semakin berani dengan hantu, okay?"

Zea hanya menganggu paham sembari memakan camilan di depannya. "Iya iya, kau selalu bilang itu padaku."

"Gadis pintar," ujar Hafeez seraya mencubit hidung Zea hingga memerah dan alhasil perempuan itu balas menendang kakinya. Dapat dipastikan kakinya memar akibat tendangan kuat gadis itu.



***

yeay akhirnya kangenku sama dua orang itu terobati huehuehueee. Btw buat kalian yang mau baca ceritanya Orion, silakan cek cerita aku yang judulnya Doll with the Tears. Kalo yang penasaran ama ceritanya Si kampret ruya baca aja The Funeral Under the Sea (baru prolog doang huhuu)

Gimana menurut kalian bonus chapter ini? rasa kangen kalian terobati ga nih?

Aku Bisa Melihat MerekaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang