28. Monster Merah

342 64 31
                                    

Mereka berempat sampai di sungai yang airnya begitu jernih hingga batu di dasarnya saja terlihat. Banyak sekali tanaman asing ataupun rumput di sekitar sana. Sungai itu tidak terlihat angker atau menyeramkan, justru terlihat menenangkan.

Hafeez menebas beberapa tanaman yang menghalangi jalannya. "Mana monsternya? Sungai ini tidak terlihat angker sama sekali." Protesan Hafeez barusan membuat tiga orang di depannya menoleh.

"Dia pasti akan segera muncul," ujar Orion seraya mengedipkan sebelah matanya pada Zea yang berjalan di sebelahnya.

Hafeez menarik Zea agar berjalan di sampingnya. "Ada apa?" tanya Zea melihat raut wajah Hafeez yang aneh.

"Tetap di sampingku, oke?"

Ruya memutar bola matanya melihat tingkah Hafeez. "Tenanglah lagipula Zea yang bisa membuat monster itu muncul," ceplos lelaki itu yang langsung dihadiahi pelototan kakaknya dan tatapan heran Hafeez serta Zea.

"Bagaimana bisa?" Zea menatap dua kakak beradik itu yang saling bertatapan.

Orion menundukkan tubuhnya agar sejajar dengan tubuh Zea. Ia mengeluarkan sebuah pisau kecil yang nampak tajam. Lelaki itu memegang tangan Zea dan menggoreskan pisau itu di telapak tangan perempuan itu membentuk tanda silang yang tidak dalam.

Darah yang keluar dari luka itu membuat Hafeez mengepalkan tangannya dan menatap tajam Orion. "Selesai misi ini aku akan menghajarmu," desis lelaki itu dingin.

Lelaki berkacamata itu menghela napas. Ia sudah tahu akan ada masalah jika ia melukai Zea. Namun di sini Zea lah yang bisa membuat monster itu keluar. Orion menuntun Zea agar meletakkan tangannya yang terluka di dekat air sungai itu. Beberapa tetes darah gadis itu membuat sungai yang tadinya jernih menjadi berwarna merah darah.

Zea langsung menarik tangannya dan berjalan mundur. Ia meringis melihat lukanya yang masih mengeluarkan darah.

"Keluarkan senjata kalian. Zea, pakai ini di tanganmu." Ruya melempar kain putih yang ia siapkan tadi.

Perempuan itu menerima kain tersebut kemudian membalut lukanya dengan kain itu. Setidaknya ini lebih baik, mungkin nanti ia akan membersihkan lukanya.

"Monsternya muncul," ujar Hafeez yang menyiapkan pedangnya.

Zea langsung memencet jam digital itu seraya memikirkan pemukul kasti. "Keren sekali," puji perempuan itu begitu mendapat tongkat kasti yang terdapat duri besi yang terluhat tajam.

Sesosok wanita berbadan merah dengan pakaian merah pula muncul dari air sungai itu. Tangannya terdapat kuku yang panjang dan tajam seolah siap mencakar siapa pun yang mengusiknya. Matanya berwarna hitam legam, giginya nampak runcing-runcing dan kakinya tidak berbentuk kaki manusia, melainkan seperti ikan.

"Monster duyung?" tanya Zea pelan, nyaris berbisik.

Orion mengangguk dan mengacungkan pistolnya pada monster merah yang mendekat itu. Mata monster itu menatap Zea dengan lapar dan naik ke daratan. Anehnya ia memiliki kaki seperti manusia pada umumnya, hanya saja warnanya merah.

"Zea, kau di belakangku saja!" seru Ruya yang membuat Zea menurut.

Hafeez maju, menyerang monster itu dengan tenang. Pedangnya yang tajam bisa mengenai lengan wanita merah itu. Namun beberapa detik kemudian ia terlempar karena monster itu menendangnya. Pedangnya jatuh beberapa meter di sampingnya. Lelaki itu merangkak mengambil pedangnya dan langsung berlari ke belakang monster itu.

Sayangnya monster itu tahu dan berbalik ke arahnya. Memang ini yang Hafeez inginkan. Orion langsung menembakkan pistolnya di punggung monster itu hingga darah hitam menyembur deras dari luka karena tembakan itu. Monster tersebut menoleh, menatap garang Orion yang dengan santainya tersenyum menatapnya remeh.

Ruya yang melihat Orion diserang tidak diam saja. Lelaki itu menancapkan tombaknya di kedua kaki monster itu hingga monster itu menjerit marah.

"Zea, ke belakangku!" seru Hafeez begutu sadar monster itu menatap lapar Zea yang berdiri di belakang Ruya.

Gadis itu berlari mendekati Hafeez akan tetapi tangan kirinya dicekal oleh monster itu, membuatnya menelan ludah dan langsung memukul tangan monster itu dengan pemukul kastinya yang berada di tangan kanan. Monster itu belum juga melepaskannya hingga akhirnya Hafeez menebas tangan monster itu yang mencengkeram Zea.

Ruya dan Orion tidak diam saja. Mereka berusaha menyerang monster itu. Orion menembakkan pistolnya ke beberapa bagian tubuh monster itu. Sedang Ruya berusaha menancapkan tombaknya di jantung monster itu namun monster itu selalu bisa menghindar.

"Tutupi tanganmu yang berdarah, Zea!" seru Orion seraya menembaki monster yang memfokuskan pandangan pada gadis yang tangannya berdarah.

Hafeez dengan cepat merobek kaos yang ia kenakan dan membalut luka di tangan Zea. Mata lelaki itu menggelap, rahanya mengeras dan ia menatap monster itu penuh kemarahan. Dengan membabi buta lelaki itu menerjang monster tersebut dan menusukkan pedangnya di jantung monster merah itu.

Monster itu terlihat menggelepar dengan darah hitam yang membanjiri tubuhnya.

"Dia akan mati?" tanya Zea agak gemetar. Ia memegangi kain yang membalut lukanya.

Orion dan Raga mengangguk. "Sepertinya kita sudah menyelesaikan misi ini."

"Monster sialan," umpat Hafeez kesal seraya menatap Zea penuh khawatir.

"GRRRRRR!" Suara geraman yang keras itu membuat keempat manusia tersebut menoleh dan mendapati monster itu yang terlihat hendak menerjang Hafeez.

Namun salah, monster itu justru menangkap Zea dan menatap mata gadis itu. Zea menggigit bibirnya dan menatap tajam monster itu seolah dirinya tidak takut. Ia mengelus bagian tongkat kastinya yang tidak berduri hingga tongkat itu berubah menjadi jam.

Sementara monster itu sibuk menggendongnya dan menangkis serangan tiga lelaki itu, Zea mengubah jamnya menjadi belati. Ia membuka tangannya yang terluka, membuat monster itu menatap lukanya. Dengan cepat Zea menikam dada monster itu bertubi-tubi hingga wajahnya penuh darah hitam monster yang sekarang melepaskannya.

Gadis itu menyaksikan monster merah itu menjerit kesakitan. Tubuhnya nampak berubah menghitam karena darahnya yang hitam. Lama kelamaan tubuh monster itu lenyap tak bersisa.

"Kau menakjubkan," ujar Hafeez kemudian mengacak pucuk rambut Zea.

Ruya mengacungkan jempolnya sementara Orion mengedipkan sebelah matanya pada Zea. "Kau terlihat keren sekali," ujar Orion.

Hafeez menatap Orion tajam. Lelaki itu mengalungkan dasinya di leher kemudian meninju rahang lelaki berkacamata itu hingga kacamata yang dikenakan Orion terjatuh. Ruya yang melihat hal itu tertawa terbahak melihat kakaknya yang anteng saja saat Hafeez meninjunya.

"Sialan!" seru Hafeez setelah membuat wajah Orion babak belur.

"Hey aku hanya membantu Zea agar tidak dikejar pria hitam gosong itu. Lagipula aneh saja aku, kau dan Ruya juga dulu mendapat misi aneh karena masa lalu." Orion menyeka bibirnya yang berdarah.

"Benar juga. Misi Zea tergolong enteng," kata Ruya

Hafeez mendengus sebal, ia masih saja memelototi Orion yang sibuk meringis kesakitan. "Orion sialan."

Satu-satunya gadis di sana mengerjapkan matanya bingung. "Sebenarnya apa yang kalian bicarakan?"

"Jangan pikirkan orang gila seperti mereka," bisik Hafeez pada Zea yang berdiri di sampingnya.

"Cih, kau juga gila Hafeez. Bahkan kau adalah monster." Orion terkekeh pelan. Ekspresi wajah Hafeez langsung menggelap.

"Apa maksudnya Hafeez adalah monster?" tanya Zea yang bergantian menatap ketiga lelaki itu meminta penjelasan.

•••

Double update dong hayo siapa yang minta double update hohoho. Tumben mood aku lagi baik hehe.

Jadi gimana part ini menurut kalian. Kalian suka bagian yang mana?

Kalau disuruh milih, bakal milih siapa kalian?
1. Hafeez
2. Ruya
3. Orion

Kalo aku sih milih kamu aja// plak
BUCHIN ASTAGA BUCIN KAMU AF 😂

Aku Bisa Melihat MerekaWhere stories live. Discover now