34. Tetesan Air dan Aroma Jeruk

282 55 26
                                    

Setelah menghempaskan tubuhnya di kasur tanpa melepas seragam, Hafeez menatap langit-langit kamarnya. Ia kemudian menoleh dan mendapati sosok hantu wanita yang kemarin datang ke rumahnya. Katanya, hantu itu diusir dari pohon tempatnya tinggal jadi sekarang menempati rumah Hafeez. Hafeez tidak melarangnya jika hantu itu tidak menganggunya.

"Aku tadi melihat ada pria asing masuk kamarmu." Hantu wanita berambut keriting itu duduk di kasur lelaki itu.

Hafeez mengernyitkan dahinya heran, siapa yang berani-beraninya menyelinap ke rumahnya. Ia lantas menuju sebuah ruangan yang kerap ia gunakan untuk main game. Hantu keriting itu mengikutinya dalam diam.

"Apa yang pria itu lakukan?" tanya Hafeez seraya menghidupkan komputer di sana. Ia kemudian menonton rekaman cctv kamarnya beberapa jam yang lalu.

"Dia mengambil ponselmu," ujar hantu itu agak takut karena melohat rahang Hafeez yang mengeras. "Ia juga bisa melihatku, aku melihat dia mengirim pesan ke seorang perempuan bernama Zea."

Hafeez memperhatikan seorang pria bertopi hitam dengan jaket hitam yang memasuki kamarnya. Pria itu nampak tidak sadar jika di kamar Hafeez ada cctv. Dia mengambil ponsel hitam di sana dan memainkannya.

"Sialan," ujar Hafeez geram lantas ia membanting kursi di sampingnya.

Dua orang pria berbadan kekar lantas memasuki ruangan itu lantaran mendengar ada suara benda dibanting. "Ada apa, Tuan?" tanya salah seorang yang memakai kaos putih.

"Apa kalian sudah mencari informasi tentang Ayahku dan wanita bernama Leena?" tanya Hafeez, lelaki itu nampak berusaha mengontrol emosinya agar tidak meledak.

"Sudah, Tuan," jawab pria yang memakai kaos hitam. Pria itu lantas menyerahkan ponselnya yang menampakkan foto ayah Hafeez dan Leena ketika masih bersekolah.

"Mereka nampak bersahabat, Tuan. Saya juga sempat mencocokkan wajah Leena dan wanita yang berselingkuh dengan Ayah Anda, mereka beda orang." Pria berbaju putih itu nampak menjelaskan apa yang dia korek selama tiga hari ini.

Hafeez menghela napas kesal kemudian mengacak rambutnya sendiri. Apakah terlalu berlebihan ia menjauhi Zea hanya karena menyangka ibu Zea adalah selingkuhan ayahnya dulu? Sepertinya iya.

"Bisakah kalian melacak keberadaan ponselku?" Hafeez kemudian mendudukkan dirinya di sofa yang ada di sana kemudian ia meraih laptop di sampingnya.

"Baik Tuan," ujar dua pria itu bersamaan lantas mereka mulai mengotak-atik komputer di sana.

Hafeez melepas kemeja seragamnya kemudian melempar benda itu asal. Ia kini hanya memakai kaos hitam polos longgar. Lelaki itu mendesah pelan ketika rekaman cctv gerbang rumahnya tidak ada. Harusnya ia menyuruh orang untuk memperbaikinya, sekarang dia yang bingung ke mana pencuri itu membawa ponselnya.

Ia begitu resah karena pria bertopi hitam itu mengirim pesan ke Zea.

"Tidak bisa, Tuan. Kami tidak bisa melacak benda itu. Sepertinya dimatikan," ujar pria berbaju putih itu.

Hafeez mengusap wajahnya kasar lantas mulai mengotak atik laptopnya untuk melacak keberadaan ponselnya. Lelaki itu juga memerintahkan dua orangnya itu untuk mendatangi rumah Zea untuk memastikan apakah gadis itu di rumah atau tidak.

"Apa kau tahu bagaimana wajahnya?" tanya Hafeez kepada hantu keriting yang sedari tadi menatapnya takut.

"Aku hanya melihat gambar es krim di kaosnya. Itupun hanya sekilas karena dia mengenakan jaket hitam. Aura pria itu begitu berbeda dengan manusia pada umumnya." Hantu itu kemudian menatap Hafeez yang sekarang terlihat menyandarkan punggung di sofa.

"Brengsek," desis Hafeez.

Dia menatap ponsel milik pria suruhannya itu. Di sana nampak sebuah panggilan, Hafeez langsung mengangkatnya karena tahu bahwa yang menelepon adalah orang suruhannya itu.

"Tuan, gadis bernama Zea Mays itu tidak berada di rumah. Sepertinya kedua orangtua gadis itu juga sedang tidak di rumah."

"Bisakah kau mengecek sekolahan? Aku tadi melihat Zea di halte sendirian," ujar Hafeez berusaha untuk tenang.

"Baik, Tuan."

•••

Di sebuah ruangan remang-remang dengan suara tetesan air membuat Zea membulatkan matanya. Ia menatap sekitar, tempat ini begitu asing. Gadis itu juga menggerakkan tangannya hendak mengambil ponsel namun ia tidak bisa karena tangannya dirantai. Kakinya juga ditali menggunakan tali tambang yang kecil.

Zea mencium aroma jeruk yang samar-samar. Gadis itu memfokuskan pandangannya ke sebuah pintu yang ada di sana. Bagaimana ia bisa berada di sini?

Tunggu, tadi ketika ia bertemu pria bertopi itu ia sempat mendengar pria aneh itu berbicara dengan nada dingin dan penuh ancaman padanya. Setelah itu, semuanya menjadi gelap dan tada, dia sudah berada di tempat aneh ini dengan keadaan mengenaskan.

Tangannya agak perih karena ia memaksa menggerakkannya, berharap agar rantai itu menghilang dari sana.

Ia melihat sesosok hantu nenek tua di samping pintu. Zea mencoba berteriak namun tentu dia tidak bisa karena mulutnya dilakban. Kesialan apa ini? Padahal sepertinya Zea tidak pernah membuat masalah dengan seseorang.

Suara pintu yang terbuka membuat Zea menatap pintu itu penuh harap. Seorang pria bertopi hitam melangkah mendekatinya. Pria itu melepas topinya dan meletakkannya di meja yang terdapat di sana.

"Sudah lama sekali aku menginginkanmu. Kau tidak tahu betapa kesulitannya aku merasuki siswa di sekolahmu demi bisa mengamatimu," ujar pria berambut hitam agak keriting itu.

Zea menggumam tidak jelas, ia hendak membalas ucapan pria itu namun tidak bisa. Hal itu membuat pria tersebut tersenyum lebar kemudian membuka lakban yang menutupi mulut gadis itu.

"Kau penjaga es krim itu kan. Kenapa menculikku? Aku tidak pernah berbuat masalah denganmu!" seru Zea kesal seraya menatap tajam orang di depannya itu.

"Kadang aku penjaga kedai es krim, kadang aku siswa di sekolahmu. Apa kau tidak tahu siapa aku yang sesungguhnya?" tanya pria itu seraya membelai pipi Zea, membuat gadis itu memalingkan wajahnya dengan kasar.

"Kenapa aku? Aku tidak mengenalmu!" tegas Zea. Gadis itu mati-matian berusaha agar terlihat tidak ketakutan. Jika ia terlihat ketakutan pasti penculiknya itu akan senang.

Pria itu terkekeh pelan. "Sungguh kau tidak mengenalku?" tanya pria tersebut.

Hingga sosok hantu cilik tiba-tiba muncul di samping pria itu. Hantu itu terus mengelus bonekanya seraya menatap Zea kasihan. "Kak Zea," ujarnya lirih.

"Abel. Kenapa kau ada di sini? Bagaimana bisa?"

"Aku menyuruhnya untuk mengamatimu lalu melaporkan hal-hal tentangmu padaku," ujar pria itu tenang seraya menatap Abel yang nampak menyesal.

"Sebenarnya kau ini siapa?" bentak Zea. Gadis itu menggigit bibirnya ketika lelaki berjaket hitam itu tersenyum begitu lebar.

Seperti seorang kurir yang mengantar paket ke rumahnya.

Seperti seorang penjaga kedai es krim yang beberapa hari lalu juga tersenyum padanya.

Dan tatapannya itu seperti seorang siswa aneh di kantin yang terus menatapnya.

"Kau tidak mengingatku. Astaga kau kejam sekali, Ze."

Nada suara itu, Zea sungguh mengenalinya. Hingga sebuah nama terlintas di otaknya.

"Fred?"

•••

Hohoho siapa yang penasaran dengan kelanjutannya hayoo? 😂

Semoga suka ya sama cerita ini. Udah siap belom, hampir tamat ini wkwk 😂

Oiya btw kalau aku nulis cerita genre fiksi remaja kira-kira kalian mau baca gak? Hehehehe

Aku Bisa Melihat MerekaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang