Chapter 10

1.8K 221 40
                                    

Yang katanya jam 1 sudah selesai latihan ternyata belum, aku sampai harus menyusul ke lapangan untuk segera menemui mereka. Kata pihak hotel mereka memang sengaja latihan di siang bolong untuk beberapa saat saja. Hanya tidak sabar saja menanyakan sesuatu pada Ernando makanya ikhlas aku susul ke sini yang jaraknya lumayan dengan berjalan kaki.

"Za?" Teriak Brylian ketika aku sampai di tepi lapangan, dia yang sedang melakukan dribling bersama dengan Rendy Juliansyah dan David Maulana.

Aku tersenyum singkat saja, lantas yang aku lihat adalah Ernando dan kiper lainnya yang tengah latihan menangkap bola sambil menjatuhkan diri. Sesekali aku lihat dia tersenyum, cukup lebar dan bercanda dengan pelatih kiper. Dia tidak tahu saja habis ini kena marah olehku. Biasanya kalau aku sudah marah padanya, dia pun tidak bisa berbuat apa-apa, apalagi kalau dia memang salah dan tidak bisa menjelaskan alibinya. Sudah semacam terdakwa di tengah pengadilan dan aku ialah jaksa yang terus mencecar.

Berjalan ke tribun, memilih untuk menunggu di sana saja yang lebih teduh, jika di tepi lapangan pun takut kena bola. Tendangan-tendangan beberapa pemain cukup mematikan dan keras dengan kaki kirinya, bisa bonyok semua wajahku.

Sekian lama aku menunggu sampai akhirnya mereka selesai latihan, bersiap melangkah keluar stadion dan aku ikuti sambil menenteng tas berwarna biru yang cukup berat. Menyimpan segala macam buku yang ada dijadwal hari ini, membawa celana Zico, dan mini speaker Ernando.

Ketika aku berjalan diantara mereka, dengan tidak menyangkanya aku justru berada di samping coach Fakhri, salah satu legend di sepakbola Indonesia. Beliau tersenyum padaku berulang kali dan aku pun melakukan hal yang sama.

"Kamu temannya Brylian sama Ernando atau pacar salah satu dari mereka?" Tanya Coach Fakhri begitu kami sampai di depan stadion.

Aku tersenyum. "Kami bertiga berteman, Coach. Tidak ada yang berpacaran."

Coach Fakhri tersenyum. "Bagus, jangan ganggu mereka dengan cinta-cintaan dulu karena mulai lusa mereka harus fokus dengan AFF, mereka pun harus persiapan untuk mencetak sejarah di piala AFC!" Katanya dengan cukup tegas.

"Siap, Coach." Aku memang tidak mengganggu mereka dengan cinta-cintaan, aku bahkan belum mengenal cinta. Mungkin beberapa bilang cinta padaku, tapi aku belum merasakan itu sampai detik ini. Kupikir 2 sahabatku pun begitu.

"Terus kamu ke sini mau apa?"

"Saya mau memberi semangat mereka saja, Coach. Sejak kecil saya selalu ada di tribun entah mereka hanya latihan atau dalam sebuah laga. Saya hanya memberi dukungan saja," jelasku.

Coach Fakhri mengangguk. "Itulah gunanya teman. Saya sering lihat kamu ada diantara mereka, jadi saya rasa perlu tahu siapa kamu. Terima kasih sudah dijawab," katanya dan berjalan lebih dulu.

Aku mengangguk tepat saat Ernando dan Brylian mendekatiku.

"Coach Fakhri ngomong apa?" Tanya Ernando yang langsung menerima pelototan mata dariku.

Mengeluarkan sebuah foto terlipat dari saku seragam sekolahku, aku memang langsung mampir dan hanya menutup bagian atas dengan sweater tipis.

"Nih," memberikan itu di genggaman Ernando.

"Apa ini?" Sambil membukanya dan dia langsung terbelalak sempurna.

"Kenapa nggak kasih tahu aku, Tar?"

Ernando justru meremas foto itu. "Kamu nemu dimana?"

"Aku pikir selama ini kita berbagi semua hal, nyatanya apa? Aku aja yang berbagi kan? Kamu enggak! Kamu juga tahu, Bry?" Bentakku bahkan beberapa pemain seperti Zico, Rendy Juliansyah, Komang Teguh sampai si kembar yang berjalan kaki menuju hotel menoleh lagi pada kami.

TriangleWhere stories live. Discover now