Chapter 47

964 132 29
                                    

Siang menjelang sore ini aku di rumah Kak Kevin, meminta masukan saja. Ada Keemas juga yang dari tadi sibuk bernyanyi di kamar mandi. Sempat merasa bingung, dan selalu merasa bersalah, kini Kak Kevin lebih leluasa berbincang denganku.

Aku sendiri, setelah semalam merenungkan, aku coba langkah terakhir untuk meminta pendapat Kak Kevin. Intinya aku ingin membicarakan masalah ini sama Brylian, harus segera selesai. Tapi aku ingin dengar dulu, bagaimana harusnya aku memulai pembicaraan sama Brylian. 

"Kalau bisa jangan sampai Nando tahu ya, Za. Kalaupun kamu nolak Brylian, kalau kamu mau terima Brylian ya cobalah jujur sama Nando."

"Kenapa gitu, Kak? Kenapa kalau nolak harus diam malah kalau nerima harus ngomong?"

Bingung saja. Harusnya kalau memang mau diterima, aku diam saja daripada jujur malah bikin pecah. Nah kalau misalkan nolak, jujur sama Nando kan nggak ada masalah. Kita bisa kembali berteman dan tidak akan mengganggu Nando juga.

Aku sempat jelaskan logikaku pada Kak Kevin, tapi sepertinya logikanya dan logikaku tidak sepaham. Atau malah semacam hukum fisika tentang berbanding terbalik.

"Za, ini maaf nih, tapi gimana, kalau Kakak jelasin ntar kamu down lagi."

"Apa sih, Kak?"

"Maaf banget."

"Kenapa sih, Kak?"

"Nggak usah lah, ya kamu turutin deh apa kata Kakak Za. Jadi kamu mau nerima Brylian atau tidak?"

"Ha ha."

Menurutmu aku akan menjawab iya atau tidak? Aku bahkan tidak tahu jawabannya. Bagaimana orang bisa bertanya tentang apa yang tidak bisa aku jawab? Paling tidak alasan realistisku itu ya mempertahankan persahabatan ini. Pacaran? Kalau seandainya pacaran bisa membubarkan persahabatan ini, akan lebih baik aku datang ke Papa, aku bilang sama Papa. Kalau nanti aku sudah jadi dokter, Papa harus carikan aku jodoh sebagai kewajiban terakhir mengurus anak. Selesai, simpel dan tidak perlu merusak persahabatan.

Kenapa orang selalu pusing dengan pacaran padahal belum punya KTP Elektronik. Eh, sekarang udah 17 tahun juga belum tentu sudah punya KTP, punyanya cuma selembar kertas HVS yang katanya KTP sementara. Negara macam apa yang KTPnya selembar kertas putih? Anak SMA juga bisa print sendiri. Semoga yang korupsi KTP-El sadar, bahwa dia telah mempermalukan negeri ini dengan hanya menyisakan KTP di selembar kertas HVS A4.

Ishhh, malah bahas KTP lagi.

"Ya sudahlah, mending Nando nggak usah tahu. Jawaban kamu pasti negara ini tetap utuh kan?"

Keemas yang baru saja datang dengan lilitan handuk di kepalanya kebingungan. "Kenapa jadi bahas keutuhan negara?"

Aku sendiri heran, otakku isinya koruptor KTP Elektronik kenapa Kak Kevin malah bahas keutuhan NKRI? Biar apa? Negara ini tetap utuh selama Pancasila menjadi dasarnya.

"Keutuhan persahabatan kalian, typo Kakak mah."

"Ngelesnya kek pengacara, siapa yang suka ngeles itu?" Sambar Keemas.

"Guru privat juga ngeles, Kee," balasku.

"Oh iya!" Menepuk jidatnya. "Eh tapi, tapi, ini urusan suratnya Kak Bry yang Kakak ceritain itu?" Tanya Keemas pada Kak Kevin.

Mengangguk.

"Kamu tahu juga, Kee?" Tanyaku tidak menyangka saja, selain Mak Jum, Cak Husin, Brylian, aku dan Kak Kevin, Keemas ternyata tahu.

"Tahu, orang Kak Kevin tiap malam marahin dirinya sendiri. Kenapa dia harus ngompor-ngomporin Kak Bry buat jujur, padahal Kak Za belum siap. Dia mau gitu, apa yang dia lakukan, dia sesali sendiri," jelas Keemas.

TriangleHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin