Chapter 55

898 128 5
                                    

Brylian Point of View

Media sosial semakin gencar menghujat Za, aku tahu segara lengkap dari Rendy. Tadinya kupikir tidak akan terlalu parah, tapi Rendy lebih dulu sadar tentang Instagram Za yang mulai diserang. Hidup di zaman digital semua serba mudah. Termasuk menghakimi orang, yang dulu harus menyambangi sekarang tinggal ketik saja bisa menghakimi tanpa tahu bukti.

Za tidak pernah menggoda kami sama sekali, Za tidak pernah yang namanya panjat sosial biar dia terkenal karena kami terkenal. Dia itu teman kami bahkan saat masih ingusan saat kalian semua tidak tahu dan tidak mau tahu siapa kami. Saat kalian tidak akan peduli pada kami, Za sudah bersama kami, menemani kami yang bawa bola saja masih aneh.

Selama ini orang lebih sibuk berkata iri pada persahabatan kami, meski satu dua nitizen bilang agar Za tidak terlalu dekat denganku ataupun Nando, kami masih menerima. Untuk kali ini, aku khususnya tidak akan menerima. Dikatakan tim bubar karena Za? Dia bahkan tidak mencampuri urusan kami. Bagaimana dia menjadi alasan bubarnya sebuah tim?

"Nggak kaya gini dong harusnya, Ren. Za tahu apa soal tim ini? Dia nggak tahu apa-apa. Nggak bisa dong dikatakan dia membubarkan tim," protesku pada Rendy yang terbaring pusing di atas tempat tidur.

Rendy menatapku datar. "Nggak sadar juga nih anak. Ya namanya nitizen."

"Ya tapi tim kita baik-baik saja!"

"Baik-baik saja? Perasaan kamu yang baik-baik saja."

"Justru perasaanku yang nggak baik-baik saja, Ren."

Aku merasa tidak ada masalah dengan tim. Baik-baik saja tim ini, aku hanya berselisih dengan Nando, bukan dengan tim. Apa masalahnya?

"Lo pikirin lagi deh!"

Diam, memikirkan tapi bagiku memang tidak ada masalah. Tim baik-baik saja, latihan juga baik-baik saja. Persiapan besok berangkat ke Malaysia dan kami dibiarkan seharian dengan ponsel pun baik-baik saja.

Tapi setelah kupikir, Zico adalah biang keroknya. Ngapain dia telepon Za dan bilang kalau tim bubar? Padahal baik-baik saja. Yang disebutkan oleh akun laknat itu kan perbincangan telepon antara Za dan Zico. Heran dengan itu anak, kenapa harus mengurusi banget sih?

"Zico nih masalahnya, Ren."

"Zico? Kenapa lagi?"

"Kalau dia nggak telepon Za dan bilang tim bubar, nggak akan begini kan?"

Rendy mengerlingkan matanya sambil menahan napas, lantas menghembuskannya kesal. "Zico minta bantuan sama pawangnya kalian. Apanya yang salah?"

Aku tidak membalas perkataan Rendy, justru langsung menuju kamar sebelah untuk meminta pertanggungjawaban. Jika hanya berbicara dengan Rendy, dari kalimat pertama saja terkesan dia membela Zico.

"Zico!" Membanting daun pintu yang tidak terkunci.

Ada Ernando yang sibuk dengan ponselnya, ada Zico yang terlihat pusing bukan kepalang.

"Apa?" Tanyanya lemah. "Mau minta gue jadi wasit baku hantam kalian? Capek gue. Bisa nggak istirahat dulu?"

"Emang suka cari masalah itu anak. Nggak pernah dewasa!" Sindir Ernando menempelkan ponsel ke telinga kanannya. Sepertinya dia sedang mencoba menghubungi seseorang.

"Emangnya lo dewasa? Kagak juga!" Balasku kesal.

"Ampun dah! Berantem lagi?" Rendy menyusul.

"Gue ada urusan sama lo, Co. Ngapain sih pakai telepon Za segala? Bilang kita bubar. Kalau lo nggak telepon Za, nggak akan itu ada berita kek gitu!"

TriangleOnde histórias criam vida. Descubra agora