Chapter 32

1.1K 144 4
                                    

Brylian Point of View

"Ziiccoo?"

Aku dan Ernando masih bertanya-tanya, ngapain pula si Zico menghubungi, Za? Sejak kapan?

Beberapa hari ini sudah bisa aku pastikan aku jatuh cinta pada Za, aku pun memastikan bahwa Ernando menatap Za dengan berbeda. Mau jadi apa cerita ini sebenarnya? Sudah tidak lagi Triangle tapi Square. Bagaimana bisa?

"Ngapain sih dia telepon kamu, Za?" Tanya Ernando.

Kami bahkan belum duduk, berdiri di depan pintu rumah Za. Za, juga belum sempat meletakkan ponselnya untuk menyambut kami secara baik.

"Nggak tahu, tadi sih DM minta nomor, terus telepon," jawabnya santai lantas duduk di kursi kecil dekat burung hantu Om Herman.

"Bahas apaan?" Tanyaku mengikutinya duduk.

"Nggak bahas apa-apa. Eh Supriadi sudah punya pacar ya?"

Astaga, nambah pula masalah si Supri, mau jadi apa sebenarnya cerita ini? Triangle saja solusinya belum aku temukan, apalagi sebanyak ini. Lagi pula aku dan Ernando tengah panik karena Za tiba-tiba dihubungi Zico, eh si Za malah nanyain Supriadi. Pengen getok kepalanya tapi sayang.

"Kok malah tanya si Supri sih, Za? Nggak penting banget!" Protes Sutar eh Ernando sama emosinya denganku.

Za mengerlingkan matanya. "Ih penting banget buat aku tahu. Kan potek sudah hati ini kalau tahu Supriadi punya pacar."

"Ih nggak penting banget, Za. Bahas apa tadi sama Zico?" Tanyaku sedikit ngegas.

"Nggak bahas apa-apa, Brylian. Asli dia mah cuma menawarkan jasa asuransi."

Sejak kapan Zico alih profesi? Selama ini dia jadi mafia perempuan Jawa Barat, kok beralih jadi pegawai asuransi? Ah sudah pasti Za hanya menutup-nutupi. Jangan-jangan sebelum aku sempat mengatakan perasaanku, Za sudah ditikung duluan.

"Seriusan aku tanyanya, Za? Zico bilang apa dan bahas apa?" Tekan Ernando sudah tidak sabar.

"Ih gitu amat mukamu, Tar!" Berhenti sejenak, memandang aku dan Ernando bergantian. "Zico tadi cuma ngomongin persahabatan kita yang ya sama lah seperti yang dia omongin selama ini. Terus kita juga bahas Supriadi yang udah punya pacar. Udah gitu doang terus kalian datang."

"Jangan lagi terima telepon dari Zico, Za!" Perintah Ernando.

"Iya!" Sambarku setuju.

"Kenapa?"

"Ya karena dia terlalu berbahaya, Za," jelas Ernando.

"Karena dia bisa mempengaruhi kamu dengan teorinya."

Padahal aku sendiri percaya dengan teori Zico, persahabatan ini berbahaya tapi tetap aku lakukan. Bangun datar yang mematikan, Segitiga Bermuda dalam persahabatan.

"Ah, aku nggak percaya kok sama teorinya Zico. Lagi pula nggak usah khawatir, kalian saja jatuh cinta sama cewek lain bukan sama aku. Jadi apakah persahabatan ini akan menjadi Segitiga Bermuda seperti teori Zico? Enggak kan. Kalian mah tentang saja."

Ernando tak berkedip sama sekali, dia hanya menelan ludahnya sendiri. Dia pasti kaku dan kelu sama sepertiku saat ini. Za tidak tahu saja siapa yang membuatku jatuh cinta. Bukan orang lain tapi orang di depan mataku sendiri.

Ketika dia bilang persahabatan ini tidak akan menjadi Segitiga Bermuda, aku ingin jujur bahwa bisa saja persahabatan ini hancur. Ketika dia bilang tidak usah khawatir, bahkan aku sedang berpikir bagaimana caranya kita tetap bersama meski aku menyukai Za. Dia bisa sesantai itu sebab belum tahu, apakah ketika dia tahu perasaanku dia akan baik-baik saja seperti sekarang ini? Semoga saja begitu.

TriangleWhere stories live. Discover now