Chapter 40

1K 141 19
                                    

Ernando Point of View

Heran aku dengan Za, kenapa dia bisa begitu santai berbincang-bincang dengan Zico? Si Zico juga mulai tebar-tebar umpan sama Za. Dia loh, mendekati berapa saja perempuan? Banyak, dengan dalih semuanya teman.

"Bry, ke kamar aku yuk, Zico tuh teleponan sama Za!" Kataku pada Brylian yang sedang mengantri mandi, menunggu Rendy dengan handuk di lehernya.

Brylian menoleh kaget tadinya, tapi langsung berubah dan bilang, "Ya sudah biarkan saja. Za bebas mau teleponan sama siapa juga. Nggak baik kalau dikekang, kaya kita pacarnya saja," serunya terlihat bukan dia, tapi dia ada benarnya. Aku ini siapa? Pacar juga bukan.

"Eh tapi kan dia perlu kita lindungi juga, Bry. Dan ya, kita harus menyapanya sekarang juga. Soalnya Zico nggak mau matiin teleponnya dan gantian kita yang telepon. Za bilang kangen sama kita soalnya."

Mengangkat dagunya. "Kamu sendiri saja, salam buat Za," katanya berlalu pergi dengan langkah pelannya.

Aneh sekali Brylian, kenapa dia terkesan tidak peduli sama Za? Ini sahabatnya, kita selalu semangat untuk berhubungan, kenapa Brylian acuh? Dia sama sekali tidak rindu dengan Za? Sama sekali tidak merasa ingin tahu kabar Za begitu?

"Bry?" Panggilku mengikuti la langkahnya.

"Apa sih, Tar? Ya bilang aja aku baik-baik saja dan dia juga harus baik-baik saja di sana. Kalau soal kangen sama lah!" Jawabnya tapi sorot mata mengatakan lain.

Aku memandangnya kesal.

"Captain, mabar yuk," ajak Brylian pada David Maulana di kamar sebelahnya.

"Kok malah mentingin game sih, Bry?"

"Hak Asasi Manusia, Tar!" Balasnya ketus.

Saking kesalnya dengan Brylian dan tidak mau membuat masalah di pagi hari, aku kembali ke kamar dengan sedikit mengumpat dengan bahasa Jawa. Sayangnya yang aku dapati di kamar ialah Zico yang sudah tidak lagi menelpon. Dia berbaring di atas tempat tidur.

"Udah nggak telepon Za lagi?" Tanyaku.

"Kagak, katanya dia mau tidur. Tapi kok kaya menghindar ya?"

Aku tidak menanggapi kecurigaannya, semua memang terasa hambar, maksudku persahabatan kami. Brylian berbeda, dia terlihat acuh, Za juga cukup aneh. Dia bisa mengangkat telepon Zico tapi tidak mau membalas pesanku. Padahal aku tahu, dia baca semua pesanku, biasanya dia tidak bisa mengacuhkan aku.

"Gue coba telepon deh," gumamku membuka kunci ponselku.

"Lo biarin dia istirahat kenapa sih, Ndo?"

Menoleh pada Zico. "Lah elo sendiri kenapa gitu menghubungi dia disaat dia harusnya beristirahat. Kenapa gue nggak boleh?"

"Ya tadi dia mau gitu, yang sekarang kan dia sudah bilang mau tidur, Ndo! Mikirlah!"

Menarik napas panjang. Ya aku tahulah aku tahu Za pasti butuh istirahat, aku harus lebih dewasa dengan memikirkan dia. Tapi kan aneh juga kalau Za bilang rindu tapi tidak membalas pesanku. Lebih anehnya lagi dia malah berhubungan dengan Zico, sudah gitu si Zico sok kenal dan sok dekat banget sama Za. Ada niat terselubung apa darinya?

"Kenapa lo hubungin Za terus? Ada niat apa?" Tanyaku menantang.

"Cuma mau berteman," jawabnya santai sambil memainkan ponsel.

"Berteman? Pasti ada niat terselubung kan?"

Mengangkat kedua alisnya, menatap ke arahku penuh tanya.

"Iya nih, pasti karena kamu suka sama Za ya? Kamu mau deketin dia?"

Zico tersenyum jahat, "kalau iya kenapa?"

TriangleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang