Chapter 57

988 132 49
                                    

Brylian Point of View

"Aku, ya intinya aku tidak bisa bersama kalian," kata Za dengan nada terisak.

Semuanya hening.

"Tanpa aku, kalian pasti lebih baik, kalian lebih membanggakan Indonesia. Kalian bisa lebih tampil apik di lapangan. Hapus aku dari kenangan kalian," katanya lagi dan itu menyakitkan.

Air mataku jatuh, bisa saja kalian sebut aku terlalu cengeng.

"Ya nggak bisa gitu Za," kataku dengan suara parau. "Kalau kamu pilih Sutar, ya mungkin Owl Squad nggak utuh lagi. Kalau kamu pilih aku pun terserah Sutar mau sama kita atau enggak."

"Brylian!" Bentak Bagas dan Bagus lagi.

"Bry, heran sama kamu. Apa jawaban dari cinta kamu itu penting sekali sekarang? Yang lebih penting itu seharusnya bagaimana Za, klarifikasi kalian, keutuhan tim ini! Nggak perlu jawaban dulu untuk saat ini. Kamu pikir mudah buat Za menjawab semua pertanyaan gila kamu dan Nando?!" Seru Zico dengan emosi yang tinggi.

Tapi apa salah aku meminta jawaban agar aku sendiri tahu, setelahnya apa yang harus aku perbuat, bukan menunggu kepastian antara maju atau mundur, pergi atau menetap. Orang memekik tidak ingin digantung, ketika orang to the point malah bingung sendiri. Manusia, maunya apa? Aku hanya mau yang pasti-pasti saja. Kepastian juga akan memberikan jalan keluar sementara keraguan selamanya akan menetap tidak bergerak.

"Udah, aku mohon banget sama kalian semua, terutama Sutar sama Brylian. Jangan lagi berantem hanya karena masalah aku. Oke, Bry, kalau kamu mau jawaban, aku tegaskan sekali lagi. Aku tidak bisa bersama kalian sebagai seorang pacar atau kekasih dan lain sebagainya. Jika menjadi sahabatmu, tanpa ada perasaan-perasaan cinta, aku yakin aku masih bisa, tetapi cinta terlanjur kalian genggam, mana bisa dihapus semudah membersihkan virus di komputer dengan Smadav?"

Kali ini Za lebih tegas meski sesekali suaranya hilang ditelan isak tangisnya sendiri.

"Tadi kamu bilang sekarang kamu pacaran, jadi pacaran sama siapa, Za?" Tanya Nando yang tadinya hanya diam dan diam.

Aku tahu, aku kenal dia sudah lama. Nando memang lebih banyak diam daripada berbincang, terlebih soal apa-apa yang terlalu menyentuh perasaanya.

"Ya sudahlah, Za pacarnya siapa nggak penting juga kan? Yang penting kalian itu sudah mendapatkan jawabannya. Za nggak bisa bersama kalian. Sekarang apa lagi yang membuat kalian bertengkar?" Zico kembali bersuara tapi kali ini dia santai.

Dia tidak pernah ada diposisi kami, dia tidak tahu rasanya telah bersama sejak lama, jatuh cinta terlalu dalam, menyebalkan karena sahabat sendiri juga jatuh dalam cinta yang sama. Apa mudah diterima?

"Nggak penting, Co? Katamu nggak penting?" Tantangku dengan nada tinggi, memekik tajam, pecah langit Jakarta.

"Aku jadian sama Zico," sambar Za cepat.

Semua orang langsung menoleh pada Zico, termasuk aku dan Nando yang pasti rahang bawahnya mengeras. Semua nampak percaya tidak percaya Za menyebutkan itu.

"Aku jatuh cinta sama dia dan aku sudah memilih dia untuk masa remajaku. Kalian bisa hapus aku dari kenangan kalian kalau kalian berdua tidak mau mendekap luka."

Zico menatap nanar ponselnya di tengah-tengah kami, dia tidak berkedip sama sekali.

Apa yang Zico lakukan pada Za selama ini?

"Jadi kamu mau lari dari aku, Za?" Tanya Nando sambil terus menatap benci Zico.

"Iya," jawabnya cepat. 

"Kamu boleh lari dariku, tapi jangan minta aku berhenti mengejarmu sebab aku akan acuhkan pintamu!" Kata Nando masih menahan amarahnya pada Zico.

"Tidak perlu, tidak perlu mengejarku, aku sudah cukup bahagia dengan Zico."

TriangleWhere stories live. Discover now