Chapter 12

1.8K 206 12
                                    

Laga perdana Indonesia kontra Filipina sebentar lagi akan dimulai, dan aku benci sekali karena laga berlangsung di malam hari, tapi tetap aku bela-belain datang ke Gelora Delta, Sidoarjo untuk kedua sahabatku. Mereka bilang ingin selalu ada aku di setiap laganya, mereka juga minta aku datang di final, padahal belum tentu juga mereka sampai di final meskipun setiap waktu yang aku suarakan pada Tuhanku adalah agar kedua sahabatku bisa membanggakan negara tahun ini, tahun esok, tahun esok lagi sampai mereka gantung sepatu.

Aku duduk di tribun VIP bersama dengan Mama, Papa, Om Yusyanto, Kakak plus Adiknya Brylian dan Om Sutarno. Tante Erna saja yang tidak berani datang hari ini karena takut melihat anaknya bermain untuk negara dalam laga perdana, beliau bilang baru laga kedua mungkin berani datang.

"Wuuuuu!" Teriak, Mama, Papa, dan kedua Papa sahabatku. Aku saja yang diam dan memainkan kedua jari-jemariku di atas pahaku itu tepat saat kedua kesebelasan masuk ke dalam lapangan. 

"Nduk, Za," panggil Om Sutarno yang melihatku cukup tegang malam ini atau memang aku selalu menjadi yang paling tegang diantara orang lain bahkan meski itu hanya laga uji coba.

Om Yusyanto tersenyum. "Za ini dari kecil kalau yang main Brylian sama Nando, dia yang mules-mules."

Aku tersenyum kaku. Itu memang benar, mau bagaimana lagi.

"Iya, saya ingat juga waktu mau ada seleksi Timnas U-16, dia bilang mau ikut ke Jakarta, mau lihat gimana seleksinya, tapi malah diare 3 hari masih di tambah demam. Dibawa ke rumah sakit nggak mau, pas denger Nando pulang dia tambah diare lagi," kata Papa yang masa itu masih kuingat betul.

Waktu itu Nando memang pernah gagal seleksi Timnas U-16, dia akhirnya pulang dan justru mengikuti Timnas Pelajar di bawah Kemenpora. Dia malah ikut ajang internasional dengan Timnas Pelajar itu, lantas melakoni uji coba dengan Timnas U-16 di bawah federasi dan hasilnya Timnas U-16 pelajar justru menang 1:0 dan saat itu dia mendapat tawaran dari pelatih kiper Timnas U-16 di bawah federasi untuk ikut seleksi kiper lagi.

Masa itu perutku selalu seperti dikocok-kocok, sehari sembuh, sehari diare lagi. Kadang bisa dua hari lebih enak, seperti ketika Nando bisa sampai dalam turnamen internasional lebih dulu dari Brylian yang masih TC-TC dan seleksi.

Namun akhirnya Ernando bisa masuk Timnas U-16 di bawah federasi meski dia tidak langsung menjadi kiper utama. Semua tetap butuh proses sampai dia bisa ada di Gelora Delta, Sidoarjo sebagai kiper utama sekarang ini. Bagaimanapun, esok kuharap mereka selalu bersama.

Om Yusyanto, Om Sutarno dan Papa masih tertawa oleh tingkahku di masa itu.

"Nduk, Za, mulesnya masih bisa ditahan kan?" Tanya Om Sutarno yang paling panik, mungkin karena jarang melihatku semacam ini, beliau sering bolak-balik Sidoarjo-Semarang. Kalau Om Yusyanto, Papa dan Mama sudah kelewat sering.

Aku mengangguk saking tidak bisa berkata apa-apa. Melihat kedua sahabatku ada di tengah lapangan melakukan sesi foto saja rasanya sudah tidak karuan apalagi melihat mereka nanti harus berjibaku.

"Tenanglah, Za," bisik Mama merangkulku.

Sampai saat ini aku biasa saja ketika melihat pemain bola jatuh bangun di tengah lapangan. Itu sudah risikonya mereka. Tapi kalau yang jatuh bangun sahabatku sendiri, rasanya seperti ikhlas, tak ikhlas. Kan lucu ya? Apalagi kalau yang jatuh dan dilanggar itu Supriadi, ah lebih nggak ikhlas lagi. Masalahnya kalau tidak ada pelari cepat di sisi sayap itu bagaikan menikah tanpa pasangan.  Ha ha ha.

Peluit dimulainya babak pertama telah berbunyi, laga berlangsung dan Indonesia tanpa ampun langsung tampil menyerang. Semangat yang membara, sorak penonton yang berapi-api menambah ciamik permainan bahkan di menit pertama.

TriangleOnde histórias criam vida. Descubra agora