Chapter 50

1K 142 10
                                    

Ernando Point of View

Bahwa diamku ialah takut kehilanganmu, maka bolehkah jika bicaraku ialah keinginan untuk memilikimu.

Telah lama aku diam, dikungkung rasa bersalah atas perasaan, tetapi begitu menyakitkan, hanya ditusuk dari belakang oleh Brylian. Aku yang selama ini ikhlas diam, tersiksa dengan perasaan, dia malah seenaknya sendiri lontarkan pernyataan.

Tanganku bergetar telah memukul seseorang yang selalu bersamaku baik di luar maupun di tengah lapangan. Ini kali pertama aku melukainya, kita yang selama ini berbagi bahagia. Hari ini rasanya terlalu tidak adil saja, maka aku pukul dia seenak tenagaku, lantas hatiku yang akan menyesalinya. Setidaknya tidak malam ini aku menyesal memukulnya, tanganku hanya bergetar saja.

"Lo gila, Ndo! Lo datang ke sini buat pemusatan latihan pemain bola. Lo masuk pelatnas sepak bola, bukan pelatnas gulat!" Seru Zico mengikuti langkah kembaliku dari tempat Brylian.

Zico tidak akan pernah tahu rasanya, dia tidak akan mengerti. Ini dua kali rasa pedihnya, ditusuk sahabat sendiri dan siap patah hati atas perempuan yang begitu dipuji.

Dia boleh menyalahkan aku terus, atau mungkin menyalahkan Brylian juga. Toh ini yang dia mau, teorinya terbukti tentang segitiga Bermuda.

"Gue setuju lo jujur, karena mau lo diem kek apa juga nanti bakalan ketahuan. Satu hal yang nggak gue suka, lo pukul sahabat Lo sendiri," katanya duduk di sebelahku.

"Setimpal dengan pengkhianatan!"

Zico mengangkat kedua alisnya, aku tahu, aku sempat meliriknya. "Pengkhianatan, dikatakan ada sebuah pengkhianatan itu ketika seseorang melanggar janji. Kamu bikin janji apa sama Brylian sampai merasa dikhianati?"

Aku terdiam, janji apa yang kami sepakati? Kami akan bersama selamanya? Itu bukan janji juga, itu tujuan kita selama ini bersahabat.

"Pengkhianatan dibalas dengan pukulan itu hanya terjadi pada kemiliteran. Kita ini atlet, menjadi rujukan beberapa penggemar dalam berperilaku. Cukup Saddil Ramdhani yang pernah khilaf, lo jangan, Ndo."

Diam saja, malah mencoba terus menghubungi Za. Aku mau tahu apa jawabannya, aku juga mau memperjelas rasaku.

"Za pasti syok, Ndo. Dua sahabatnya jatuh cinta sama dia. Mau pilih siapa dia? Kalau memilih bagaimana dengan persahabatan, hal paling buruk dia lari dari kalian. Dia butuh waktu."

Menunduk sejenak.

"Lantas bagaimana dengan persahabatan kalian?"

"Lenyap. Sekarang yang ada gue dan Za atau Brylian dan Za. Sudah tidak bisa dipertahankan, gue kecewa sama Brylian, Co. Lo nggak akan tahu rasanya kaya apa!"

Zico malah tertawa terbahak-bahak. Bukannya menjelaskan dia tertawa, dia juga lebih memilih pergi keluar dan menutup pintu kamarku. Dia tidak kembali hingga tengah malam.

Aku terus berusaha menghubungi Za,terkadang tidak bisa tersambung, satu dua kali bisa tersambung. Sebelum pejamkan mata, aku sempat kirimkan pesan pada Za.

Anda
Bukan gadis Semarang bernama Inka
Dia gadis Sidoarjo bernama Za
Aku menunggu jawabmu
Meski aku terkesan tidak tahu malu dan waktu

Aku kirimkan dan tidak mendapatkan jawaban, hingga aku terlelap dengan Za sebagai bayang-bayang.

🔻🔺🔻🔺

Pagi ini latihan menjelang keberangkatan ke Malaysia. Pelatih kiper masih mempercayakan aku, tim yang ada di Piala AFF kemarin tak banyak berubah nantinya, kecuali Supriadi yang kemungkinan tidak bermain full sebab dia mendapatkan cedera.

TriangleWhere stories live. Discover now