Chapter 65

1K 138 17
                                    

Brylian Point of View

Bertengkar dengan Zico bisa saja menjadi hobiku nantinya. Tapi kali ini memang benar-benar tidak bisa berpikir banyak, sudah kalah, gagal, dan Za tak pernah ada kabar. Rasanya seperti dunia tak beratmosfer, seperti buku tak berhalaman, seperti buku sejarah tanpa gambar, membosankan.

"Harusnya gue yang paling kesel, udah punya pacar, tapi pacarnya menghilang gitu aja. Masih ditambah kedua sahabatnya kek preman, ngajak berantem mulu!" Umpat Zico meninggalkanku di kamar.

Niatnya mengikuti langkah Zico dan terus mendesak jawaban tentang keberadaan Za, siapa tahu dia bohong, tetapi ternyata Papa, Kak Kevin, Keemas dan keluarga Nando ada di lobby, menungguku.

"Brylian," pekik Kak Kevin membuatku malu.

"Pa," sapaku pertama pada Papa, menjabat tangannya, memeluknya, kedamaian kedua setelah pelukan Mama.

"Sehat?" Tanya Papa.

Aku mengangguk. "Cuma sedikit kecewa, gagal cetak sejarah buat negara."

Papa mengusap kepalaku. "Nggak Nando, nggak kamu, yang dikeluhkan kegagalan. Kalau tidak merasakan kegagalan, tidak pula dia merasakan perjuangan."

Mengangguk, mungkin ini waktunya berdamai.

"Papa tahu dimana Za?"

Papa mengangkat kedua alisnya. "Nggak Nando, nggak kamu, yang ditanyakan Za."

Aku hanya memicingkan mata kesal pada Nando.

"Le Bry," panggil Tante Erna mendekatiku. "Fokus sama beberapa acaramu dulu, habis itu kita jalan-jalan sebentar, berpikir sebentar, ziarah ke makam Mama, ke makam Kak Qieta, setelah merasa damai, kita cari Za sama-sama ya?"

Jadi tidak ada yang tahu Za dimana? Mengapa dia menghilang? Dia tidak pernah bercerita pada kalian juga kan? Apa segitiga Bermuda kami telah menelannya?

🔻🔺🔻🔺

Pulang ke Sidoarjo setelah 3 hari pasca AFC U 16 berakhir, sempat mampir ke Kantor Kementrian Pemuda dan Olahraga, sempat mampir ke Istana Negara, sekarang waktunya menyapa kota kelahiran.

Bertemu dengan Presiden Joko Widodo, mendapatkan apresiasi, memamerkan 3 trofi, merasakan jadi Menteri Pemuda dan Olahraga, mendapatkan bonus, semua memang membahagiakan, tapi tidak sesempurna hidupku dengan Za meskipun aku bukan siapa-siapa. Maka hal pertama yang aku pikirkan ketika menjejak tanah Sidoarjo adalah mencari keberadaan Za. Mungkin Nando juga sama, kulihat dia keluar dari rumahnya dan berlari ke arah gerbang kompleks, sudah pasti dia akan ke rumah Za.

"Nando!" Teriak Tante Erna di depan gerbang rumahnya. "Balik dulu sini!"

Nando berbalik. "Apa, Ma?"

"Balik dulu, panggil Brylian!"

Nando sudah melihatku, makanya dia hanya diam dan menunjuk ke arahku, membuat Tante Erna menoleh padaku.

"Nah, sini kalian berdua, ayo!"

Aku dan Nando mendekat, seperti seorang anak yang akan di marahi orang tuanya karena telah melakukan kesalahan.

Begitu di depan Tante Erna, beliau langsung menampilkan wajah garang, berkacak pinggang, dan bertanya hendak ke mana aku dan Nando.

"Ke..." Aku dan Nando kompak hanya menjawab itu, tidak ada yang mau jujur.

"Ke rumah Za kan? Mau cari Za? Dia pergi karena kalian kenapa kalian cari?"

TriangleWhere stories live. Discover now