Chapter 74

1K 154 42
                                    

Ernando Point of View

Malam ini terlalu kepikiran ucapan Zico, tentang dia yang ternyata tidak dengan Za, dan bagaimana jika ada kemungkinan Za mencintai salah satu dari aku dan Brylian. Kenapa pula Zico harus bertanya bagaimana jika Za mencintai salah satu di antara kami? Sambil tersenyum pula, seolah memberikan sinyal.

Ah,tapi aku tidak ingin terlalu berharap, aku sudah belajar dari masa lalu bahwa kecewa timbul sebab harapan kita pada manusia. Jadi siapapun atau bagaimanapun nanti, aku harus biasa saja, tidak ada harapan yang berlebihan. Semakin dewasa, aku harus bisa mengontrol hati,pikiran, dan mentalku.

"Bry, kalau misalkan nih, bener Za suka sama salah satu di antara kita. Misalkan dia suka sama kamu, jangan sungkan sama aku ya? Biasa saja kaya aku nggak ada apa-apa sama Za. Ya pasti kita tetep canggung-canggung tapi kamu mau kan sama-sama aku buat berusaha biasa saja," kataku agak lirih.

Brylian menunduk. "Kamu pasti sama denganku tetap berharap itu tidak terjadi lebih baik kita semua jatuh cinta dengan orang lain saja daripada masuk ke dalam segitiga bermuda apalagi segitiga yang sedang ramai diperbincangkan, Illuminati. Ha ha ha."

"Malah bercanda! Ntar kamu diserang nitizen nih! Seriusan dong!" Setelah menoyor kepalanya.

Apa pula Brylian itu, awalnya sok sedih, tiba-tiba bercanda. Padahal aku cukup pusing memikirkan serius memikirkan semuanya, biar hatiku enak, hatinya enak, hari Za enak, pikiran kita juga enak.

"Biar nggak terlalu serius lah, iya serius sih, Tar. Tapi ya dunia butuh tawa untuk tetap terasa berwarna."

Aku menghela napas panjang.

"Kita pasti sama-sama nggak mau kehilangan Za terulang, maka tidak perlulah jawaban atas perasaan kita. Tapi kalau yang punya hati menjatuhkan, manusia kerdil macam kita ini bisa apa? Ya sudah, mau sama kamu, sama aku, berat pasti tapi aku akan ikhlas. Asal kalau dia sama kamu, jangan pacaran di depanku. Ha ha ha."

"Ishhh, aku ikhlas pun dia sama kamu, Bry. Kayanya sih kamu, kamu lebih bisa bikin dia tertawa dengan banyolanmu, lebih bisa bikin dia tenang, kamu juga lebih ganteng."

Brylian tertawa. "Makasih lho, emang aku ganteng dan kamu jelek. Ha ha ha."

"Rese lu!" Memukul tubuhnya dengan guling.

Dia malah tertawa-tawa saja.

Malam ini aku tertidur sambil bermimpi tentang Za, tentang pula aku tak minta nomor teleponnya tadi. Sempat terbangun dan berpikir minta pada Zico nanti, tapi ah tidak perlu, mungkin kalau aku hubungi lebih dulu pun dia akan merasa risih dan pergi lagi. Jadi tak apa jika aku harus sakit menahan kerinduan, asal aku tak kehilangan sahabatku. 

Lantas kembali tertidur dan bangun sudah pagi. Waktu cepat berlalu, rasanya baru lima menit yang lalu. Dingin masih merasuk di luar sana, di dalam mungkin karena ada penghangat. Ah, malas sekali latihan.

Usai sarapan pagi ini, kami berkumpul di bawah untuk beberapa pelajaran mengenai kepelatihan, dari strategi dan membaca kemampuan lawan. Jenuh awalnya tapi sangat menikmati. Ilmu itu bukan untukku, tapi untuk Indonesia. Ingatlah bahwa sejauh mana engkau pergi untuk mencari ilmu, meski sampai ke Jerman atau ke Australia atau tempat jauh lainnya. Ilmu itu milik negaramu, kembali dan bangun negaramu.

Itu mengapa putri kedua Bung Hatta yang kuliahnya kala itu di luar negeri diminta untuk tidak berlama-lama dan segera kembali untuk membangun negeri sendiri. Itu pula kenapa Bung Karno meminta mahasiswa di luar negeri untuk menuntut ilmu sungguh-sungguh kemudian kembali untuk membangun negaranya.

Tunggu, jangan pikir aku pintar dalam hal kenegaraan, nasionalisme dan pengetahuan tentang Bung Hatta maupun Bung Karno. Aku tahu semua itu dari Za. Za yang ajarkan itu padaku, bukan, padaku dan Brylian. Dia bilang kala itu, kami berdua akan main di Eropa nantinya mencari ilmu sebanyak-banyaknya lalu ketika negara memanggil negaralah penerima ilmu-ilmu kami, disaat tua nanti, Za pun telah mengarahkan kami untuk menuntut ilmu kepelatihan hingga jauh, dan kembali untuk melatih garuda-garuda Indonesia. Dia hebat, aku hanya mengutip saja pemikirannya.

TriangleWhere stories live. Discover now