Chapter 31

1.2K 153 8
                                    

Seperti menikmati hari terakhir bersama mereka, entah kenapa benar-benar seperti hari terakhir. Tak lama lagi mereka harus TC, jauh dariku selama beberapa Minggu, hampir tiga bulan malah. Belum lagi kudengar Nando dan Brylian punya tambatan hati, jelas saja ada yang akan tersisih. Mau tidak mau juga aku yang tersisih, memang siapa lagi? Cuma aku yang tidak punya tambatan hati sebenarnya. Kalau pun mereka bilang tidak akan terjadi atau tidak mau jauh dariku, aku bahkan sudah bersiap jika tanpa mereka.

Logika anehku, tak masalah mereka jauh dariku, asal masih di dunia dan masih ingat denganku. Hal paling menyakitkan itu adalah dilupakan tanpa melupakan. Kalian tentu tidak akan pernah mau semacam itu, beda lagi kalau kalian juga melupakan. Dan aku tidak ingin dilupakan oleh kedua sahabatku, boleh saja kita jauh tapi suatu waktu aku masih bisa melihat mereka, boleh saja jauh tapi ketika bertemu akan saling menyapa sebab tidak saling melupa.

Tapi, kalaupun boleh tamak terhadap dunia, aku minta kedua sahabatku ini dapat pasangan yang bisa mengerti dan paham betul tentang persahabatan ini. Bukan perempuan yang posesif, melarang kedua sahabatku bertemu denganku, bukan pula yang menjauhkan aku dari mereka. Sayangnya ketamakan itu hanya 0,02% saja dapat menjadi nyata, paling juga cuma angan.

Bayangkan saja berapa banyak perempuan yang bisa menerima sahabat perempuan dari pacarnya? Nggak banyak. Bahkan laki-laki pun sama, tidak akan bisa menerima sahabat laki-laki dari pacarnya. Lah, dulu kita juga sahabatan sebelum pacaran, itu kalimat klasiknya.

"Woy, pada pulang sana! Udah sore ini belum pada pulang masih pakai seragam lagi!" Teriak Cak Dahlan dari jendela kamarnya yang memang berhadapan langsung dengan jendela kamar Ernando. Bahkan jarak antara rumah Ernando dan rumah Cak Dahlan tak lebih dari satu meter.

"Ishhh, berisik aja, Cak!" Balas Brylian masih berbaring di atas tempat tidur Ernando.

"Marahin nih, Cak. Masa' pulang sekolah langsung main!" Seru Ernando terkekeh. Padahal dia paling sering membisiki kami agar tak usah pulang dulu, langsung mampir ke rumahnya. Sekarang malah membalikkan fakta yang biasanya. Walaupun memang benar, hari ini bukan dia yang minta.

Aku hanya tertawa saja, habisnya mau ikut debat, Mama sudah kirim pesan biar cepet pulang. Alhasil ya aku pamit lebih dulu, meninggalkan Brylian dan Ernando di kamar berukuran 3 × 2,5 meter.

Dalam perjalanan pulang aku ingat Zico mengirimiku  direct message di Instagram. Belum aku buka, jadi aku buka selama perjalanan itu dan langsung aku balas.

Sutandiegozico

Za, apa kabar?
Masih ingat dong 😊

Alhamdulillah
Ingatlah, Co

Eh dibales juga udah ditunggu

Ditunggu banget? 😄
Terharu 🤧

Kamu, Za

Kenapa?

Enggak sih
Sebenarnya cuma mau kenalan

Kan udah kenal, Co 😌

Oh iya 😂
Boleh minta nomor WhatsApp

Buat apa?

Buat nawarin jasa asuransi 😒

Seriusan?

Ya enggaklah!
Buat chatting aja, Za 😪

TriangleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang