2. Sweet Time

2.5K 98 33
                                    

"Mungkin ini belum terasa, entah berapa hari lagi aku bisa merasakannya"

"Udah ke pasarnya?" ucap Verdi sinis mendapat tatapan bingung dari gadis di hadapannya.

"Maksud lo apa, gue itu sekarang ada di toko buku bukan di pasar, enak aja ngomong gitu ke gue." gadis itu terus-terusan mengeluarkan nada tinggi.

"Ah—gue tau, maksud lo. Lo berlagak nyinyirin gue pakai cara halus kan? Sok-sokkan nyindir gaya bicara gue kan? Nggak banget tau nggak, tinggal bilang langsung ke gue aja apa susahnya, gue bakal dengerin dan nggak bakal marah karena kejujuran lo secara langsung."

"Gue emang anaknya cerewet, banyak omong. Dan sekarang lo salah, lo salah karena udah masuk ke hati gue dengan cara yang salah, karena apa? Karena lo udah buat gue jatuh dari rak ini dan bikim darah tinggi gue naik." cerocosnya.

Verdi hanya diam, pasrah mendengar ucapan gadis itu tanpa mau meladeni. Jika bisa, ia akan pergi dari hadapannya.

"Sori, gue minta maaf. Nggak ada yang parah kan, patah tulang mungkin? Gue pergi." Seketika Verdi ingin segera berlalu dan tak mau menemuinya lagi. Untuk kali ini saja, ia sudah mendapat banyak omelan, apalagi jika ia bertemu selanjutnya?

"Eits... Enak aja mau pergi-pergi tanpa tanggungjawab, lo harus tanggungjawab dulu sama perbuatan lo." gadis berambut pendek ini langsung memberhentikan langkah Verdi, dengan merentangkan kedua tangannya menghalangi.

"Perbuatan apa yang lo maksud? Gue nggak sengaja dan gue udah minta maaf sama lo kan!" ketus Verdi semakin risih di depan gadis yang tengah memandanginya.

"Cuma maaf? Nggak berlaku buat zaman sekarang." jawab gadis itu sambil menyeringai.

Ia masih tak terima atas kejadian yang menimpanya barusan. Meskipun luka yang ia rasakan tak begitu sakit, namun harga dirinya mau diletakkan dimana? Ia jatuh di tengah banyak orang yang berada di toko ini. Memalukan.

"Terus lo mau apa? Gue nggak ada waktu buat ladenin ocehan lo, gue mau cari adek gue." ujar Verdi semakin malas. Namun, ia dibuat ling-lung oleh gadis yang membuat moodnya memburuk hari ini.

Rupanya niat Verdi untuk belanja mencari buku di sini salah. Lebih baik ia belanja di toko lain daripada di sini yang hanya akan mendapati gadis gila.

"Lo bayarin buku gue dulu, baru gue maafin." jawabnya sedikit angkuh, ia masih sedikit meringis kesakitan karena luka yang sudah mendarat di lututnya.

Verdi menatap buku yang ada di tangan gadis itu. Setebal dan semahal itu. Nggak akan ia membayar buku itu untuknya.

"Emang lo siapa? Pacar? Nyokap? Teman? Enggak kan. Berani nyuruh orang." Verdi yang kini enggan menatap wajah gadis yang sedang di depannya sontak ingin pergi. Enak saja main bayar-bayar. Namun niatnya kembali terurung, lagi-lagi gadis itu menahannya.

"Lo... Lo nggak tau siapa gue—kenalin gue cewek cantik dari Bandung yang insyaallah jadi menantu idaman. Nama gue Dinda!" ia menceloteh ucapannya sambil mengulurkan tangan kanan untuk berjabat tangan dengan Verdi. Tapi hal itu sia-sia.

"Kalau lo berani pergi dari gue, lo lihat aja apa yang bakal terjadi sama diri lo." kejamnya melotot.

"Gak butuh kenalan sama lo!" ketus Verdi tanpa menerima uluran tangan itu. Membuat gadis itu menarik lagi tangannya dengan malunya.

"Ck! Ya udah lah. Males gue ngomong sama lo lama-lama, ketemu sama lo buat gue kesel! Oke... Lo akan gue maafin tapi,-" Verdi mengangkat sedikit alisnya, "lo harus traktir gue makan, baru gue maafin, mau nggak?" tawar Dinda seenaknya.

VerDinda [SELESAI]Where stories live. Discover now