28. Sial Tapi Sayang

868 27 1
                                    

"Kalau dengan cara ini kalian bisa bahagia, mungkin aku akan mengusahakannya"

"Din ... Dindaa!" teriak Yustin dengan wajah yang cukup serius. Tangannya terus-terusan mengetuk pintu berwarna cokelat itu tanpa ada henti. Kakinya ia hentakkan cukup malas tetapi bertempo cepat.

Merasa pintu itu sudah terbuka lebar, Yustin langsung meraba dan meraih tangan yang berhasil membuka pintu.

"Ayo Din, buruan. Lo harus tau tentang ini, lo pasti ka,-" ucapnya terpotong saat melihat ke arah belakang. Langkahnya terhenti. Tubuhnya bergidik ngeri. Jantungnya serasa mau copot, bahkan hatinya menciut tak tahan untuk menatapnya balik.

Yustin menatap ujung sepatunya seketika, bergumam dan mendapat tatapan.

'Pantesan tangannya berbulu' batin Yustin lalu menyungir ke arah Andre. Ia masih takut akan tatapan itu hingga ia kesusahan untuk meneguk salivanya.

"Bang Andre. Maaf, Bang, aku nggak tau dan nggak sengaja," ralatnya malu. Ia langsung menarik tangannya kembali dengan wajah yang tak mengenakkan.

Tatapan tajam itu juga masih terlihat, bahkan lebih tajam dari sebelumnya. "Eeem, Din-Dinda ada nggak, Bang?" lanjutnya ragu. Tangan dan kakinya terus bergetar. Ngeri.

'Ck! Tuh malu kan gue kalau gini urusan!" decak Yustin lalu membuang muka.

"Nggak! Dinda nggak ada, lagian kenapa sih pake dobrak-dobrak segala? Lihat! Itu ada bel. Nggak sabaran banget jadi cewek." omel Andre sambil menunjukkan letak bel rumah itu berada. Tangannya lalu terlipat, bersandar pada pintu untuk memerhatikan gerak-gerik yang dilakukan Yustin dengan meliriknya tajam.

Tentu saja Yustin sangat malu, mengingat pria ini adalah kakak Dinda, kakak dari sahabatnya sendiri dengan tatapan super maut baginga.

Tangan Yustin terus-terusan digunakan untuk menggaruk tengkuk yang tidak gatal, sambil mengarahkan pandangan ke mana pun yang dapat ia jangkau. Benar, Yustin salah tingkah.

"Ya maaf, Bang, habisnya ini buru-buru banget," jawabnya singkat dengan nada mulai menciut sambil menatap ujung sepatunya lagi, "tapi, Bang. Ini penting banget, keburu sekolah ditutup lagi." ujarnya saat menatap Andre.

"Din, Dindaaaa... Dindaa, woii keluar lo, cepetan gue udah nunggu di depan ini!" suara itu terus menggema di telinga Andre, hingga ia berhasil membuat Andre menutup telinga dengan kedua tangannya. Pria itu jengkel dan risih dengan gadis yang tengah berdiri di depannya ini.

"HIIIH! BRISIK, TAU NGGAK!" bentakan itu membuat Yustin berhenti berteriak, ia diam dan menatap Andre, "iya gue panggil. Tapi lo diem disini!" ketus Andre lalu berjalan meninggalkan Yustin sendirian, menunggu di depan pintu.

"Dari tadi kek, sok pakai natap-natap dan nyinyirin gue segala. Modus pasti." gumam Yustin.

"Lo, mau kemana?" tanya Andre saat melihat penampilan adiknya dari bawah hingga atas, cukup rapi.

"Ke sekolah sama Yustin, Bang. Dia udah datang, kan?" ungkap Dinda sambil membenarkan baju yang ia kenakan. Sedikit longgar.

"Udah. Itu teriak-teriak nggak jelas di bawah, kayak orang gila!" jawabnya malas. Pria dengan postur tinggi itu langsung pergi ke kamar tanpa menunggu jawaban dari adiknya. "Jangan lupa kunci pintu. Gue mau tidur!" teriaknya berhasil membuat Dinda melontarkan kata kasar.

"Dasar, abang keboo!" jawab Dinda saat sudah berada di depan pintu.

Begitu sampai di depannya, Yustin langsung menarik tangan Dinda asal untuk segera naik ke motornya. Ia sangat buru-buru, hingga membuat Dinda terus-menerus mengernyitkan dahi menatap Yustin.

VerDinda [SELESAI]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora