40. JANGAN PERGI, VER!

759 33 0
                                    

Verdi terus bersenandung ringan, menyanyikan lagu asal-asalan dibarengi setelan musik supaya tidak terjadi keheningan. Lagu itu spesial, lagu yang pernah ia nyanyikan ke Dindanya. Dulu.

Mengingat nama Dinda, Verdi terus-terusan tersenyum. Apalagi terbayang senyuman Dinda yang mengulas ketulusan.

Gue janji akan selalu ada di samping lo. Batin Verdi setelahnya.

Namun, sebuah nama kembali mendarat di pikiran Verdi, hingga membuatnya berhenti melanjutkan lagu yang masih dalam tahap reff tersebut. Lagi-lagi nama itu. Mengapa selalu muncul disaat yang tidak pas? Mengapa? Verdi mengeram, meluapkan kekesalan.

Apa ia harus memberitahu Anggun tentang masalah ini? Verdi terus-terusan bergelut dengan pikirannya sendiri. Mencari jalan terbaik untuk dirinya, Dinda, dan sahabatnya.

"Anggun harus tau tentang Danis." putusnya setelah berpikir dua kali, lalu ia mencari ponsel yang entah dimana ia letakkan. Segera ia mencari kontak Anggun dan hendak menelfonnya.

Rupanya, niat itu kembali terurung. Ia menyimpan kembali ponselnya hati-hati setelah berusaha meremas benda itu. Ia kesal.

"Nggak! Gue nggak mau jadi PHO!" katanya tersadar. Rupanya berpikir dua kali lebih tidak mempan daripada berpikir tiga kali. Apa iya?

"Tapi gue sahabat Anggun, gue yang tau kebusukan pacarnya. Anggun anak baik-baik, dia udah jauh beda dari kehidupannya dulu. Apa... apa gue harus diam dan nungguin mereka cek-cok? Nggak! Nggak akan!" ucapnya yang masih bergelut.

Verdi frustasi, pikirannya runyam, itu bukan masalah pribadinya, tapi kenapa ia sangat ikut campur masalah sahabatnya? Tidak, ini menyangkut dirinya, pacarnya, serta sahabatnya.

"Arghh!!"

Verdi mengeram berkali-kali, menjambak rambutnya dengan kedua tangan. Cukup lama dan kasar. Apa segila ini memikirkan semuanya!

Tiba-tiba rasa sakit menjalar ke kepalanya. Verdi merasakan pusing yang begitu hebat. Hingga ia lepas kendali dan terdengar suara benturan yang memekikkan. Mobil itu menabrak pembatas jembatan dan terguling tak semestinya.

Verdi terluka, ia berusaha untuk keluar dari mobil dan meminta bantuan siapapun yang ada disana. Namun, raganya cukup lemah hingga ia tersungkur, tergeletak di jalanan. Lukanya sangat parah. Darah mengalir begitu deras dari kepala serta lengan kirinya. Ia menutup mata dan seketika tak sadarkan.

Kecelakaan itu mengundang beberapa pengguna jalan berhenti untuk membantu orang yang berada dalam mobil itu, hanya ada satu. Dan ia? Sudab tergeletak mengenaskan di jalanan. Segera warga disana mencari pertolongan pertama, membawanya ke rumah sakit sebelum takdir berkata lain.

**

"Dok, bagaimana keadaan Verdi?" tanya Dinda yang sudah berada di depan ruang yang digunakan oleh Verdi. "Dia nggak apa-apa, kan?"

Gadis itu beranjak ke rumah sakit setelah mendapat telepon dari nomor Verdi. Ia kira bahwa Verdi berubah pikiran bahwa akan mengajaknya untuk berpergian. Namun salah, bukan Verdi yang menelfon, melainkan seorang bapak-bapak dengan nada berat yang cukup khawatir, ia kebingungan. Kabar yang disampaikannya membuat Dinda datang kesini dengan air mata yang terus bercucuran.

"Mbak ini... siapanya pasien?" ucap Dokter itu setelah beberapa jam menangani Verdi.

"Saya pacarnya Dok. Saya sudah mengabari keluarganya, me-mereka sedang dalam perjalanan kesini. Sekarang bagaimana dok? Dia nggak apa-apa kan? Saya boleh tau keadaannya kan? Saya boleh ke dalam kan?" Tanya Dinda beruntun. Jelas saja, ia sangat khawatir, Verdi yang tadi baik-baik saja, sekarang mesti dibawa ke rumah sakit karena kecelakaan hebat. Dinda tak pernah menduga hal semacam ini akan terjadi. Ia terus menangis, menatap arah manapun yang bisa ia capai untuk meluapkan kecemasannya.

VerDinda [SELESAI]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora