14. Dua Hati Merindu

1.2K 60 11
                                    

"Dukung aku dalam keadaan apapun, karena itu akan membangkitkan gairahku"

Dinda kini sudah berada di ruang makan bersiap untuk makan malam bersama keluarganya. Suasana yang terlukis sangatlah nyaman. Kehangatan ada pada keluarga kecil mereka.

"Katanya lo ikutan olympiade?" tanya Andre mengawali perbincangan. Ia baru saja duduk dan membuat mereka segera mengawali makan malam ini.

"Iya, emang." jawab Dinda santai sambil mengambil nasi ke piringnya.

"Lo udah fokus belajar, kan?" Andre semakin gencar mencari topik lainnya, padahal disela makan malam bersama keluarga. Tentu perkataan itu mendapat tatapan dari keluarganya.

Adab yang baik saat makan sebenarnya tidak boleh berbicara, bisa membahayakan karena tersedak. Dan sudah berulang kali Pak Arif dan Bu Sella memberitahu keduanya, namun tetap saja mereka masih menghiraukan.

"Menurut lo?"

"Udah sih, dikit." jawab Andre santai namun mengerdikkan bahu.

"Nah itu tahu, tumben nanya ke gue, Bang? Ya... Tapi belum semua materi terkuasai sih, ada point-point yang harus buat gue belajar ekstra. Kalah menang, gak apa-apa, kan? Toh yang penting Dinda udah berusaha semaksimal mungkin." terang Dinda yang masih menyendokkan satu sendok berisi nasi dan kawannya ke dalam mulut.

"Lah gitu doang baperan." sindir Andre tertawa dan kejadian itu terjadi. Andre tersedak dalam makannya. Dengan segera ia mengambil segelas air putih.

"Makanya kalau lagi makan jangan ngobrol dong, kejadian kan." kata Bu Sella yang sedang menuangkan air putih ke gelas Andre.

"Lo sih, Din."

"Lah kok gue sih, Bang? Yang mulai duluan siapa?" sengitnya menatap Andre.

"Ayah setuju, Din. Emang kalau kita mau sukses, pertama kita harus jujur dulu, kalah atau menang itu udah diatur sama yang di Atas. Kita tinggal usaha sama doa." kata Pak Arif disela ia minum secangkir coffe panas.

Dinda manggut-manggut mengisyaratkan pada Andre. "Kita cuma main peran di dunia ini kan, Yah?" tanya Dinda menatap Pak Arif dengan seulas senyum.

"Betul itu."

"Nah masuk Pak Arif, Bunda juga setuju sama sistem kejujuran. Apalah daya banyak siswa yang mencontek sewaktu ulangan dan ujian, mereka belum tentu sukses untuk kehidupan selanjutnya." Bu Sella mengacungkan jempolnya seraya berkata seperti itu. Ucapannya mendapat kekehan dari semuanya.

"Eh—Ibu hits juga ya." puji Dinda ramah, "Tapi, Bun. Dinda juga pernah nyontek waktu ulangan dulu. Kelas sepuluh, sebelas sih apa Dinda juga nggak bakal sukses?" ujar Dinda dengan jujurnya.

"Sekarang tidak, kan?"

"Alhamdulillah enggak sih, Bun." jawab Dinda sedikit tersenyum.

"Kalau Dinda udah tobat buat nggak ngulangin kebohongan itu, Insyaallah bakal diampuni sama Tuhan. Sekarang kejar cita-cita kamu dengan kejujuran." jawab Bu Sella atas pertanyaan Dinda.

"Aamiin, doain Dinda ya semuanya." katanya sambil menatap personil yang ada di meja makan.

"Nah itu baru anak Ayah, berubah menjadi lebih baik." sanjung Pak Rahmat lalu terkekeh.

"Bang Andre pasti dulu juga bohong kan, waktu ujian?" caci Dinda mendapat sedakkan dari Andre lagi. Kemudian Dinda terrkekeh.

"Cowok itu paling jago buat nyontek, tapi gue dulu juga inshaf kayak lo." sergah Andre tak mau urusannya jadi lebih rumit.

VerDinda [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang