56. Hotel & Bangunan Tua

421 27 0
                                    

"DIN BANGUN, UDAH PAGI!!"

Dinda bangun malas-malasan. Sedari tadi ia hanya berguling ke kanan-kiri sambil menutup wajah dengan guling, beberapa kali ia menolak dengan teriakan. Seperti ini, "bentar lima menit lagi, gue masih ngantuk. Lo sih pakek acara ajak gue begadang semalaman."

Lima menit sedari tadi pukul setengah sembilan. Terlalu banyak alasan untuk tetap berada di zona nyaman. Anggun semakin geram karena jatah sarapan paginya sudah habis untuk teriak-teriak. Ia memukul pantat Dinda dengan guling.

Namun berjalannya waktu yang begitu cepat tak bisa membuat Dinda menjauh dari takdir bertemunya dengan Danis. Ia duduk di pinggiran ranjang dan membuka mata perlahan.

"Jam berapa sekarang?"

"Sembilan kurang limabelas."

"Apa?!" kaget Dinda langsung mengambil baju dan melenggang ke kamar mandi.

"Gue harus cepat-cepat ini, lo jangan keluar, Nggun, Danis nanti ke sini. Lo kasih tau semuanya biar yang keluar nemuin Danis si Radit aja." pesan Dinda langsung membanting pintu kamar mandi.

"Astagfirullah, ini bocah lupa apa gimana sih?" gumam Anggun geleng-geleng di samping ranjang.

"Jangan lupa pakai yang semalam." kata Anggun mengingatkan, saat Dinda sudah berpakaian rapi.

"Iya ini." katanya sambil menunjukkan alat penyadap suara yang ia letakkan di tas selempangnya.

Ia langsung menyambar roti isi yang ada di meja bundar. Untung tak ada yang melihat, mungkin punya Otong.

"Udah lama?" tanya Dinda masih mengunyah roti isi, ia mendapati Danis yang sudah duduk di kursi rotan depan rumah.

"Baru."

"Sori gue baru bangun." maafnya lalu mengikuti Danis yang berjalan menuju mobil lebih awal.

"Gue tadi udah ngobrol banyak sama saudara lo." sambung Danis saat sudah berada di dalam mobil. "mereka ramah banget ya."

"Iya."

Dinda masih sibuk dengan makannya setelah itu terus-menerus menyibukkan diri dengan ponselnya karena keadaan sangatlah sepi di dalam mobil. Ia sesekali menatap kanan kiri dan baru menyadari saat mobil itu terparkir di depan bangunan menjulang.

"Ngapain lo bawa gue ke sini?" tanya Dinda bingung.

"Ada baju gue yang belum diambil," jawab Danis mematikan mesin.

"Oh." kata Dinda tak ikut turun, ia masih bermain ponselnya dengan senyum yang sedikit terlukis ke arah layar.

"Din, temenin gue masuk." ajak Danis menampakkan kepalanya dari jendela yang sedikit terbuka.

"N-nggak, lo sendiri aja." tolaknya.

"Lo jangan berpikiran macem-macem, gue nggak akan apa-apain lo."

"Gue nggak berpikir macem-macem."

"Terus kenapa lo nolak?" tanya Danis.

"Terus kenapa lo nyuruh gue masuk segala? Lo bisa sendiri. Gue tunggu di sini." kekeh Dinda tetap dengan penolakan.

Danis pun mau tak mau harus berkata apa adanya. Ia mendekati Dinda melalui jendela mobil, sedikit menundukkan kepala menongolkan.

"Cuma mau minta satu foto sama lo." bisik Danis membuat Dinda menjauhkan ponselnya. Ia menatap Danis dengan tatapan tak percaya.

"Nggak, Dan. Gue nggak mau."

"Satu kali."

"Nggak."

VerDinda [SELESAI]Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu