36. SMA VS COGAN

855 31 1
                                    

"Rata-rata anak SMA itu ganteng, keren, tajir, pokoknya gue pengen deh dapetin yang kayak gitu."
—Vanya Rastra Verista

Dinginnya malam kembali menyelimuti, suasana hujan atau tidak tetap saja membuat malam gadis itu terasa dingin dan sepi.

Dinda hanya mengisi waktu dengan menonton TV, memandang jendela kamar yang sedikit terbuka—membuat sepoi angin menyentuh permukaan wajahnya—ia beranjak menutupnya dengan sedikit mata menyipit, berusaha menutup wajah dengan satu tangan supaya angin tidak menerpanya.

Telinga itu kini mendengar sebuah notifikasi pesan masuk di ponselnya, sesuatu yang menggugah hati Dinda untuk memandang ponsel tersebut. Hanya memandang awalnya, lalu berniat membukanya setelah beranjak menutup jendela.

Meyza: Guys, gue lupa, gue mau ngasih tau kalian. Kakak gue Ammar, besok mau nikah, kalian dateng ya... Spesial undangan dari gue.

Meyza mengirimkan pesan lumayan singkat ke grup pribadinya, grup yang berisikan Dinda, Zura, Yustin, Riska, dan Chae.

Yah, lo telat ngasih kabar nih. Batin Dinda setelahnya, lalu mengetikkan balasan.

Benar saja, pernikahan tinggal besok, tetapi undangan baru terkirim malam ini. Keluarga mana yang terima akan hal ini?

Dinda: Kenapa lo ngomongnya ndadak banget sih Mey

Riska: Iya nih, gue belum beli kado juga.

Meyza: Ya maaf, namanya juga lupa. Kita jarang ketemu lagi sih, haha jadinya lupa deh.

Zura: Lupa sama teman seperjuangan! Fakkk!

Meyza: Sori lah, pokoknya besok datang ya. Jam 9 di rumah gue, gue tunggu.

Chae: What the heelllll! Kak Ammar nikah? Kok nggak sama gue aja sih, kan gue suka sama dia!

Riska: Lo siapa si bambank!

Meyza: Calon kakak ipar gue lebih baik dan cantik dari lo Cha. Wkwk

Meyza: Jangan lupa baju yanh sepadan:v

Dinda menutup kembali ponselnya dengan hembusan nafas berat, sebenarnya lucu juga sih melihat lucon mereka. Tetapi bagaimana tidak?

Ia sudah mempunyai janji dengan Verdi besok pagi, dan ia juga harus menyempatkan diri untuk hadir ke pernikahan Ammar—kakak Meyza, sahabatnya sendiri.

Ia berpikir keras, mengetuk-ngetukkan ponsel ke bantal yang ada di dekapnya, melihat isi ruangan dan batinnya terus berbicara mencari jawaban. Ia langsung mengambil ponsel lagi dan berniat menelfon.

"Iya Din, ada apa?"

"Mey, gue mau minta maaf nggak bisa hadir ke pernikahan kak Ammar."

"Loh, Kenapa?"

"Gue udah ada janji sama Verdi besok jam sepuluh."

"Yah sayang sekali, padahal gue berharap kita bisa kumpul lagi."

"Maaf ya."

Ada hening di seberang sana, cukup lama. Nampak berpikir atau menyesal dengan sahabatnya.

"Ah—atau nggak gini aja, lo ajak Verdi ke nikahan kakak gue, nggak masalah kok nambah satu undangan buat dia."

"Nggak usah, nanti malah ngerepotin lagi, gue kasihan sama orangtua lo. Sekali lagi maaf nggak bisa hadir."

"Ya ampun Dinda, kayak sama siapa aja. Udah besok berangkat, ajak Verdi sekalian. Lo juga belum ngenalin deket ke kita-kita kan? Biar makin akrab juga. Soal undangan, nanti gue bilang ke nyokap. Pasti nggak apa-apa lah, banyak juga yang hadir, pasti nyokap sediain lah. Tenang aja lah pokoknya. Dateng ya?? Plissss!!"

VerDinda [SELESAI]Onde histórias criam vida. Descubra agora