13. Listrik dan Bendera

1.2K 57 22
                                    

"Dapatkah rindu ini ku titipkan pada Tuhan, supaya aku tidak terlalu berat memikulnya"

Verdi kini sedang belajar bersama Dinda setelah pulang sekolah. Mereka berdua kini berada di taman belakang rumah Verdi. Rumah ini terlalu sepi untuk mereka huni berdua. Papa, Mama, dan Vanya? Mereka masih sibuk dengan urusan mereka masing-masing.

Dinda menanyakan beberapa masalah yang kian menyelinap di pikirannya. Masalah yang akan bisa dipecahkan jika mereka berpikir keras.

Pelajaran yang dibahas kali ini bukanlah persoalan Matematika atau pun Biologi, namun Fisika yang aslinya mudah namun harus teliti jika mencari jawaban yang sesungguhnya.

"Bukannya jawaban 250 N ya, Ver? Kok lo jawabnya 280 N sih?" tanya Dinda bingung. Ia kembali menggaruk rambutnya yang tidak gatal dan memasang muka tak karuan. Sesekali ia menatap Verdi, begitupun sebaliknya.

"Apa iya?"

Verdi langsung meneliti kembali soal yang mereka bingungkan dan ternyata benar, Verdi memang tidak salah ambil rumus. Benar kok.

Verdi lalu mengambil buku milik Dinda dan menelitinya secara terperinci, ternyata ia menemukan satu kesalahan yaitu cara yang dipakai Dinda ternyata salah. Yang seharusnya bernilai negatif, tetapi Dinda menulis positif.

"Bener kok. Lo yang salah, tuh lihat rumus di buku gue sama modul pembelajaran, sama." Verdi menyuruh Dinda untuk menelitinya lagi dan ternyata benar.

Dinda yang salah memasukkan rumus sesungguhnya, setelah mendapat ralat, ia menemukan jawaban yang sama dengan Verdi. Dinda pun menyungkir kuda.

"O-iya ternyata gue salah ya," cengirnya, "padahal biasanya perempuan yang selalu bener, kok sekarang kebalik sih. Apa dunia udah terbalik kayak yang di sinetron TV itu ya?" Dinda menggaruk rambutnya yang tidak gatal.

Ia benar-benar malu sekarang, masa ia sampai salah memasukkan rumus, apa iya dia gugup karena ada Verdi disampingnya? Tentu saja.

"Sekali-kali harus cowok yang benar, cewek jangan egois." ucap Verdi sambil menatap buku yang ada di hadapannya.

"Kodrat wanita itu emang selalu benar, kata guru gue gitu. Dan kalau lo mau pingin selalu benar, ayo jadi cewek."

"Gue bersyukur ya udah bisa dilahirin di dunia ini, nggak perlu lagi ngubah gender. Takdir Tuhan udah pasti." bijak Verdi tak kemakan omongan.

"Makanya biarin cewek bersikap selalu benar." tawa Dinda pecah menatap Verdi dengan garang. Ia menjitak kepala Verdi, entah dorongan apa mereka menjadi seperti ini.

"Aww sakit, Din!" Verdi mengusap kepalanya yang terkena jitakan, sedangkan Dinda, ia langsung mengusap-usap kepala Verdi dengan mulut memekik kesakitan.

"Sakit ya? Maaf gue nggak sengaja Ver, beneran gue nggak sengaja." Dinda mengusapnya beberapa detik lalu pandangan mereka terkunci setelah bertatap-tatapan cukup lama.

Vanya yang datang dari ruang tengah pun akhirnya melihat tingkah kakaknya ini. Ia segera memotret kemesraan mereka dan berdehem seketika.

"Ekhem!"

Konsentrasi yang tadinya terkunci akan tatapan dalam, kini menjadi buyar setelah mendengar suara Vanya dari balik mereka. Vanya lalu berjalan menghampirinya dengan langkah santai sambil membawa camilan di tangannya.

VerDinda [SELESAI]Where stories live. Discover now