18. Kebal Rayuan

1K 47 8
                                    

"Jangan bilang aku bucin. Itu memang beneran perasaan aku ke kamu"

"Verdian!!" teriak seseorang dari ujung jalan sana.

Verdi melihat ke belakang, mengikuti arah datangnya suara, dan ternyata ia mendapati seseorang yang lama ia tunggu, gadis yang baru saja dirawat di rumah sakit.

Sudah satu minggu Dinda dirawat di rumah sakit dan sudah satu minggu pula ia berada di zona nyamannya. Zona yang sangat ia rindukan berhari-hari. Rumah.

"Din-Dinda?" Verdi melihat Dinda yang berada tak jauh darinya, dengan segera ia meletakkan lap yang tadinya digunakan untuk mengelap mobil merah kesayangan. Ia segera berlari menuju keberadaan Dinda sekarang.

"Lo ngapain kesini? Udah sehat emang?" Verdi memeriksa jidat Dinda dengan telapak tangannya, menatap tubuh Dinda dengan tatapan indah. Luka yang ada di lengan dan kakinya sudah mengering.

Dinda tersenyum saat tangan Verdi berada di kedua pundaknya. Verdi pun segera memberi senyuman hangat untuknya dan menyimpan tangannya lagi.

"Gue kangen aja sama lo, lo kemana aja sih, temannya sakit kok nggak di jenguk?" Verdi mengernyit saat mendengar ucapan itu.

Apa iya, Verdi harus menungguinya setiap hari dan setiap detik? Tidak kan. Lagi pula, setelah selesai olimpiade itu, dirinya langsung menyempatkan untuk mampir ke rumah sakit dan menemuinya.

Benar saja, sejak satu minggu yang lalu Verdi sudah tidak menjenguknya sama sekali. Ia masih sibuk dengan urusan di sekolahnya. Juga suatu keadaan yang membuat Verdi harus terus berada di rumahnya, dengan keadaan sakit waktu itu.

"Maaf Din, gue sibuk beberapa hari." katanya menyembunyikan.

"Ngapain aja?" heran Dinda.

"Pacar gue datang, dan gue harus turutin semua kemauan dia." ujar Verdi membuat hati Dinda sedikit tersentak.

Rupaya Verdi sudah punya pacar? Kenapa ia tidak memperkenalkannya?

"Kasihan juga lo. Kenapa lo nggak ngenalin dia ke gue?" kata Dinda menurut karena mendengar perkataan Verdi. Detik itu juga Verdi tertawa, Dinda malah dibuat bingung.

"Kenapa ketawa?"

"Lo percaya sama kebohongan gue tadi?" jelas Verdi semakin mengeraskan tawanya.

"Gue nggak percaya sih sebenernya. Gue kan tau lo itu jomblo gara-gara sifat lo yang sok judes itu." cengir Dinda lalu duduk di sebuah kursi panjang di dekat sana. Verdi pun ikutan duduk dengan celana yang sedikit basah.

"Gue udah berubah dan gue udah punya gebetan."

"Gue nggak percaya tipu-tipuan lo. Gue nanya beneran, emang ngapain aja lo di rumah? Nyuri start ujian dari gue?"

"Mbaknya kepo." tuturnya membuat Dinda semakin ingin mengunyah Verdi.

"Ya—udah gue pulang ya, gue kesini cuma mau nemuin lo dan sekarang gue sudah puas bisa lihat muka lo lagi. Gue pulang dulu." Dengan gerakan kilat, Verdi langsung menarik tangan kiri Dinda sehingga ia berbalik menghadap Verdi.

"Lo naik apa?"

"Ojek tadi."

"Tunggu, gue anterin lo." Verdi mengajak Dinda untuk berjalan ke rumahnya, namun Dinda menolak tak ingin merepotkan.

"Nggak usah, Ver, gue bisa sendiri."

"Udah ayo." paksa Verdi terus-menerus.

"Tapi,-"

VerDinda [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang