45. Persimpangan

652 24 5
                                    

"Dindaaa!!"

Gadis yang mendengar namanya dipanggil pun sontak menoleh, ia langsung dikagetkan dengan pelukan dari belakang.

"Astaga, kalian ini kenapa? Tercekik gue, lepasin gak," ungkap Dinda lalu mendapat lepasan peluk dari mereka, "kalau gue mati, kalian mau tanggungjawab apa?" lanjutnya seraya membenarkan pakaian dan rambut yang sedikit berantakan.

"Eh iya maaf, habis kita lama gak ketemu sih." kata Meyza tertawa kecil.

"Lama gak ketemu apanya? Orang baru kemarin kita ketemu di nikahan kakak lo." ketus Dinda mendapat kekehan dari semuanya.

Meyza tertawa, "gue lupa."

"Yang lo ingat cuma cowok doang sih."

Mereka pun mengambil duduk di taman sekolah, yang merupakan tempat favorit bagi para warga sekolah disini, kedatangan mereka pun tak luput dari pandangan adik tingkat yang berjajar di segala ruangan.

"Lo habis nangis ya?" awal Zura menyadari. Ucapan itu pun mengundang semua temannya melengo ke arah Dinda.

"Kenapa?"

"Lo gak lagi ada masalah sama abang lo itu, kan?" tambah Meyza.

"Gak kok." jawabnya singkat.

"Terus?"

"Gak berantem sama pacar lo, kan?" tambah Chae.

Dinda pun menarik nafas panjang, dan mengeluarkannya kasar, ia menggeleng, "Verdi kecelakaan, dia lupa semuanya tentang gue."

Meyza, Zura, Chae, dan Yustin melengo, tak percaya. "HAH?"

"April Mop mungkin." simpul Meyza tak percaya, ia malah tawa.

"Ngaco lo! Dia bener-bener lupa separuh ingatannya, mungkin untuk beberapa bulan. Masa iya, lupa ingatan dibuat main-main." cetus Dinda berusaha mrnggunakan logika.

"Ya siapa tahu, kalau dia mau ngasih lo surprize gitu." tebak Meyza semakin tak nalar.

"Orang sakit masih aja dibecandain. Enak?" sengitnya semakin malas.

"Kapan dia kecelakaan?" tanya Yustin masih saja tak percaya.

"Pulang dari acara itu." jawab Dinda menatap Meyza.

"Sabar ya, pasti ada jalan buat ngebalikin semuanya." kata Chae memberi semangat.

"Iya, gue bakalan sabar kok. Apalagi ngadepin sikap kalian."

"Yeh kok jadi kita," tawa mereka pecah dalam candaan.

"Ngomong-ngomong kalian sudah ambil semua berkasnya?" tanya Dinda kembali ke niat awal ia datang kesini.

"Sudah, ini." balas mereka bebarengan, memang Dinda agak terlambat, ia tidak mengecek ponselnya, jadi ia tidak melihat ajakan untuk berangkat bersama mereka.

"Ya sudah, gue ambil dulu, ya." pamit Dinda meninggalkan mereka, ia berjalan sendiri menuju sebuah ruangan.

"Oke."

Di ruang BK Dinda sekarang ini, ia bersama beberapa siswa yang mana satu siswa menghadap satu guru BK.

"Selamat ya, Din." kata Pak Roma selaku guru BK di SMAnya.

"Makasih, pak." Dinda membalas jabat tangan itu.

"Ini berkas-berkas kamu," Pak Roma menyodorkan satu buah map, "ada berkas yang harus kamu lengkapi sendiri, saya sudah memcantumkan list fotokopi apa yang harus dilampirkan disitu." terangnya.

"Iya pak, siap. Terimakasih ya." jawabnya lalu mengecek kelengkapan berkasnya. "Saya benar-benar gak nyangka pak, bisa kuliah di luar negeri secepat ini. Padahal kata teman saya, buat dapatin beasiswa luar negeri harus kuliah di Indonesia dulu."

VerDinda [SELESAI]Where stories live. Discover now