19. With Verdi (1)

1K 42 6
                                    

"Hati gue akan selalu buat lo, meskipun ujungnya akan ada perpisahan yang tak menyenangkan"

"Selamat pagi semua." sapa Dinda ceria sambil berjingkrak ria.

"Eh, eh. Itu kaki hati-hati, main jingkrak aja. Kalau lukanya kebuka lagi, siapa yang mau obatin?" Andre memberi satu peringatan padanya. Dinda pun tersenyum merutuki tingkahnya.

"Sori, Bang."

"Pagi, tumben itu muka happy banget, kenapa?" tanya Bu Sella yang masih menyiapkan sarapan untuk mereka.

"Baru dapet pesan singkat dari Verdi itu, Bun." tebak Andre membuat mata Dinda membulat. "Bener kan?"

"Diem lo, Bang!"

"Hehe enggak pa-pa kok, Bun. Nanti... Dinda main sama Verdi, boleh nggak?" pinta Dinda sedikit ragu akan kebolehan orang tuanya.

Keadaannya sekarang sudah agak mendingan. Kakinya sudah kembali normal setelah beberapa hari yang lalu di kontrol oleh dokter. Jidat itu? Masih terdapat plester kecil berwarna coklat di sebelah kiri, namun tak membuat Dinda merasa terbebani.

Dinda hanya memainkan jarinya sambil menunggu jawaban dari mereka. Ia takut akan tolakan orang tuanya. Hingga suara berat pun terdengar.

"Boleh, tapi jangan malam-malam pulangnya, kondisi kamu masih belum sehat." tutur Pak Arif dengan santai setelah menatap Dinda.

"Yes, makasih, Yah."

"Kalau dibilang jangan pulang malam, ya sorenya harus balik, jangan malah pulang esok paginya." tambah Andre tak menatap.

"Iya-iya, Bang, tau batas seorang cewek gue."

Dinda segera menuju ke kamar setelah sarapan bersama keluarganya, ia segera memberitahu Verdi akan kebolehan untuk pergi. Dengan cepat ia menggerakkan jari-jarinya untuk mengirim sebuah pesan padanya.

Dinda
Pagiii Ver, gue mau bilang kalau gue dibolehin pergi sama lo, tapi jangan malam-malam pulangnya.

Verdian
Oke, gue jemput lo jam 9. Cepetan mandi.

Dinda

Lo juga Ver, mandi!

Dengan cepat Dinda langsung pergi ke kamar mandi, ia tak sabar pergi berdua dengannya setelah sekian lama tak pergi bersama.

Ia kangen akan kafe yang pertama kali ia kunjungi dengan Verdi, ia juga rindu dengan satu es krim yang diberi olehnya.

Dinda bersenandung ria di kamar mandi hingga ia menyanyikan beberapa lagu yang membuat moodnya meningkat drastis di pagi hari. Lagu yang sama seperti kemarin.

Dua puluh menit berlalu, Dinda langsung mengeringkan rambutnya. Memakai balutan kaos biru dan celana jeans pendek sebelumnya.

"Kenapa gue seneng gini ya kalau diajak main sama Verdi?"

"Apa gue yang terlalu ngarep sama dia?"

Ia berada di balkon kamar, sambil memainkan rambutnya yang sudah agak panjang. Tak lupa ia memotong kuku-kukunya yang sudah terlihat panjang. Berusaha berpenampilan cantik meski plaster masih bertengger di jidatnya. Ia juga tak lupa mengganti plaster itu dengan obat sebelumnya.

VerDinda [SELESAI]Where stories live. Discover now