29. Speechless

854 30 3
                                    

"Tuhan sudah merencanakan semuanya, tinggal kita mau bergerak maju atau mundur untuknya"

"Mau ngomong apa sih, Ver? Mama jadi makin penasaran." timbas Bu Rere memecah keheningan.

Pria itu diam, tak menoleh ke arah Bu Rere maupun Pak Rahmat. Tak ada sepatah kata yang terucap dari mulutnya. Yang ia perlihatkan hanyalah wajah kaku kemudian berhasil ia tutupi dengan senyum tipis yang kini mengembang di wajahnya. Senyum itu 'palsu'.

Dapat dilihat dari raut Verdi yang sedari tadi nampak tidak ada bersemangat. Pikirannya tak dapat rileks seperti biasa. Lamunan itu kembali menghampiri dirinya beberapa saat sebelum ia berbicara.

"Verdi mau ke kamar, ntar aja kalau sempat, Verdi bicarain sama Mama." balasnya sekilas, lalu beranjak dari tempat duduknya.

Tangannya bergerak untuk membenarkan kaus yang sedikit tertarik ke atas hingga sedikit menampakkan kaus dalamnya.

"Eh—kok malah mau pergi sih, kan belum nge,-" potong Bu Rere sembari menatap punggung Verdi yang sudah nampak tegak. Bibirnya hanya komat-kamit setelah memotong ucapannya sendiri, hal itu tak lain karena ia mendapat lirikan dari Pak Rahmat, suaminya.

Baru beberapa langkah Verdi menepakkan kaki, ucapan Pak Rahmat berhasil menghentikan langkah kecilnya sekilas. Ucapan ini nampak sindiran ringan, dan hanya dibalas dengan decak kesal.

"Cowok gentle. Nggak seharusnya lari dari masalah." penggal Pak Rahmat singkat sembari melipat koran dan melepas kacamatanya, diakhiri dengan lirikan ke arah Verdi.

Verdi menatap ke belakang, tepatnya menatap mimik Pak Rahmat dan Bu Rere yang juga menatapnya dalam. Ia kembali melanjutkan langkah tanpa menanggapi dengan ucapan. Ia lebih memilih mengulur sedikit senyuman tipis miliknya.

'Gue gentle dan gue nggak akan lari dari masalah' batin Verdi dalam hati lalu melanjutkan pergi.

"Maksudnya, Pa?" tanya Bu Rere saat Verdi sudah berlalu meninggalkan mereka, namun sama sekali tak digubris suaminya. Bu Rere berdecak kesal sambil melipat kedua tangan. Pak Rahmat pun kembali membaca koran dengan sedikit mengernyitkan dahi.

**

Verdi yang sudah berada di kamar berhias balutan gorden putih, terus melamun memikirkan apa yang kali ini membuat wajahnya sedikit lesu, sesekali ia berdecak dan mengeram keras.

Ia langsung keluar menuju balkon untuk mengambil hawa segar, setelah melepas semua beban pikiran. Ia terus menatap langit dengan pandangan datar, sambil berdiri di sisi pojok.

Ungkapan yang sudah keluar dari mulut Pak Rahmat tadi benar-benar berhasil membuat pikirannya hancur seketika.

Cowok itu gentle, nggak seharusnya lari dari masalah

"Apa lagi yang harus gue lakukan."

Dengan dengusan kasar dan setelah berpikir panjang, Verdi akhirnya berniat menemui mereka lagi. Sedikit pengorbanan, ia berhasil menuruni tangga dan menghadap mereka lagi.

"Mau kemana, Ver?" tanya Bu Rere setelah melihat anaknya turun dari tangga, ia manggut-manggut setelah melihat Verdi menuju sofa, seperti posisi semula.

Pemandangan kali ini sedikit berbeda, dimana kini terdapat lipatan kertas yang ada di genggamannya. Pak Rahmat hanya menatap sekilas lalu melanjutkan membaca koran tanpa memerdulikan Verdi yang tengah duduk santai di depannya.

VerDinda [SELESAI]Where stories live. Discover now