44. Toilet Rumah Sakit

712 29 16
                                    

"Ma, kalau boleh tahu Clara dulu sekolah dimana?"

Dinda dan Bu Rere kini berada di kantin rumah sakit, menyantap bubur ayam pagi hari setelah melihat kondisi Verdi yang jauh dari ekspektasi Dinda. Berusaha menyingkirkan dan menghilangkan rasa sakit yang memburu dalam dadanya. Tak lupa, Vanya juga menemani mereka disini.

Bu Rere meminum teh hangat untuk mengakhiri sarapannya, yang kebetulan disisipi pertanyaan dari gadis di depannya.

"Dia satu SMA sama Verdi... boleh Mama jelasin semuanya?" ijin Bu Rere mendapat anggukan dari Dinda. Vanya pun memperhatikan Mamanya dengan seksama. "Dinda nggak apa-apa?" lanjut Bu Rere memastikan.

"Enggak, Ma. Santai aja." kata Dinda tersenyum lalu menyantap bubur lagi.

Bu Rere segera mengingat masa lalu anaknya, memutar memori beberapa tahun silam kemudian menjelaskan semuanya. Ia menarik nafas pelan, dan bedoa agar ia tak menyinggung perasaan Dinda—pacar dari anaknya, sekarang.

"Verdi sama Clara, mereka bersahabat sejak keluarga dia pindah dan menjadi tetangga baru kami. Mereka berdua selalu bersama, seperti yang Dinda sama Verdi lakukan sekarang ini. Kemudian saat mereka sudah masuk SMA..." Bu Rere menggantung penjelasannya membuat Dinda mengakhiri makannya dengan susah payah meneguk salivanya. Takut jika sesuatu yang besar terkuak begitu saja.

"Verdi baru berani mengungkapkan semua perasaannya dan mereka akhirnya pacaran. Awalnya Clara menolak, tapi setelah Verdi memberikan waktu untuk Clara berpikir, akhirnya dia menerima Verdi dan menjadi cinta pertama untuknya." tutur Bu Rere tersenyum saat ia mengingat kejadian-kejadian itu, kejadian saat Verdi malu-malu untuk menyatakan semuanya dan meminta mamanya untuk membantu niat Verdi kecil saat itu.

Seorang Verdi yang pemberani, kuat, dan semuanya yang selayaknya pria sungguhan. Bu Rere tertawa kecil namun seketika luntur. Sifat yang jelas-jelas berbanding terbalik setelah anaknya putus dengan Clara.

Bu Rere akhirnya tersadar dari pandangan masa lalunya saat melihat Dinda yang melamun mendengarkan, dengan tak ada senyum sama sekali. Raganya seolah mendengarkan namun jiwanya melayang. Apa penjelasan Bu Rere salah?

"Dinda nggak enak sama penjelasan mama, ya? Kalau iya, mama nggak akan lanjutin lagi. Mama kasihan sama Dinda, mama nggak mau Dinda sakit hati karena mendengar masa lalu Verdi." selidik Bu Rere merasa bersalah.

Dinda ikutan sadar dan sedikit terkaget, "Ah—enggak, lanjut saja ma. Dinda tadi cuma mikir sedikit kok." katanya berusaha tersenyum. Bohong.

Bu Rere tersenyum menyadari, ternyata gadis di depannya adalah gadis yang sangat tegar, selalu berpikir positif dan gadis cerdik yang ia kenal. Ia bersyukur, puteranya bisa mendapatkan gadis ini.

"Setelah beberapa minggu mereka berpacaran, Verdi mendapat kado ulang tahun yang sangat-sangat terindah dari Clara. Kado yang jelas-jelas membuat Verdi tak akan bisa melupakannya. Saat usia Verdi hendak mencapai 16 tahun, Clara kecelakaan dan akhirnya meninggal. Itu kado terpahit untuk mama dan keluarga kami." jelasnya lagi semakin tak kuasa, bibirnya ngilu, bergetar untuk menyampaikan.

Saat melihat jenazah Clara, gadis yang sudah terbujur kaku di depan keluarga mereka. Membuat semuanya merasa kepedihan yang sangat mendalam. Bu Rere kembali menangis terisak.

"Innalillahi wainna ilaihi roji'un." spontan Dinda kelu.

Meskipun sebenarnya ia sudah tahu penyebab kecelakaan Clara saat itu. Ia masih bisa terkagetkan jika mendengar kata 'meninggal'. Sungguh kata yang sangat membuatnya tak kuasa mendengar.

"Kasihan sekali, gadis kecil seperti Clara sudah harus pergi meninggalkan dunia dan orang-orang yang ia sayangi." ucap Bu Rere mengeluarkan air matanya, mengingat keluarga mereka sangat dekat dengan Keluarga Pak Rahmat.

VerDinda [SELESAI]Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu