Part 21 - Sakit

949 98 1
                                    

'Saat Allah ambil sesuatu darimu, maka Ia sedang membuka tanganmu untuk menerima yang lebih baik lagi dari-Nya.'

***

"Baru gitu aja, lebay banget sih!"

Haura menatap Farah tajam, lalu gadis itu berlalu keluar kamar dengan buku tulis bersampul coklat ditangannya. Farah hanya diam mendengar penuturan Haura barusan.

Sedetik kemudian butiran bening itu menetes dari ujung matanya. Selain tubuhnya yang sedang sakit, begitupun dengan hatinya. Farah ingin sekali pergi dari tempat itu, tapi dia tidak bisa.

"Assalamu'alaikum." Terdengar suara wanita diambang pintu.

"Wa'alaikumussalam," jawab Farah.

"Farah, ada telepon."

Ustadzah Nisa tersenyum dan berjalan menghampiri Farah yang sedang bergemul dengan selimutnya di tempat tidur. Farah langsung mengambil posisi duduk.

"Wa'alaikumussalam," jawab Farah saat telepon itu sudah berada di telinganya.

"Farah gapapa kok, mi."

Sepertinya Ummi Farah tau jika anaknya itu sedang sakit, Farah hanya berharap ummi dan abi tidak mengetahui sumber masalahnya, ia tidak ingin hal yang tidak diinginkan terjadi.

"Ngga, i. Farah ga mau pulang, bentar lagi juga sembuh kok," tuturnya mencoba meyakinkan Sang Ummi yang sedang menelpon.

Setelah banyak alasan yang Farah berikan untuk meyakinkan Sang Ummi, akhirnya ia berhasil membuat keluarganya tidak datang menjemputnya. Tidak lama, hanya beberapa menit obrolan ibu dan anak itu terdengar.

"Ini, ustadzah. Syukron." Farah menyodorkan handphone itu sambil tersenyum tipis pada wanita cantik yang duduk ditepi kasurnya.

Ustadzah Nisa menerima handphone dari tangan Farah sembari membalas senyuman yang Farah berikan. Namun wanita itu tidak langsung beranjak dari duduknya, sepertinya Ustadzah Nisa sedang memikirkan sesuatu.

"Ustadzah masih ga yakin kalau kamu yang ambil uang itu," lirih Ustadzah Nisa yang kini menoleh pada Farah.

Farah tersenyum tipis. "Memang bukan saya yang ngambil, ustadzah."

"Lalu siapa?"

"Percuma, jika saya beritahu pun ustadzah ga bakalan percaya sama saya."

Ustadzah Nisa terdiam. Benar yang dikatakan Farah tadi. Ustadzah Nisa menghela nafas pelan, kemudian berpamitan pada Farah.

"Seharusnya jam segini aku ada di kelas." Farah menatap jam di dinding kamar.

Jam menunjukkan pukul 10:00 WIB, seharusnya ia sedang duduk di kelas dan belajar Tauhid saat ini. Tapi kondisinya yang tidak memungkinkan membuat Farah harus berbaring di kasur, hampir sepanjang hari.

"Laper," lirihnya.

Matanya melihat lemari yang berada disebelah ranjangnya. Tangannya langsung membuka lemari itu dan mengambil makanan ringan yang ada disana, stok makanan Farah yang terbilang cukup banyak daripada teman yang lainnya, alasannya karena Farah sering terbangun kelaparan saat tengah malam sehingga wajar jika stok camilannya harus mencukupi.

Cinta di Sepertiga Malam Terakhir [END]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora